Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/451

e-BinaAnak edisi 451 (23-9-2009)

Anak yang Suka Menang Sendiri

 
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____

  DAFTAR ISI EDISI 451/SEPTEMBER/2009

  - SALAM DARI REDAKSI: Mengapa Anak Anda Menjadi Pribadi yang Egois?
  - ARTIKEL 1: Ketika Anak-Anak Berlaku Egois
  - ARTIKEL 2: Menangani Anak yang Egois
  - MUTIARA GURU
  - TIPS: Bagaimana Mengajar Anak untuk Tidak Egois
  - BAHAN MENGAJAR: Anak-Anak Raja Menghindari Kebiasaan Buruk
  - WARNET PENA: Situs Christian Teaching Forums: Direktori Situs
                 Pelayanan Anak

______________________________________________________________________
   Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi:
  <binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org>
______________________________________________________________________
SALAM DARI REDAKSI

              MENGAPA ANAK ANDA MENJADI PRIBADI YANG EGOIS?

  Orang tua yang memiliki buah hati dengan kecenderungan suka menang
  sendiri atau egois pasti sangat kerepotan. Segala keinginannya harus
  dipenuhi, tak peduli bagaimana situasi dan kondisinya. Bagaimanapun
  keadaannya, semua harus terjadi sesuai dengan keinginannya. Lalu,
  apa sebenarnya akar dari permasalahan ini? Mungkinkah hal ini adalah
  buah dari kesalahan orang tua dalam menerapkan disiplin kepada anak?
  Atau ada penyebab lainnya? Jika Anda memiliki/menangani anak yang
  seperti itu, bersabarlah, jangan patah semangat. Anda, baik orang
  tua maupun para pelayan anak, bisa menjadi penolong bagi mereka.

  Kerja sama antara pelayan anak dengan orang tua diperlukan agar
  terjadi tindak lanjut yang bisa orang tua dan anak lakukan. Kerja
  sama yang baik antara orang tua dan anak, akan membantu anak lepas
  dari kecenderungan suka menang sendiri dan egois. Silakan
  mengaplikasikan beberapa artikel dan tips yang telah kami sajikan di
  edisi ini. Jangan lupa juga untuk senantiasa meminta kekuatan dari
  Tuhan dalam mengerjakan apa yang sedang Anda upayakan. Selamat
  melayani! Tuhan Yesus memberkati.

  Staf Redaksi e-BinaAnak,
  Kristina Dwi Lestari
  http://www.sabda.org/publikasi/arsip/e-binaanak/
  http://pepak.sabda.org/

    "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang
                 saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17)
             < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Amsal+17:17 >

______________________________________________________________________
ARTIKEL 1

                 KETIKA ANAK-ANAK BERLAKU EGOIS

  Orang tua dan guru cenderung sangat jengkel kepada anak-anak yang
  tidak mau berbagi; namun demikian, kedewasaan intelektual berperan
  besar dalam proses belajar untuk berbagi. Melihat segala sesuatu
  hanya dari sudut pandang mereka sendiri merupakan sesuatu yang
  normal bagi anak-anak. Aspek perkembangan intelektual ini
  memengaruhi interaksi mereka dengan orang lain. Mereka biasanya
  tidak sadar saat mereka mengabaikan perasaan temannya; bahkan
  seorang anak yang masih sangat kecil sering kali tidak menyadari
  bahwa orang lain memiliki perasaan (DeVries & Zan, 2006). Maka
  tidaklah mengherankan jika anak-anak memiliki banyak konflik dan
  guru mereka menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan
  konflik-konflik itu. Guru yang memahami perkembangan anak tidak
  terganggu dengan kesalahpahaman yang biasa terjadi ini. Sebaliknya,
  mereka menggunakan situasi itu sebagai saat yang tepat untuk
  mengajar, seperti yang Dennis lakukan dalam contoh berikut ini.

    Luis sedang bermain di bak pasir sendirian. Dengan hati-hati, dia
    mengisi bak truknya dengan pasir dan kemudian mengosongkannya
    untuk membuat suatu bukit. Celeste sedang bermain buldoser di
    sebelahnya. Celeste tiba-tiba menjalankan buldosernya sehingga
    menabrak bukit yang dibuat Luis hingga rata untuk membentuk sebuah
    jalan. Luis mulai menangis dan memukul Celeste.

    Dennis muncul dan menenangkan kedua anak itu. Dia telah cukup
    menganalisa situasinya dari ruang seberang untuk kemudian berkata
    kepada Luis, "Saya rasa Celeste tidak tahu mengapa kamu sedih;
    bisakah kamu bicara dan memberitahunya?" Tetapi Luis masih terlalu
    sedih untuk berbicara, lalu Dennis memberi dia waktu lagi dengan
    memberikan pertanyaan yang sama namun dengan kata-kata yang
    berbeda. Saat itu, Luis mampu mengatakan bahwa dia tidak mau
    Celeste menyentuh bukitnya.

    Dennis menyadari bahwa kedua anak itu tidak tahu maksud satu sama
    lain. Luis merasa Celeste kejam dan Celeste terkejut karena Luis
    marah kepadanya. Setelah mendorong Luis mengutarakan isi hatinya,
    Dennis kemudian meminta Celeste untuk menjelaskan apa yang sedang
    dia lakukan. Menurut Celeste, dia sedang mencoba membantu membuat
    sebuah jalan, dia tidak mengerti apa yang sedang Luis lakukan.
    Dengan bantuan Dennis, Luis dapat berkata, "Aku tidak ingin jalan,
    aku sedang membuat bukit." Dengan informasi ini, Celeste dengan
    senang hati membuat jalan di tempat lain di bak pasir itu dan
    semuanya tenang, untuk sementara.

  Konflik adalah suatu kesempatan bagi guru yang perhatian untuk
  membantu anak-anak mengerti perasaan dan pemikiran teman-teman
  bermain mereka. Guru yang sudah memahami hal ini tidak menyalahkan
  anak-anak atau membuat siapa pun merasa bersalah karena tidak
  memerhatikan orang lain; mereka mengerti bahwa sikap yang
  ditunjukkan anak-anak itu adalah sesuatu yang normal terjadi.

  Ny. Jensen juga menolong murid-muridnya tumbuh di luar egosentris
  mereka dengan mendorong mereka untuk saling menceritakan apa yang
  mereka rasakan. Sering kali, dia harus membantu anak-anak menemukan
  kata-kata untuk mengekpresikan diri mereka sendiri; mereka belajar
  dari contoh yang dia berikan ketika dia berada bersama-sama dengan
  mereka melalui proses pengungkapkan perasaan dengan cara yang
  merusak. Ini adalah bagian dari bimbingan yang efektif, yang
  mengajarkan kemampuan interpersonal yang akan dibawa sepanjang
  hidup. Ketika kemampuan intelektual anak untuk memahami pandangan
  orang lain berkembang, perkembangan sosial mereka juga semakin
  meningkat.

  Tujuannya adalah ketidakegoisan yang sifatnya sukarela. Namun
  demikian, banyak orang dewasa justru memaksa anak-anak untuk
  berbagi. Hanya sedikit orang dewasa yang mau membagi apa yang mereka
  miliki saat orang tua dan guru sering kali memaksa anak-anak untuk
  berbagi. Maukah Anda memberikan mobil baru Anda kepada seseorang
  yang baru saja Anda kenal karena "dia tidak punya mobil"? Mengapa
  Rosa harus mengizinkan Samantha mengendarai sepeda barunya? Hak Rosa
  sebagai pemilik dan memutuskan apakah ia mau berbagi atau tidak
  harus dihargai terlebih dahulu untuk menyiapkannya agar mau berbagi
  dengan sukarela. Anak-anak sering berpikir bahwa berbagi berarti
  memberikan sesuatu untuk selamanya (Landy, 2002); kemurahan hatinya
  bisa meningkat bila ia diyakinkan bahwa dia akan mendapatkan kembali
  apa yang dia bagikan.

  Seorang anak dapat memilih untuk menjadi murah hati hanya saat
  berbagi merupakan sebuah pilihan yang nyata dan tidak dipaksakan.
  Bahkan dengan benda-benda di dalam kelas yang bukan milik siapa pun,
  hak kepemilikan harus dihargai. Anak-anak juga harus didorong untuk
  melawan orang yang dengan agresif berusaha mengambil sesuatu dengan
  paksa (Slaby, Roedell, Arezzo, & Hendrix, 1995). Tentu saja, kita
  perlu mengajar mereka bagaimana melakukan hal ini dengan asertif,
  bukan agresif. (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: education.com
  Judul asli artikel: When Children Act Selfish
  Penulis: M.V. Fields dan D.M. Fields
  Alamat URL: http://www.education.com/reference/article/when-children-act-selfish/

______________________________________________________________________
ARTIKEL 2

                     MENANGANI ANAK YANG EGOIS

  Pada dasarnya, setiap anak yang lahir ke dunia memiliki sikap egois
  atau sikap mementingkan diri sendiri. Kita sebagai orang tua harus
  dapat menciptakan pertumbuhan yang sehat, yang dapat mendorong anak
  untuk bukan hanya mementingkan dirinya, namun juga mementingkan
  orang lain. Perlu pula menciptakan keseimbangan antara mementingkan
  diri sendiri dan juga mementingkan orang lain.

  Secara tidak sadar, ada kalanya orang tua malah memberikan perlakuan
  kepada anak yang menumbuhkembangkan sikap egois anak. Sehingga anak
  akhirnya tidak pernah berhasil memerhatikan kebutuhan orang lain; ia
  malah hanya mengutamakan kepentingannya sendiri. Ada beberapa
  perlakuan orang tua yang bisa membuat anak-anak itu menjadi
  anak-anak yang egois.

  Beberapa Ciri Anak yang Egois

  1. Anak-anak yang egois adalah anak-anak yang tidak bisa
     menyeimbangkan kedua hal ini, dia hanya bisa mengutamakan dan
     hanya mengutamakan kepentingannya, bahkan kadang-kadang tidak
     bisa menomorduakan kepentingan orang lain sebab baginya tidak
     ada kepentingan orang lain; yang ada hanyalah kepentingan diri
     sendiri.

  2. Menganggap diri sebagai kasus khusus. Dalam arti keinginannya
     harus didahulukan sebab dia merupakan kasus perkecualian.

  3. Anak yang egois tidak harus manja, yang jelas nyata adalah dia
     menuntut. Dan ciri ketiga ini juga sangat dominan, yaitu
     tuntutannya memang tidak mengenal batas. Seolah-olah kapan pun
     dia memintanya, di mana pun dia memintanya, apa pun yang
     dimintanya, harus dituruti.

  Dua Kondisi Utama yang Menyebabkan Anak-Anak Menjadi Egois

  1. Orang tua atau keluarga yang memberi perhatian kepada anak secara
     berlebihan. Kadang kala itu terjadi tanpa disengaja.

     Saya akan berikan beberapa ciri-cirinya.
     a. Orang tua yang memberikan perhatian berlebihan kepada anak
        adalah orang tua yang terlalu memuja-muja anak, baik secara
        langsung atau tidak langsung.

     b. Ada kalanya orang tua kurang menyoroti kelemahan anak karena
        terlalu meninggikan dan mengagungkan si anak. Sehingga jarang
        membicarakan kelemahan si anak, dan akibatnya kurang menuntut
        anak memperbaiki dirinya di dalam kekurangan-kekurangannya.

     c. Orang tua terlalu bergantung pada anak sebagai pemenuh
        kebutuhan emosional mereka sendiri.

     d. Orang tua kurang mendisiplin anak.

  2. Orang tua tidak mendisiplin anak dengan baik sehingga semua yang
     anak-anak minta dituruti tanpa batas.

  Kejadian 22:11-12, "Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit
  kepadanya: `Abraham, Abraham.` Sahutnya: `Ya, Tuhan.` Lalu
  Ia berfirman: `Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia,
  sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan
  engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal
  kepada-Ku.`"

  Kita tahu ini adalah cerita Abraham ketika Tuhan meminta dia
  mengorbankan anaknya, Ishak, tapi Abraham tidak segan-segan
  memberikan putranya dan ternyata memang Tuhan hanya menguji dia.
  Janganlah kita sampai terlalu sayang pada Ishak-Ishak kita sehingga
  kita menomorduakan Tuhan; tidak bisa. Prinsip itu harus kita pegang
  dengan patuh. Tuhanlah yang nomor satu, anak tidak boleh menjadi
  yang nomor satu. Sekalipun dalam keluarga sendiri, anak tidak boleh
  menjadi yang nomor satu, anak perlu dididik dan dibatasi.

  Beberapa ciri orang tua yang kurang memberikan perhatian kepada
  anak.

  1. Orang tua yang memberikan sedikit waktu pada si anak, jadi
     waktu yang diberikan benar-benar sangat minim. Misalnya mereka
     repot bekerja, pulang sudah malam, akhir pekan juga mungkin
     bekerja. Kalaupun tidak bekerja, orang tua sudah terlalu letih
     sehingga ia tidak memberikan waktu yang lebih kepada si anak.

  2. Orang tua yang terlalu banyak menolak atau terlalu memberikan
     banyak penolakan pada anak-anak. Akibatnya, anak akan merasa
     diabaikan.

  3. Orang tua yang mendisiplin terlalu ketat atau terlalu berlebihan
     juga bisa membuat anak menjadi egois.

  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengatasi sifat
  egois.

  1. Kita harus membesarkan anak dengan suatu pengertian bahwa anak
     itu membutuhkan dua hal yang hakiki. Yang pertama adalah
     anak-anak membutuhkan cinta kasih, yang kedua anak-anak juga
     membutuhkan disiplin.

  2. Yang sulit justru untuk menolong orang tuanya, apalagi kalau
     orang tua sudah terlanjur, misalnya, mencurahkan perhatian yang
     terlalu banyak kepada anak sehingga anaknya menjadi egois. Atau
     orang tua yang sebaliknya. Sebab ada kalanya memang orang tua
     memberi perhatian yang berlebihan kepada anak, atau kebalikannya,
     kurang memberi perhatian kepada anak karena mereka sendiri
     bermasalah dalam hubungan nikah mereka.

  3. Memang akhirnya dalam upaya menolong si anak, kita harus
     melibatkan si orang tua dan menunjukkan bagaimana si anak menjadi
     egois.

  Anak-anak yang ditempatkan dalam situasi yang berbeda dan dibentuk
  lingkungannya dengan kuat, memunyai dua pilihan.

  1. Pilihan yang pertama adalah dia bersikukuh tidak mau berubah.

  2. Yang ideal adalah yang kedua, yaitu ketika dia akhirnya akan
     berubah.

  Anak-anak yang dibesarkan oleh pengasuh dari kecil akan kehilangan
  kesempatan sebagai berikut.

  1. Kehilangan kesempatan untuk menerima kasih sayang langsung dari
     orang tua. Itu suatu kerugian besar bagi si anak.

  2. Kehilangan kesempatan melihat orang tua bereaksi atau bersikap
     dalam hidup, sedangkan anak-anak perlu melihat orang tua bereaksi
     dalam hidupnya sehingga dia bisa mulai mencontoh orang tuanya.
     Otomatis dia akan kehilangan waktu-waktu tersebut dan kehilangan
     model-model itu.

  3. Kehilangan kesempatan untuk berinteraksi atau bergaul dengan
     orang tuanya. Padahal sebetulnya hal itu adalah salah satu hal
     yang mutlak diperlukan oleh seorang anak.

  1 Timotius 3:12, "Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus
  anak-anaknya dan keluarganya dengan baik." Saya garis bawahi kalimat
  mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik. Tuhan meminta
  orang tua mengurus anak-anak dengan baik karena memang itulah
  tanggung jawab yang Tuhan embankan kepadanya. Mengurus berarti bukan
  saja mengelola supaya rumah tangganya itu berjalan dengan damai,
  tenteram, dan menerapkan disiplin yang seharusnya, tapi juga
  menyediakan kebutuhan emosional si anak.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama Situs: TELAGA.org
  Judul asli artikel: Bagaimana Menangani Anak yang Egois
  Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
  Alamat URL: http://www.telaga.org/audio/bagaimana_menangani_anak_yang_egois_1

______________________________________________________________________
MUTIARA GURU

      Tidak sulit mengajar anak Anda untuk tidak egois. Tuntunan,
     dorongan, dan pujian yang Anda berikan untuk setiap perubahan
       positif yang mereka lakukan, akan sangat membantu mereka.

______________________________________________________________________
TIPS

              BAGAIMANA MENGAJAR ANAK UNTUK TIDAK EGOIS

  Kita semua ingin membesarkan anak yang tidak egois. Saya harap
  demikian. Kedamaian dunia tergantung pada hal itu! Cara terbaik
  mengajar anak supaya tidak menjadi anak yang egois adalah dengan
  kita sendiri menjadi pribadi yang tidak egois. Anak-anak adalah
  peniru. Teladan sikap Anda adalah cara terbaik untuk mengajar anak.
  Doronglah anak-anak untuk menjadi anak yang baik dan beri mereka
  kesempatan-kesempatan untuk melayani orang lain.

  Berbagi

  Jangan terlalu memaksa anak untuk berbagi. Secara bertahap,
  perkenalkan maksud dari berbagi dan pujilah setiap usaha, sekecil
  apa pun itu. Setiap batu yang anak Anda berikan kepada Anda adalah
  suatu kesempatan untuk memperkuat keinginannya memberi dan
  menyenangkan orang lain yang sudah ia bawa sejak lahir. Ketika
  anak-anak mulai bermain bersama, cobalah menggunakan pencatat waktu
  untuk permainan-permainan khusus. Mainkan lagu khusus yang bisa
  membuat acara bermain bersama menjadi menyenangkan. Tawarkan sesuatu
  yang menyenangkan dan ciuman untuk menekankan kebiasaan yang baik.
  Doronglah anak Anda untuk membawa mainan favoritnya dan
  menggunakannya bersama ketika berkunjung ke rumah teman.

  Berbagi itu penting, tetapi penting juga untuk anak memunyai
  barang-barang miliknya sendiri yang tidak untuk dibagikan dengan
  orang lain. Sebuah mainan khusus atau boneka hewan yang selalu
  menjadi miliknya dapat membantu anak untuk berbagi lebih sedikit
  barang.

  Empati

  Mengajar anak untuk berbuat baik adalah sama pentingnya dengan
  menunjukkan kepada mereka bagaimana berbagi mainan dan kue.
  Anak-anak akan menjadi egois sampai ada suatu manfaat yang mereka
  rasakan. Biarkan mereka mengalami betapa menyenangkannya saat mereka
  peduli kepada orang lain melalui tindakan kasih mereka. Gunakan
  waktu istimewa itu untuk melihat kedua mata anak Anda. Tagihan gas
  bisa menunggu. Pakaian kotor bisa menunggu. Dukung anak Anda dan dia
  akan belajar untuk melakukan hal yang sama kepada orang lain.
  Biarkan dia mengekspresikan emosinya dan dia akan belajar untuk
  memperlakukan orang lain dengan rasa hormat yang sama.

  Memberi

  Sebut memberi sebagai berbagi tingkat atas untuk dunia materialistik
  kita -- memberi itu menyenangkan dan mudah. Gunakan hukum memberi
  dan menerima. Kapan pun mereka menerima mainan atau pakaian baru,
  dia harus memilih sesuatu untuk diberikan sebagai gantinya.
  Sumbangkan barang-barang tersebut ke acara amal anak dan pastikan
  anak-anak mengetahui siapa, di mana, dan mengapa. Anda juga bisa
  memanfaatkan acara ulang tahun anak Anda untuk membantu orang lain.
  Para tamu membawa buku-buku atau peralatan sekolah untuk kemudian
  disumbangkan kepada anak-anak setempat.

  Saat memberi. Carilah kesempatan-kesempatan untuk melayani
  masyarakat di lingkungan Anda di mana anak-anak dapat berpartisipasi
  atau ikut mengamati. Mereka bisa memilih-milih barang untuk acara
  pasar murah di gereja, menyajikan sup di penampungan para tunawisma,
  atau menyiangi rumput di taman kota. Pernah suatu ketika saya
  mengajak anak-anak saya untuk bekerja di sebuah tempat penampungan
  anak-anak. Sementara kami bersih-bersih, yang mereka lakukan
  hanyalah bermain. Itu tidak mengapa, yang penting mereka melihat
  secara langsung kebutuhan orang lain.

  Tanggung Jawab

  Tanggung jawab membantu anak mengetahui bahwa mereka bukanlah pusat
  dari dunia ini. Tugas-tugas rumah tangga memperkuat gagasan tentang
  pekerjaan individual yang menguntungkan seluruh isi rumah. Waktu
  makan bisa menjadi langkah awal yang mudah -- bahkan anak yang belum
  sekolah dapat menata serbet. Merawat binatang adalah cara lain yang
  tepat untuk mengajarkan perilaku yang tidak egois. Ketika anjing
  menggonggong ingin keluar rumah, Anda harus melepasnya meskipun Anda
  sedang melakukan hal-hal yang Anda sukai.

  Tidak sulit mengajar anak untuk tidak bersikap egois. Lakukan
  hal-hal baik kepada mereka dan orang lain dan anak-anak Anda akan
  mencontoh kebiasaan Anda. Tuntunlah, doronglah, dan pujilah setiap
  usaha, besar maupun kecil. Anda akan mendapatkan hadiah berupa
  anak-anak yang manis dan dunia yang lebih indah. (t/Kristina)

  Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
  Nama situs: HubPages
  Judul asli artikel: How To Teach Kids Not To Be Selfish
  Penulis: Lela Davidson
  Alamat URL: http://hubpages.com/hub/How_To_Teach_Kids_Not_To_Be_Selfish

______________________________________________________________________
BAHAN MENGAJAR

              ANAK-ANAK RAJA MENGHINDARI KEBIASAAN BURUK

  Persiapan:
  Gambarlah di papan tulis sebuah papan peringatan dengan tulisan di
  bawah ini untuk ditempatkan di depan.

  Anak-anak raja tidak dikuasai:
   1. kemarahan,
   2. mementingkan diri sendiri, dan
   3. kebiasaan buruk.

  Pembacaan Alkitab:
  Mintalah tiga anak madya membaca ayat-ayat berikut ini: 2 Raja-Raja
  22:1a; Roma 6:14; Filipi 4:13.

  Cerita:

  Berapa umur kalian? Yosia berumur 8 tahun ketika ia menjadi Raja
  Israel. Tak seorang pun di antara kita akan diberi tanggung jawab
  itu, tetapi ada tempat lain di mana kita bisa mulai memerintah,
  bahkan sebelum usia 8 tahun. Apakah kalian sudah mulai memerintah
  kehidupan kalian sendiri? Ataukah sebaliknya kalian diperintah oleh
  diri? Ataukah sebaliknya kalian diperintah oleh beberapa hal yang
  tidak berkenan pada Yesus?

  Yesus ingin memerintah dalam hati kita, dan jika hal lain menduduki
  takhta kehidupan kita, Yesus akan berdukacita. Hal-hal apakah yang
  mencoba memerintah dalam kehidupan kita?

  Satu hal adalah kemarahan. Kemarahan menyuruh seorang anak laki-laki
  mengepalkan tinjunya dan berkelahi bila seseorang mengejek dia.
  Kemarahan mengatakan kepada seorang anak perempuan bahwa ibunya
  tidak berhak meminta pertolongannya ketika ia mau bermain. Kemarahan
  adalah sifat yang buruk dan membuat orang melakukan dan mengatakan
  hal-hal yang kemudian hari disesalkan.

  Satu hal lain adalah mementingkan diri sendiri. Apabila sifat ini
  naik takhta, sukar sekali untuk menurunkannya. Ada anak-anak yang
  mau mendapat mainan yang terbaik, mainan yang terbagus, kue yang
  terbesar ... yang terbaik dari segala sesuatu untuk diri mereka.
  Meskipun demikian, mereka sebenarnya tidak senang. Rahasia untuk
  memunyai hati yang senang adalah melupakan diri sendiri dan
  mementingkan orang lain. Jangan biarkan sifat mementingkan diri
  sendiri naik takhta dalam kehidupan kalian.

  Yang lain adalah kebiasaan buruk. Satu kebiasaan buruk bisa
  menguasai kehidupan seseorang hingga merusakkan hidup itu. Misalnya
  menyeringai untuk mengejek orang tua atau guru, bersifat tidak rapi
  atau kasar. Hal-hal seperti itu mungkin tidak kelihatan seperti
  kebiasaan yang berbahaya, tetapi kalau sifat-sifat itu tidak
  dihalaukan dari takhta kehidupan kita, maka kebiasaan yang lebih
  buruk akan segera muncul. Jangan biarkan kebiasaan buruk memerintah
  kalian!

  Yesus telah berjanji akan menolong kita memerintah hidup kita.
  Marilah kita menjadi seperti yang dikehendaki Yesus -- berwatak
  lembut, tidak mementingkan diri sendiri, dan penuh dengan kebiasaan
  baik.

  Doa:
  Berdoalah supaya anak-anak akan mengizinkan Yesus memerintah dalam
  kehidupan mereka.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Buku Pintar Sekolah Minggu II
  Penulis: Tidak dicantumkan
  Penerbit: Gandum Mas, Malang 1997
  Halaman: 85

______________________________________________________________________
o/ WARNET PENA o/

                 SITUS CHRISTIAN TEACHING FORUMS:
                  DIREKTORI SITUS PELAYANAN ANAK
                    <http://littleblots.com/>

  Semakin banyaknya bahan-bahan pendukung untuk melengkap Anda dalam
  pelayanan anak, maka kreativitas Anda pun dapat bertambah pula. Era
  teknologi informasi sekarang ini sangat memungkinkan Anda untuk
  mendapatkan berbagai sumber bahan pendukung pelayanan Anda. Situs
  Christian Teaching Forums akan memudahkan Anda mengumpulkan bahan
  mengajar dan aneka aktivitas pendukung dalam mengajar karena situs
  ini berisi direktori situs-situs pelayanan sekolah minggu yang
  lengkap. Terdapat 34 situs terkenal seputar pelayanan sekolah
  minggu. Jika Anda kebingungan saat ini, jangan ragu lagi untuk
  mengunjunginya.

  Oleh: Kristina

______________________________________________________________________
Pemimpin Redaksi: Davida Welni Dana
Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
copyright(e) e-BinaAnak 2009 -- YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/

Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net:
http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak

BLOG SABDA: http://blog.sabda.org/

______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org