Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/399 |
|
e-BinaAnak edisi 399 (11-9-2008)
|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____ DAFTAR ISI EDISI 399/SEPTEMBER/2008 - SALAM DARI REDAKSI - ARTIKEL: Drama: Memainkan Sesuatu - TIPS 1: Ide-Ide dalam Menggunakan Drama - TIPS 2: Kreasi Dramatisasi dalam Bercerita - WARNET PENA: Naskah Skit dalam Fishers of Kids - MUTIARA GURU ______________________________________________________________________ o/ SALAM DARI REDAKSI o/ Shalom, Mengajar dengan melibatkan anak sudah terbukti lebih efektif daripada hanya mengajar satu arah saja. Kreasi-kreasi mengajar dengan melibatkan murid harus lebih banyak lagi digali dan dikembangkan oleh setiap pelayan anak agar anak-anak pun dapat mengerti dan mengalami sendiri setiap pelajaran mengenai firman Tuhan yang disampaikan kepada mereka. Drama merupakan salah satu kreasi mengajar yang membutuhkan partisipasi murid. Kreasi ini merupakan salah satu peluang yang berharga untuk mengajarkan firman Tuhan kepada anak. Meskipun membutuhkan persiapan yang lebih rumit, namun anak-anak akan sangat menikmatinya karena pada dasarnya anak-anak sangat suka akan tantangan. Belajar Alkitab melalui drama yang mereka mainkan akan membawa anak ke dalam proses belajar yang dapat menjadi pengalaman tak terlupakan. Cerita Alkitab menjadi lebih hidup dan nyata saat anak memerankannya. Kebenaran Alkitab pun menjadi lebih relevan ketika diaplikasikan dalam situasi anak saat ini, melalui permainan drama tersebut. Bagaimana menerapkan kreasi drama dalam pengajaran Alkitab? Silakan simak seluruh sajian e-BinaAnak minggu ini. Dapatkan berbagai petunjuk dan saran-saran mengenai kreasi drama yang dapat dilakukan dalam sekolah minggu. Kiranya menjadi berkat! Selamat mempersiapkan drama sekolah minggu Anda! Pimpinan Redaksi e-BinaAnak, Davida Welni Dana "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Amsal+22:6 > ______________________________________________________________________ o/ ARTIKEL o/ DRAMA: MEMAINKAN SESUATU Cerita Hamlet yang ditulis oleh Shakespeare mengisahkan bahwa Hamlet mengetahui keterlibatan raja dalam pembunuhan ayahnya. Agar raja mau mengakui kesalahannya, Hamlet memaksa dia untuk melihat serangkaian cerita yang dimainkan tentang kejahatan itu. "Memainkan sesuatu," harap Hamlet, "di mana aku akan membuat raja sadar pada kesalahannya." Apa yang dilakukan Hamlet, "memainkan sesuatu", juga dapat dilakukan dalam pelayanan anak. Mengadakan drama di kelas dapat menjadi cara yang unik bagi anak-anak untuk dapat memahami firman Tuhan. Seperti sudah kita ketahui, murid-murid dapat belajar dengan baik bila mereka terlibat aktif -- dan apakah ada cara yang lebih baik lagi untuk melibatkan mereka dalam kehidupan tokoh-tokoh pada zaman Alkitab selain dengan mengajak mereka memerankan tokoh-tokoh tersebut melalui "role play"? Dengan memainkan drama, mereka bisa menerapkan kebenaran-kebenaran Alkitab dalam peragaan yang diadakan di kelas. Konsep yang abstrak mengenai kasih, berbagi, kebaikan, sukacita, dan lain-lain dapat diilustrasikan jauh lebih jelas melalui drama daripada melalui definisi-definisi dari kamus saja. Guru tidak harus menjadikan drama di kelas seperti pentas pertunjukan di Broadway. Drama yang sederhana bisa menjelaskan kebenaran-kebenaran Alkitab dan meningkatkan pembelajaran melalui keterlibatan. Role play bisa dilakukan di kelas anak-anak yang masih kecil. "Kamu jadi ayah dan aku jadi ibu, ya." Anak-anak membangun peran drama mereka sendiri, menentukan peran, dan membuat alur cerita seperti pada drama sesungguhnya. Nilai dari peran mereka meningkat ketika guru ikut menemani dan memberi tuntunan dalam interaksi mereka, misalnya, "Pura-puranya kamu menjadi ibu, dan ini adalah dua anak laki-lakimu yang berebut mainan. Apa yang harus kamu katakan supaya mereka mau berbagi?" Setiap kelas bisa menggunakan beberapa boneka. Drama dengan peralatan yang lengkap bisa digunakan untuk murid-murid yang lebih dewasa. Tetapi untuk anak-anak yang masih kecil, akan lebih berhasil bila dengan menggunakan sebuah boneka dan satu ide saja. Nilai dari drama itu sendiri tergantung dari masukan guru. Drama yang paling sering diperagakan di sekolah minggu adalah tentang cerita Alkitab. Drama-drama itu bisa dibuat secara rinci dan terencana atau bisa juga dibuat sederhana dan spontan. Guru bisa memperkenalkan cerita dan kemudian menggunakan drama sebagai alat untuk mengulas pelajaran. Dia bisa menentukan peran dan menyimpan pakaian/kostum pada zaman Alkitab yang dibuat sederhana itu di kelas atau gudang. Dengan narasi drama dan arahan gerak dari guru, para pemain dapat memperagakan dengan kreativitas dan sudut pandang mereka. Perlengkapan sederhana bisa menjadi tambahan yang sangat membantu. (Murid yang lebih dewasa yang sadar diri mungkin memerlukan penataan panggung dan dorongan semangat yang lebih banyak daripada anak-anak yang lebih kecil). Pantomim bisa menjadi perubahan yang baik dari drama biasa, di mana semua tindakan dimainkan tanpa dialog. Anak-anak belajar untuk menyampaikan perasaan dan ide-ide mereka melalui gerakan. Guru bisa memerjelasnya dengan kain yang lebar dan lampu yang menimbulkan efek bayangan. Para pemain bisa bergerak di antara lampu dan kain itu, sedangkan para penonton, yang berada di sisi lain dari kain itu, hanya melihat bayang-bayang mereka saja. Role play membantu anak-anak merasakan sendiri apa yang dirasakan oleh orang lain. Guru bisa memberikan beberapa peran, menggambarkan situasi di mana para tokoh itu berinteraksi, kemudian memberikan beberapa pertanyaan supaya dialog bisa berjalan lancar. "Mark, kamu menjadi ayah dari anak yang hilang. Josh, kamu menjadi anak yang hilang. Kamu telah pergi dari rumah dan menghabiskan semua uang pemberian ayahmu. Sekarang kamu ingin pulang. Mark, bagaimana perasaanmu pada Josh?" Role play sangat menolong untuk menerapkan kebenaran Alkitab di zaman modern ini. Dalam beberapa drama, murid-murid bisa diminta untuk bertukar peran dan menjelaskan cara pandang tokoh lainnya. "Mary, kamu sudah berperan sebagai ibu Joan, yang pergi hingga larut malam tanpa minta izin terlebih dahulu. Sekarang jadilah Joan. Apa yang kamu rasakan saat pulang?" Membaca bersama-sama dan bentuk-bentuk lain dari pembacaan drama bisa melibatkan anak-anak secara berkelompok maupun individu. Seni yang ada dalam pementasan ini lebih dari sekadar membaca hafalan. Seorang pemain harus benar-benar memahami arti dari setiap percakapan supaya bisa mendapatkan penokohan yang benar. Cerita pendek dan lucu sering kali diajarkan hanya untuk bersenang-senang, tetapi sebenarnya cerita-cerita itu bisa memberikan nilai pengajaran yang besar. Secara teknis, suatu cerita pendek yang lucu adalah suatu drama pendek, tidak terencana atau spontan. Sekelompok anak diberi suatu topik dan dalam beberapa menit harus mementaskan cerita itu untuk menyampaikan pesannya. Karena cerita itu harus dipentaskan dalam beberapa menit saja, maka pementasan itu harus sederhana. Guru bisa menggunakan format cerita pendek dan lucu ini untuk meminta murid menggambarkan penerapan pelajaran pada hari itu. "Ann, kelompokmu mementaskan arti dari pelajaran tentang orang Samaria yang baik hati. Tetap gunakan alurnya, tetapi buatlah ceritamu itu seperti yang terjadi pada masa sekarang." Para guru juga bisa membentuk kelompok drama dan kemudian memberikan ide penyelesaian yang terbuka dan melihat apa yang dilakukan oleh anak- anak dalam kelompok itu. "Matt, kelompokmu akan membuat cerita pendek dan lucu tentang pengampunan. Pakailah ruang olahraga sekolah untuk tempatnya." Kegiatan seperti ini bisa menguji tingkat pemahaman murid-murid. Pendekatan yang paling benar untuk mengetahui apakah anak-anak telah menangkap konsepnya atau tidak, terletak pada kemampuan mereka dalam mengekspresikannya dengan menggunakan kata- kata mereka sendiri. Murid-murid mungkin senang memerankan tokoh-tokoh Alkitab dan cerita-cerita mereka dengan menggunakan format perbincangan seperti di TV atau radio. Wawancara, permainan, dan iklan bisa digunakan untuk menyampaikan pelajaran. Naskah, "tape recorder", pengeras suara, dan perlengkapan panggung bisa menghidupkan drama yang dimainkan. "Aku adalah Rasul Paulus, dan aku akan menjadi pemandumu dalam perjalanan ke Tanah Suci hari ini ...." Anda bisa mencoba beberapa ide ini, tetapi jangan terlalu terpancang pada panggung, kostum, atau bahkan dialognya sehingga tujuan intinya menjadi kabur. Tujuan utama Anda dalam menggunakan drama adalah untuk mengajarkan kebenaran yang alkitabiah. Jagalah supaya konsepnya tetap jelas, pembuatannya sederhana, dan murid-murid Anda bisa terlibat secara aktif. Selama mencoba! (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: The Complete Handbook for Children`s Ministry Judul asli artikel: Drama: The Play`s the Thing Penulis: Dr. Robert J. Choun dan Dr. Michael S. Lawson Penerbit: Thomas Nelson Publishers, Nashville 1993 Halaman: 128 -- 130 ______________________________________________________________________ o/ TIPS 1 o/ IDE-IDE DALAM MENGGUNAKAN DRAMA Hidup Ini Adalah Panggung Drama Memang benar! Hidup kita berisi keputusan-keputusan yang lucu dan dramatis, dan juga kesulitan dalam relasi dan masalah. Kita semua adalah "pemain"nya di dunia ini. Drama adalah salah satu dari berbagai teknik belajar yang akan menolong kita mengetahui apa saja yang tertulis dalam Alkitab yang berkaitan dengan hidup kita. Singkatnya, aksi dan reaksi. Aktivitas-aktivitas dan latihan-latihan dramatis akan menolong kita dalam menghadapi keputusan dan masalah kita. Perspektif baru bisa diperoleh dengan menempatkan diri kita dalam situasi dan perasaan lain, atau dari melihat orang lain melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan. Aksi dan reaksi dapat sangat menolong dan menyenangkan, memberikan pilihan-pilihan yang jelas yang berkaitan dengan perbuatan kita sehari-hari. Kata-Kata yang Sama, Tetapi Berbeda Arti Nama Tuhan memiliki ejaan yang berbeda-beda dan arti yang bervariasi, namun semuanya merujuk pada Tuhan. Kata "kasih" (love), dalam bahasa Yunani memiliki ejaan dan arti yang berbeda, tetapi semuanya berarti kasih. Anda kesulitan untuk mengajarkannya? Cobalah cara berikut ini (untuk kelas besar/remaja): Gunakan kata-kata berikut ini: tenda, rusun (rumah susun), rumah, apartemen, kondominium, kediaman. Kata-kata itu semuanya berarti tempat untuk tinggal. Cara Bermain: 1. Ajaklah para murid untuk memberikan empat pasang kata dan Anda menuliskannya di papan tulis atau kertas besar yang ada di kelas. 2. Pilihlah dua sukarelawan untuk berimprovisasi dengan kata-kata itu. Mintalah kepada mereka untuk membuat suatu situasi yang bisa terjadi di tempat kerja, rumah, atau sekolah. Mereka harus berbicara dan memperagakannya. Pastikan setiap kata digunakan dalam sesi itu. Seseorang harus menjadi orang yang antagonis (jahat) dan yang lainnya protagonis (baik hati). Beri mereka sedikit waktu untuk merencanakannya terlebih dahulu. Jagalah supaya tetap mudah dan menyenangkan. Buatlah beberapa peraturan yang berkaitan dengan bagaimana mereka seharusnya bertindak supaya terlihat alami/tidak kaku. 3. Teruskan memilih pasangan untuk berimprovisasi. 4. Akhiri dengan kata-kata positif, seperti mengampuni, memahami, menerima, tidak kasar. 5. Setelah itu, diskusikan bagaimana Alkitab bisa menggunakan teknik ini untuk menjelaskan nama-nama Tuhan, arti dari kasih, dan konsep-konsep lain. (Yesus tiga kali berkata kepada Petrus, "Gembalakanlah domba-domba-Ku.") Memperagakan Tanpa Berkata-Kata (untuk Segala Umur) Berikut beberapa ide untuk menggunakan drama tanpa ada dialog: 1. Pilihlah cerita Alkitab yang dramatis dan singkat. Mintalah satu hingga tiga peserta berpantomim sambil narator membacakan cerita Alkitab itu. Contoh: Hagar dan Ismael, Petrus melarikan diri dari penjara, Yesus meredakan angin ribut. 2. Tambahkan musik dan konflik dalam ide di atas. Contoh lain: dirham (koin) yang hilang, membangun rumah di atas pasir atau batu, lidah-lidah api. 3. Gunakan "tebak-tebakan" dengan cara yang bervariasi; memperagakan salah satu "Buah Roh" dari Galatia 5, memperagakan salah satu cara yang Tuhan pilih untuk berbicara dengan orang-orang pada zaman Alkitab (semak yang terbakar, menulis di dinding, keledai, dsb.), memperagakan salah satu perumpamaan Yesus (penabur benih, orang Samaria yang baik hati, anak yang bengal, dsb.). Tulislah situasi-situasi yang diperankan itu dalam kertas yang dilipat. Masing-masing peserta mengambil satu dan memeragakannya dalam satu menit. 4. Berikut ini adalah pilihan untuk remaja dan yang lebih dewasa: Pelajarilah dengan sungguh-sungguh satu pasal Alkitab yang paling terkenal. Separuh dari waktu dalam kelas digunakan untuk menulis narasi dan dialog, dan kemudian merekamnya. Paruh waktu kelas yang kedua digunakan untuk memperagakannya dengan menggunakan "lip synchs" untuk menyuarakan kata-katanya. Contoh: Ananias dan Safira, Firaun dan tulah-tulah. Metode yang sama juga bisa digunakan untuk memperagakan drama saat ini. Memperagakan dengan Berkata-Kata Berikut beberapa cara menggunakan drama untuk melihat kembali apa yang sudah dipelajari sebelumnya. 1. Bagilah dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok meninjau ulang bahan-bahan yang dipelajari dan kemudian membuat tulisan untuk iklan di radio yang isinya menyampaikan pesan inti. Minta supaya mereka meringkas pesan inti menjadi slogan pendek dan menarik. Buatlah iklan yang dipenuhi dengan slogan ini. Beri waktu kepada tiap kelompok untuk mempraktikkannya dan kemudian membagikan iklan mereka kepada seluruh peserta di kelas. Bila masih ada waktu, setiap kelompok bisa merekam iklan itu sendiri dan memutarnya kembali sekali-kali. 2. Buatlah siaran berita tentang peristiwa yang telah dipelajari. Minta setiap anak menyiapkan diri untuk mewawancarai tokoh utama yang ada di Alkitab. Tulislah beberapa dari isinya dalam bentuk cerita berita singkat. Untuk variasinya, tambahkan laporan mengenai cuaca, olahraga, dan satu atau dua iklan. Bila kelompok Anda terlalu besar, pecahlah menjadi kelompok-kelompok kecil lagi dan berikan bagian yang berbeda untuk tiap kelompok. Mungkin perlu seluruh jam pelajaran untuk melakukan hal ini, khususnya bila Anda harus memilih untuk merekamnya dan kemudian memutarnya kembali. Musik yang Tercipta dari Perjuangan dan Rasa Sakit (Ide dramatis untuk guru yang teorganisir dan berpikir ke depan.) Kebanyakan musik Kristen ditulis berdasarkan pengalaman pahit yang membantu seseorang bertumbuh. Mengapa kebenaran-kebenaran Kristen tidak diajarkan berurutan di dalam kelas dengan cerita-cerita yang tidak langsung mengenai himne favorit dan musik Kristen kontemporer? Kebanyakan gereja dan perpustakaan pendeta memunyai satu buku himne, yang sarat makna di balik penulisan himne itu. Para murid juga bisa menemukan beberapa pengalaman yang penuh perjuangan dan kesulitan yang mendorong ditulisnya lagu-lagu kontemporer. Mereka bisa membaca majalah-majalah musik kristen atau bahkan mencoba menulis komposisinya sendiri (rekaman bisa dijadikan bisnis). Berikut langkah-langkahnya: 1. Adakan penelitian atau menghubungi satu atau beberapa artis untuk menanyakan beberapa hal detail mengenai sejarah kata-kata dalam suatu lagu atau himne. 2. Masing-masing kelompok kemudian menuliskan ini ke dalam suatu skenario dan percakapan. Pastikan peragaannya membangun sebuah klimaks dinamis melalui konflik rohani dan keputusan-keputusan emosional. 3. Naskah ditulis beberapa kali supaya alur cerita akurat dengan pilihan kata yang jelas dan ringkas. 4. Tulisan itu diakhiri dengan lagu (biasanya dinyanyikan oleh anggota kelas dan/atau penonton). 5. Lanjutkan kegiatan ini dengan pembacaan ayat Alkitab yang sesuai, yang menunjukkan bagaimana orang-orang pada zaman Alkitab menghadapi perjuangan dan luka yang sama. 6. Bagilah tugas dan bacalah skenarionya di depan kelas, atau lebih baik, duduklah di bangku dan bacalah skenarionya untuk seluruh penonton. (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: Super Sunday School Source Book Judul asli artikel: Ideas for Using Drama Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: David C. Cook Publishing Co., Illinois 1989 Halaman: 87 -- 88 ______________________________________________________________________ o/ TIPS 2 o/ KREASI DRAMATISASI DALAM BERCERITA 1. Parade Dialog Kreasi ini mengajak anak-anak untuk aktif mengikuti cerita dengan cara membaca dialog yang sudah dibuat guru. Anak-anak akan memerankan tokoh-tokoh cerita dengan cara membaca teks yang diperankannya (seusia naskah). Kreasi ini menarik karena menuntut anak berkonsentrasi pada cerita dan turut aktif terlibat dialog dalam cerita. Urutan Kegiatan: a. Guru membuat naskah dalam bentuk dialog para tokoh yang ada dalam cerita dan memberikannya kepada setiap anak. b. Sebelum cerita dimulai, guru menbagi anak-anak ke dalam beberapa kelompok. Jumlah kelompok sesuai dengan jumlah tokoh yang berdialog dalam naskah itu. Jadi, setiap kelompok memainkan dialog seorang tokoh saja. c. Guru sendiri berperan sebagai moderator yang menjalin dialog para tokoh. d. Anak-anak membaca dialog sesuai dengan tokoh yang diperankannya. e. Sebaiknya adakan 1 -- 2 kali latihan kecil, baru kemudian seluruh dialog dalam naskah diselesaikan. f. Di akhir cerita, mintalah komentar anak-anak mengenai tokoh yang diperankannya dan makna kisah itu. Mungkin juga dengan mengevaluasi tokoh yang diperankan -- sifat, watak, iman, dan perbuatannya. g. Jika sudah terlatih, metode ini dapat ditambah dengan meminta anak-anak bergaya sesuai tokoh yang diperankannya. Berikan mereka waktu sejenak untuk berlatih. Cara yang paling mudah adalah dengan memberikan satu gaya seragam untuk setiap tokoh. 2. Membaca Naskah dengan Satu Gerakan Tertentu Kreasi ini seperti kreasi parade dialog. Anak-anak diminta melakukan gerakan tertentu setiap kali mengucapkan bagian perannya. Urutan Kegiatan: a. Perhatikan kreasi parade dialog. Guru menyiapkan naskah dan membagi anak-anak dalam beberapa kelompok peran, sesuai naskah yang sudah dipersiapkan. b. Guru memberikan contoh cara membaca naskah dan kapan anak-anak harus membaca bagiannya. Guru juga mengajarkan gerakan-gerakan yang harus diperagakan anak-anak ketika membaca bagian tersebut. Jadi, gerakan (acting) dari anak-anak dilatih terlebih dulu. Misal, dalam kisah kelahiran Tuhan Yesus, beberapa tokoh dan gerakannya dapat dilatih sebelumnya. Contoh: - Sekolompok anak berperan sebagai Maria dan ia bergaya seperti orang menyembah setiap kali membaca bagiannya. - Sekelompok anak berperan sebagai Yusuf dan bergaya membawa tongkat setiap kali membaca bagiannya. - Sekelompok anak berperan sebagai malaikat dan bergaya sedang memberkati setiap kali membaca bagiannya. Dalam pelaksanaannya, guru harus menjadi penjalin cerita dengan menjadi narator. Di akhir cerita, guru menjelaskan pelajaran sesuai dengan tujuannya. 3. Membaca Naskah Drama dan "Action" Kreasi ini seperti kreasi nomor 1 dan 2. Anak-anak diminta melakukan gerakan sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan dan disesuaikan dengan isi pesan yang dikatakan tokoh. Agar berjalan dengan baik, guru perlu membuat naskah drama, lengkap dengan dialog dan gerakan yang harus dilakukan. Tidak seperti kreasi 2, di mana gerakannya hanya satu saja untuk kalimat apapun yang diucapkan oleh tokoh yang diperankan, dalam kreasi nomor 3 ini, gerakannya disesuaikan dengan isi perkataannya. 4. Sosiodrama Guru dan Anak Sosiodrama merupakan penyajian cerita yang didramakan. Dengan demikian, anak-anak dapat mendengar ceria melalui apa yang mereka lihat dan amati. Oleh sebab itu, guru harus mempersiapkannya secara matang agar anak-anak tidak memeroleh gambaran yang keliru. Supaya menarik, sosiodrama dapat melibatkan beberapa anak. Urutan Kegiatan: a. Beberapa hari sebelum pementasan, guru mempersiapkan dan melatih sosiodrama dalam beberapa babak. b. Guru mempersiapkan pementasan berupa dekorasi, kostum, "sound system" (jika diperlukan), dan sebagainya. c. Guru memnta anak-anak menyimak sosiodrama yang akan dimainkan. d. Pementasan sosiodrama beberapa babak. e. Setiap pergantian babak, guru yang bertugas sebagai pembawa cerita meminta naka-anak memberikan pendapat terhadap babak yang sudah berlangsung. Guru juga memberikan beberapa pelajaran sesuai dengan babak yang sudah dilihat anak-anak. f. Pada akhir acara, guru membuat kesimpulan cerita. 5. Sosiodrama Anak Beberapa Babak Metode sosiodrama bagi anak-anak akan menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan sekaligus menantang. Sosiodrama akan lebih menarik jika anak-anak sendiri yang memerankan. Supaya lebih terarah dan tepat sasaran, sosiodrama dibagi menjadi beberapa babak dan setiap babak diperankan oleh satu kelompok anak. Dengan demikian, anak-anak akan dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan babak yang dibutuhkan. Hasil yang diperoleh akan lebih baik jika mereka diberi waktu untuk berlatih. Pada akhir sosiodrama, guru memberi komentar dan membuat sebuah kesimpulan. Anak-anak juga diberi kesempatan memberi komentar. Urutan Kegiatan: Guru mengumpulkan anak-anak dan mengelompokkannya menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari beberapa anak. Jumlah anggota kelompok harus sama. a. Guru menentukan tema cerita dan babak-babak yang akan dimainkan. Guru membagi tugas. Satu babak cerita menjadi tugas satu kelompok anak untuk mendramakannya. b. Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk berlatih sesuai dengan babak yang harus mereka mainkan. Berikan kebebasan bagi mereka untuk menentukan pembagian peran, dialog, dan sebagainya. c. Pementasan dilakukan dengan guru sebagai narator dan yang bertugas menyambung setiap babak sosiodrama. Sebaiknya, tiap babak dibatasi waktu pementasannya (lima menit), dan selalu diakhiri dengan tepuk tangan. d. Pada akhir sosiodrama, guru memberi komentar/kesimpulan atas tujuan cerita. Selain itu, guru juga mengumumkan nilai tiap kelompok dalam pementasan. Jika memungkinkan, guru dapat memberikan kenang-kenangan bagi kelompok yang paling baik memainkan peranannya. 6. Sosiodrama Anak yang Dilombakan Setelah kreasi 1 -- 4 di atas diujicobakan kepada anak-anak di kelas, dalam jangka waktu tertentu, mereka akan semakin menyukai kreasi ini. Nah, kreasi ini merupakan kelanjutan-kelanjutan dari kreasi-kreasi dramatisasi cerita oleh anak-anak. Kreasi ini akan lebih menarik jika dilombakan. Anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok. Supaya hasil pementasan lebih bagus, anak-anak diberi waktu yang cukup untuk berlatih. Akan lebih menarik lagi jika mereka menggunakan kostum yang sederhana dan alat bantu yang lain. Pada waktu pementasan, bila memungkinkan, guru dapat mempersiapkan panggung sederhana dengan dekorasi dan hiasan lain yang mendukung. Hal ini diperlukan untuk memotivasi anak-anak agar tampil sebaik-baiknya. Perlu ditekankan pula bahwa anak-anak harus menyimak pementasan yang dilakukan kelompok lain dan tidak sibuk dengan persiapan kelompoknya sendiri. Guru perlu mengajarkan kepada anak-anak agar mereka belajar menghargai karya orang lain. Berikan tepuk tangan setiap akhir pementasan. Kelompok yang paling bagus dapat diberi penghargaan. Di akhir pementasan, guru memberikan ulasan singkat tentang cerita yang didramakan. Diringkas dari: Judul buku: Metode Anak Aktif dalam Bercerita dan Membaca Alkitab Judul artikel: Kreasi Dramatisasi dalam Bercerita Penulis: Paulus Lie Penerbit: Yayasan Andi, Yogyakarta 2002 Halaman: 22 -- 33 ______________________________________________________________________ o/ WARNET PENA o/ NASKAH SKIT DALAM FISHERS OF KIDS http://www.fishersofkids.com/skits.htm Membuat naskah drama mungkin merupakan hal yang sulit bagi sebagian pelayan anak. Namun, dengan terus berlatih dan banyak menggali ilmu dari sumber-sumber yang tersedia, memungkinkan kita untuk menjadi penulis naskah drama sekolah minggu. Salah satu cara untuk belajar adalah mengamati naskah-naskah drama yang sudah ada. Selain itu, naskah drama yang sudah tersedia dapat menjadi ide pula dalam kegiatan drama di sekolah minggu kita. Salah satu sumber untuk mengail ide seputar drama adalah dalam halaman Skits dari situs Fishers of Kids. Melalui halaman tersebut, kita diantar untuk mengunduh lebih dari dua puluh ide drama pendek dan lucu (skit), juga untuk panggung boneka. Menarik, bukan?. Untuk melihat lebih jelas lagi, silakan kunjungi segera halaman tersebut. Selamat berkreasi! Oleh: Davida (Redaksi) ______________________________________________________________________ o/ MUTIARA GURU o/ Biarkan sekolah minggu selalu mengajar tentang Kristus setiap waktu. Guru yang hanya fokus pada Sang Guru Agung, akan memiliki sorotan mata-Nya yang tersenyum seperti matahari, yang dalam kekuatannya, menyinari mereka selamanya. - Stephen Higginson Tyng, Jr. - ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi: <binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org> ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Christiana Ratri Yuliani Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2008 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/ Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak ______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |