Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/315 |
|
e-BinaAnak edisi 315 (31-1-2007)
|
|
______________________________e-BinaAnak______________________________ Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak ================================================== Daftar Isi: 315/Januari/2007 ---------- - SALAM DARI REDAKSI - ARTIKEL (1) : Jika Anak Telah Kecanduan Video Game - ARTIKEL (2) : Bermain Game, Baik atau Buruk? - AKTIVITAS : Aneka Permainan Alkitab - WARNET PENA : Telaga: Anak dan Video Game - MUTIARA GURU o/ SALAM DARI REDAKSI o/ Salam kasih, Mainan elektronik saat ini bertebaran bak jamur di musim hujan. Mungkin anak-anak akan sangat menyenangi kecanggihan permainan- permainan itu. Tetapi kesenangan anak tidak jarang membawa kekhawatiran tersendiri bagi para pendidik dan orang tua. Betapa tidak? Apa pun bentuknya, mainan elektronik membawa dampak bagi kehidupan anak. Dampak itu bisa baik, tapi bisa juga buruk. Namun, mainan elektronik anak sekarang ini, banyak dinilai para pendidik sebagai alat yang justru membawa dampak negatif pada anak. Lalu, apa yang harus pendidik dan orang tua lakukan untuk menyikapinya? Silakan simak kupasan mengenai video game dalam edisi kali ini. Dua artikel yang disajikan akan membawa Anda melihat bahwa selain dampak negatif ada pula hal-hal positif yang ditimbulkan. Tetapi untuk mendapatkan manfaat positif tersebut tentu saja diperlukan keterlibatan para pendidik dan orang tua. Selamat membaca! Redaksi e-BinaAnak Davida Welni Dana "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Roma+12:2 > o/ ARTIKEL (1) o/ JIKA ANAK TELAH KECANDUAN VIDEO GAME ==================================== Oleh : Kristina Dwi Lestari Panas terik tidak dirasakan oleh Wahid dan Budi. Tanpa pulang terlebih dulu, langkah mereka segera bergegas menuju tempat penyewaan play station 2 (PS 2) dan video game. Lapar sepertinya tidak menjadi alasan mereka untuk menyelesaikan game konsol (video game console) terbaru, yang keluaran terbarunya selalu diburu oleh para pencandu video game. Jari mereka memencet-mencet tombol konsol yang ada di tangannya. Sementara matanya tak lepas dari layar monitor yang tengah menayangkan gerak akrobatis tokoh yang dikendalikannya. Mengatasi rintangan sambil menghadapi musuh-musuhnya. Begitu tokohnya mati dan permainan berakhir, dia segera mengulang dari awal dengan rasa penasaran. Tidak cukup satu atau dua jam, Wahid dan Budi bisa sampai berjam-jam sebelum dia benar-benar bisa memecahkan rasa penasaran akan permainan itu. Ilustrasi di atas adalah kejadian nyata yang mungkin juga pernah Anda temui pada saudara, teman, atau bahkan anak didik Anda di sekolah minggu. Disadari atau tidak, dewasa ini video game bak candu bagi anak-anak kita. Masalah ini bisa menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan jika tidak ada kontrol atau perhatian yang serius dari orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti sekolah minggu. Kata candu diasumsikan sebagai sesuatu yang menjadi kegemaran (KBBI 2001: 191). Candu video game ibarat sesuatu kegiatan yang amat disukai oleh seseorang dan menyebabkan seseorang menjadi ketagihan sehingga melakukannya secara terus-menerus. Kecanggihan game di abad 21 ini dirasa berkembang pesat dan semakin banyak dibuat. Anda bisa membuktikannya manakala Anda sedang berkunjung di sebuah pusat perbelanjaan dan melewati sebuah toko yang menyediakan peranti-piranti video game dan play station. Para konsumen berjubel mulai dari orang dewasa sampai anak-anak mengantri hanya untuk membeli game-game terbaru. Mark Griffiths, seorang pakar video game, mengungkapkan bahwa game bisa membuat orang lebih bermotivasi. "Video game abad ke-21 dalam beberapa segi lebih memberi kepuasan psikologis daripada game tahun 1980-an." Untuk memainkannya perlu ketrampilan lebih kompleks, kecekatan lebih tinggi, serta menampilkan masalah yang lebih relevan secara sosial dan gambar yang lebih realistis. Kata kunci dari pernyataan tersebut adalah "kepuasan psikologis", di mana anak terdorong untuk menuntaskan dan memenangkan permainan yang berada di video game tersebut. Mari bersama-sama melihat sejauh mana dampak negatif video game yang bisa sampai menjadi candu bagi anak-anak kita. Dampak di sini tidak bersifat sementara, namun dapat bersifat jangka panjang. Dalam jangka panjang, salah satu dampaknya adalah banyaknya waktu yang sedikit banyak berpengaruh pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan, keadaan psikis anak, dan kehidupan sosial anak. 1. Aspek Pendidikan Mohammad Fauzil Adhim, dalam artikelnya, berpendapat bahwa anak yang gemar bermain video game adalah anak yang sangat menyukai tantangan. Anak-anak ini cenderung tidak menyukai rangsangan yang daya tariknya lemah, monoton, tidak menantang, dan lamban. Hal ini setidaknya berakibat pada proses belajar akademis. Suasana kelas seolah-olah merupakan penjara bagi jiwanya. Tubuhnya ada di kelas tetapi pikiran, rasa penasaran, dan keinginannya ada di video game. Sepertinya sedang belajar, tetapi pikirannya sibuk mengolah bayang-bayang game yang mendebarkan. Kadangkala anak juga jadi malas belajar atau sering membolos sekolah hanya untuk bermain game. Uniknya, beberapa penelitian mengatakan bahwa anak yang fanatik bermain game biasanya merupakan individu yang berintelijensi tinggi, bermotivasi, dan berorientasi pada prestasi. Namun, kecanggihan game yang terus berkembang dan makin bertambah banyak pada abad 21 ini, masih menimbulkan tanda tanya apakah game berpengaruh pada orientasi prestasi seseorang. 2. Aspek Kesehatan Dari sisi kesehatan, pengaruh kecanduan video game bagi anak jelas banyak sekali dampaknya. Untuk menghabiskan waktu bermain game, anak yang telah kecanduan ini tidak hanya membutuhkan waktu yang sedikit. Penelitian Griffiths pada anak usia awal belasan tahun menunjukkan bahwa hampir sepertiga waktu digunakan anak untuk bermain video game setiap hari. "Yang lebih mengkhawatirkan, sekitar 7%-nya bermain paling sedikit selama 30 jam per minggu." Selama itu anak kita hanya duduk sehingga memberi dampak pada sendi-sendi tulangnya. Seperti dikemukakan Rab A.B., di London terdapat fenomena "Repetitive Strain Injury" (RSI) yang melanda anak berusia tujuh tahun. Penyakit ini semacam nyeri sendi yang menyerang anak-anak pecandu video game. Jika tidak ditangani secara serius dampak yang terparah adalah menyebabkan kecacatan pada anak. Hal semacam inilah yang seharusnya patut kita perhatikan. 3. Aspek Psikologis Berjam-jam duduk untuk bermain video game berdampak juga pada keadaan psikis anak. Anak dapat berperilaku pasif atau sebaliknya anak akan bertindak sangat aktif atau agresif. Perilaku pasif yang biasa muncul adalah anak jadi apatis dengan lingkungan sekitar, kehidupan sosialisasi anak agak sedikit terganggu karena anak jauh lebih senang bermain dengan game-gamenya daripada bergaul dengan teman-temannya. Video game dapat juga menyebabkan anak dapat berperilaku aktif bahkan bisa agresif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh game-game yang dewasa ini banyak menghadirkan adegan kekerasan. Dalam waktu selama itu anak hanya berinteraksi dengan kekerasan, gambar yang bergerak cepat, ancaman yang setiap detik selalu bertambah besar, serta dorongan untuk membunuh secepat-cepatnya. "Anak mengembangkan naluri membunuh yang impulsif, sadis dan ngawur," tambah Fauzil Adhim. Sangat mengerikan sekali jika tidak ada kontrol dari orang tua untuk menyikapi hal tersebut. Adalah tugas semua pihak, baik dari institusi sekolah, orang tua maupun guru sekolah minggu untuk lebih memerhatikan fenomena video game yang terlalu dalam mempengaruhi anak. Jika anak kita belum terlanjur kecanduan video game ambillah langkah yang bijak dalam menangani masalah ini. Berikut langkah yang bisa diambil. 1. Berikan waktu luang dan perhatian yang banyak kepada anak-anak Anda. Ada kesan bahwa orang tua yang sibuk bekerja dengan mudah menyediakan perangkat video game hanya karena alasan tidak mau repot dengan anak. Mereka mau membelikan apa pun asalkan dapat membuat anak diam. Seharusnya, orang tua boleh memberikan mainan yang anak minta asalkan ada kendali juga dari orang tua. Padahal cara ini bisa berdampak pada lemahnya ketrampilan emosi anak. Mereka tidak belajar bagaimana mengelola keinginan atau mengambil pertimbangan, tegas Fauzil Adhim. 2. Orang tua harus lebih selektif dalam mencarikan mainan buat anak-anaknya. Sebisa mungkin permainan yang mempunyai unsur edukatif bukan permainan yang mempertontonkan adegan kekerasan. 3. Buatlah sebuah peraturan yang dibuat oleh Anda dengan anak Anda secara bersama-sama. Di antaranya perihal batasan waktu antara anak bermain game, belajar, dan kegiatan sosialisasi anak dengan teman-temannya. 4. Orang tua harus menanamkan pemahaman keagamaan kepada anak dengan baik. Dari segi kerohanian, orang tua dapat melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan sekolah minggu, mengadakan doa atau saat teduh bersama anak di rumah. Sebab hal ini akan berpengaruh kepada moral anak. Singgih D. Gunarsa menegaskan bahwa moral anak dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan teman-teman sebaya, segi keagamaan, juga aktivitas-aktivitas rekreasi (2003: 40-45). Aktivitas rekreasi di dalamnya meliputi film, radio, televisi, video game, dan buku-buku. Bagaimana jika Anda saat ini sedang menghadapi anak yang telah terlanjur kecanduan dan sulit sekali mengubah kebiasaan bermain gamenya? Bahwa anak jadi mengorbankan kegiatan sosialnya, enggan mengerjakan PR, dan ingin mengurangi ketergantungannya tapi tak bisa adalah beberapa indikasi anak kecanduan video game. Memang perlu usaha yang keras untuk dapat mengembalikan keadaan anak seperti semula. Apakah anak perlu diterapi? Mungkin saja jika tarafnya sudah sedemikian parahnya. Orang tua harus melibatkan ahli-ahli lain untuk mengembalikan anak pada kondisi normal, bisa belajar berpikir dengan baik, mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan sekolah, serta dapat mengikuti proses belajar-mengajar di sekolah dengan wajar. Menurut Fauzil Adhim, terapi juga diarahkan agar anak bisa belajar mengelola emosinya, mampu menghidupkan perasaannya dengan baik dan sehat, serta belajar menumbuhkan inisiatif positif. Sudah saatnya kita sebagai pembimbing anak untuk mengambil bagian dari usaha meminimalisir serangan teknologi yang semakin berkembang ini. Selamat melayani anak-anak Anda dan selamat membentengi mereka dengan norma-norma yang sesuai dengan perintah Tuhan kita Yesus Kristus. Sumber bacaan: Gunarsa, D. Singgih. 2003. "Psikologi Perkembangan". Jakarta: BPK Gunung Mulia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Balai Pustaka. Adhim, Mohammad Fauzil. 2006. "Memenjarakan Anak dengan Kebebasan". Dalam http://www.mail-archive.com/daarut-tauhiid(at)yahoogroups.com/msg01826.html A.B., Rab. 2006. "Dampak Video Games Pada Anak Perlu Diwaspadai". Dalam http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=491&page=2 o/ ARTIKEL (2)o/ BERMAIN GAME, BAIK ATAU BURUK? ============================== Oleh: Eko Ramaditya Adikara Meski industri game berkembang sangat pesat belakangan ini (bayangkan, 34 miliar dolar per tahun di Amerika saja), tapi sampai sekarang media hiburan yang satu ini masih saja menimbulkan pro dan kontra soal baik-buruknya. Mulai dari kalangan politikus, orang tua, guru, bahkan gamer sendiri tak pernah berhenti mempermasalahkan dampak dari game. Bak petarung di game yang berhadapan satu lawan satu, "baik" dan "buruk" akan terus saling mendominasi. Kalau Anda punya sedikit waktu, bolehlah ikut menyaksikan pertarungan dua kubu ini. Menang atau kalahnya tentu berpulang pada diri sendiri. Siap?! VIDEO GAME ITU BURUK Membuat orang jadi bodoh! Tak disangka kalau pernyataan ini justru datang dari tanah airnya video game, Jepang! Profesor Ryuta Kawashima di Universitas Sendai`s Tokohu menyimpulkan bahwa "sound" dan "vision" game-game Nintendo dapat merusak sebagian otak, walaupun tidak menstimulasi bagian lain. "Kami cemas dengan generasi anak-anak berikutnya yang main video game," ujar Kawashima. "Kegiatan ini berdampak munculnya kekerasan di masyarakat. Anak-anak itu akan berlaku yang lebih buruk lagi kalau mereka cuma main game dan mogok belajar matematika atau tidak suka membaca." Membuat orang terisolir! Dulu pernah terjadi kematian tragis gara-gara game. Shawn Woolley, fans berat EverQuest tewas setelah bermain game online. Kini ibu Woolley mengelola OnLine Gamers Anonymous, grup berbasis Web untuk orang-orang telah terisolasi dan terbuang akibat game. Jumlah anggotanya sekarang mencapai 650 orang (data terakhir tahun 2003). Membuat orang ketagihan. Orang tua, pasangan suami istri, dan sejumlah ilmuwan mengamati fenomena yang disebut "ketagihan video game". Fenomena ini sering terjadi di kalangan penggemar game berjenis Massive Multiplayer Online RPG (MMORPG) seperti Ragnarok Online, Pangya, atau serial klasik EverQuest. Mereka jadi malas bekerja, bersosialisasi dengan teman, bahkan kehilangan nafsu makan. Pokoknya, yang terpikir di benak mereka hanyalah game, game, dan game! Baru-baru ini terjadi tiga kasus di Asia, di antaranya seorang pemuda yang pingsan di WARNET setelah berjam-jam bermain game online. Psikolog tak tinggal diam melihat fenomena ini, mereka pun beraksi. Maressa Orzack, dosen fakultas psikologi di Harvard University, mengelola klinik pertama di Amerika yang melayani jasa konsultasi bagi pencandu game. Tempatnya di Rumah Sakit McLean. Mengganggu Kesehatan! Belakangan ini kritik bermunculan seputar pengendali (controller) yang bisa menimbulkan rasa sakit di jari dan tangan. Pada tahun 2002, Jurnal Kesehatan Inggris memublikasikan artikel tentang seorang anak berusia lima belas tahun yang mengalami radang jari tangan setelah main Playstation selama tujuh jam non-stop. Dokter-dokter menganalisa kalau anak itu menderita "sindrom vibrasi lengan" karena terlalu lama memegang pengendali. Menimbulkan kekerasan! Kalau boleh dibilang, ini adalah salah satu alasan terbesar mengapa video game dianggap buruk. Kontroversi ini muncul tahun 1993 ketika senator Joseph Lieberman berkampanye menentang serial Mortal Kombat, sebuah game pertarungan yang penuh adegan kekerasan dan banjir darah. Ia juga menarik penayangan serial tv anak, Captain Kangaroo. Menurut Lieberman, orang tua harus berjaga-jaga dengan "wabah penyakit" yang bisa menyerang anak-anak di rumah. Soalnya wabah yang satu ini dapat menimbulkan kekerasan. Sejak saat itu, para ahli bedah dan asosiasi psikologi Amerika "tergoda" untuk menghubungkan kekerasan video game dengan kenyataan yang terjadi. Sayang, hasil penelitian itu belum juga ditemukan. VIDEO GAME ITU BAIK Membuat orang pintar! Penelitian di Manchester University dan Central Lanchashire University membuktikan bahwa penggemar game yang bermain game 18 jam per minggu memiliki koordinasi yang baik antara tangan dan mata setara dengan kemampuan atlet. Dr. Jo Bryce, kepala penelitian menemukan bahwa hardcore gamer punya daya konsentrasitinggi yang memungkinkan mereka mampu menuntaskan beberapa tugas. Penelitian lain di Rochester University mengungkapkan bahwa anak-anak yang memainkan game action secara teratur memiliki ketajaman mata yang lebih cepat daripada mereka yang tidak terbiasa dengan joypad. NASA telah mengembangkan sistem biofeedback yang menggunakan game-game PS, seperti Spyro the Dragon dan Tony Hawk`s Pro Skater untuk meningkatkan daya konsentrasi pilot pesawat tempur. Lalu sebuah perusahaan bernama Attention Builders memasarkan home version-nya sistem yang dikeluarkan NASA itu untuk meningkatkan kinerja otak. Rajin membaca! Video game dibuat bukan untuk menggantikan buku. Jadi, keluhan soal bermain game yang dapat menurunkan budaya membaca tidaklah beralasan. Justru kebalikannya. Psikolog di Finland University menyatakan bahwa video game bisa membantu anak-anak dislexia untuk meningkatkan kemampuan baca mereka. Begitu pula gamer yang hobi memainkan game berjenis role-playing game (RPG) di konsol modern. Dialog-dialog dalam RPG-RPG kenamaan seperti Final Fantasy dan Phantasy Star dapat memacu otak untuk mencerna cerita. Membantu bersosialisasi! Beberapa profesor di Loyola University, Chicago telah mengadakan penelitian dalam komunitas Counter Strike, game First Person Shooter PC yang telah dibuat versi Xbox-nya. Menurut mereka, game online dapat menumbuhkan interaksi sosial yang menentang stereotip gamer yang terisolasi. Sama juga dengan komunitas game RPG EverQuest dan Phantasy Star Online. Game-game ini menyediakan sarana interaksi sosial di kalangan anak remaja. Mengusir stres! Politikus dan orang tua meributkan kekerasan akibat video game. Sebetulnya, mereka tak mau mengakui kalau game itu salah satu cara yang tidak berbahaya untuk mengusir stres. Pertempurannya virtual, senjatanya palsu, dan darahnya juga bohongan. Bahkan "first-person shooter" yang paling keras pun serba digital. Para peneliti di Indiana University menjelaskan bahwa bermain game dapat mengendurkan ketegangan syaraf. Memulihkan kondisi tubuh! Game terbukti dapat digunakan untuk pasien yang sedang mendapat terapi fisik. "Biarkan mereka main," kata Dr. Mark Griffiths, psikolog di Nottingham Trent University. Ia melakukan penelitian sejauh mana manfaat game dalam terapi fisik. "Latihan fisik yang berulang-ulang dan membosankan agak sulit menyembuhkan seseorang akibat luka parah." Pengenalan video game dalam terapi fisik ternyata sangat menguntungkan. Beberapa game digunakannya untuk membentuk otot sampai melatih anak-anak yang menderita diabetes sebagai pelengkap pengobatan medis. *) Penulis, Eko Ramaditya Adikara (Rama), adalah seorang tuna-netra yang gemar menulis menggunakan komputer. Penulis tergabung dalam Yayasan Mitra Netra (MitraNetra.or.id). Blog pribadinya dapat dibaca di alamat www.ramaditya.com. Bahan diambil dari sumber: Nama situs : DetikInet Penulis : Eko Ramaditya Adikara URL artikel: www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/07/tgl/31/time/122559/idnews/646663/idkanal/399 o/ AKTIVITAS o/ ANEKA PERMAINAN ALKITAB ======================= 1. Menebak tokoh Alkitab --------------------- Seorang pemain diminta ke luar ruangan, sementara anggota kelompok menetapkan dan memilih untuk membicarakan tentang seorang tokoh Alktiab. Setelah diberi cukup waktu, pemain itu dipanggil masuk. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mencoba menemukan siapa tokoh itu. Orang-orang lainnya mencoba menyembunyikan jawaban sedemikian rupa tanpa berbohong. Ketika nama tokoh itu akhirnya dapat diterka dengan tepat, maka anggota kelompok yang menyebabkan terkaan berhasil harus keluar ruangan. Kini ia menjadi penebak. Permainan dilanjutkan seperti tadi dan orang tersebut dipangil masuk. 2. Sandi Alkitab ------------- Siapkanlah lima buah pernyataan mengenai suatu kota ataupun tokoh Alkitab. Bacalah pernyataan itu satu demi satu dan minta seorang peserta menebak tempat atau tokoh tersebut. Kalau ia berhasil menebak sesudah pernyataan pertama Anda bacakan, ia mendapat angka 100. Bila ia menebaknya dengan tepat sesudah pernyataan kedua Anda bacakan, ia mendapat angka 50. Yang ketiga angkanya 25, yang keempat 10, dan yang kelima 5 angka. Susunlah pernyataan tersebut sedemikian rupa sehingga kelihatannya semakin sukar. 3. Benda-benda Alkitab ------------------- Sebutkan nama benda penting dalam sebuah cerita Alkitab dan mintalah pemain menebak setiap cerita itu. Sering sekali ada beberapa kemungkinan yang berhubungan denga suatu benda tertentu. Misalnya, "batu" berhubungan dengan cerita Musa, Daud, Stefanus, maupun peristiwa-persitiwa lain. Anda dapat dengan mudah memperoleh nama-nama benda dalam konkordansi. Bahan diambil dan diedit dari sumber: Judul buku: Belajar Alkitab Melalui Permainan Penulis : Ronald F. Keeler Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997 Halaman : 71 -- 72 o/ WARNET PENA o/ TELAGA: ANAK DAN VIDEO GAME =========================== http://www.telaga.org/transkrip.php?anak_dan_video_game.htm Ingin mengetahui pendapat seorang konselor rohani senior mengenai anak dan video game? Silakan kunjungi alamat URL di atas. Dalam halaman tersebut Anda dapat membaca transkrip perbincangan dalam siaran radio Telaga mengenai dampak video game terhadap anak. Bagaimana orang tua dapat menyikapi pengaruh tersebut? Langsung saja simak transkrip lengkapnya. Kiriman: Ratri <ratri(at)xxxx> o/ MUTIARA GURU o/ Musuh terbesar dari lapar akan Allah bukanlah racun, tetapi makanan enak. Bukan sekumpulan dosa yang akan melemahkan hasarat kita akap perkara surgawi, tetapi tanggapan kita yang tak habis-habisnya terhadap hal-hal yang dunia tawarkan. - John Piper - ---------------------------------------------------------------------- Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <staf-BinaAnak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> ---------------------------------------------------------------------- Pemimpin redaksi: Davida Welni Dana Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2007 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan : <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Alamat Berhenti : <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Arsip e-BinaAnak : http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/ ------------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU --------------
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |