Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/217 |
|
e-BinaAnak edisi 217 (23-2-2005)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <>< ================================================== Daftar Isi: Edisi 217/Pebruari/2005 ---------- o/ SALAM DARI REDAKSI o/ TIPS (1) : Mendisiplin Anak dengan Cinta o/ TIPS (2) : Mendisiplin Murid dengan Kasih o/ KESAKSIAN : Pendisiplinan Seorang Ibu o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Pelanggan Baru o/ MUTIARA GURU o/----------------------------------------------------------------o/ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <staf-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org> ______________________________________________________________________ o/ SALAM DARI REDAKSI --------------------------------------------o/ Salam Kasih, Menutup bulan Pebruari ini, "Mendisiplin dengan Kasih" adalah topik terakhir yang kami angkat. Topik tersebut mungkin terdengar bertolak belakang dengan topik dua minggu yang lalu, "Mendisiplin dengan Hukuman". Mendisiplin memang sering diidentikkan dengan hukuman atas pelanggaran terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Namun, pada dasarnya mendisiplin anak merupakan wujud kasih kita sebagai seorang pendidik (guru dan orangtua), kepada anak-anak yang kita didik. Mengapa demikian? Nah, ikutilah sajian e-BinaAnak minggu ini, yang berupa dua buah Tips dan satu buah Kesaksian yang kami harap dapat menolong kita para guru memiliki sikap yang benar dalam mendisiplin anak. Silakan menyimak dan selamat mendisiplin! (Ra) Tim Redaksi "Berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah." (Amsal 9:9) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Amsal+9:9 > ______________________________________________________________________ o/ TIPS (1) ------------------------------------------------------o/ -o- MENDISIPLIN ANAK DENGAN CINTA -o-- ============================= Disiplin berarti menolong anak untuk belajar mematuhi aturan dan tata tertib dalam kehidupan bersama, entah dalam lingkungan keluarga, masyarakat, atau sekolah. Disiplin sebagai sikap sangat penting agar anak tidak berperilaku semau gue, anak juga belajar untuk mengendalikan diri. Oleh sebab itu, disiplin sering dikonotasikan dengan tindakan `ketegasan` atau `hukuman` terhadap pelanggaran yang dilakukan anak. Tak jarang, atas nama kedisiplinan, orangtua atau guru bisa melakukan kekerasan terhadap anak. Bagaimana semestinya mendisiplinkan anak? Sering terdengar keluhan bahwa anak-anak sekarang sulit didisiplin, cenderung melawan dan berani membantah orangtua atau guru. Tindakan- tindakan kekerasan bukannya mengubah perilaku, malah memperburuk hubungannya dengan anak. Di samping itu, ada pendapat agar orangtua lebih bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap anak. Apakah sikap "lembek" dan permisif semacam ini justru tidak akan memperburuk keadaan, membuat anak-anak semakin brutal, dan tidak tahu sopan santun dan aturan? Di tengah situasi dilematis begini, agar pendisiplinan dapat efektif, kiat-kiat berikut perlu diperhatikan. 1. Anak harus merasa dicintai. --------------------------- Kebutuhan dasar setiap anak adalah dicintai dan diterima tanpa syarat. Anak benar-benar merasakan bahwa orangtuanya mencintai dirinya melalui tindakan nyata sehari-hari yang terungkap melalui kata-kata ataupun perbuatan. Ketika kebutuhan dasar ini terpenuhi, anak cenderung berpikir positif dan kooperatif dengan orangtua. Dengan merasa dicintai, anak akan menerima tindakan pendisiplinan dan hukuman secara positif. Mereka percaya bahwa apa pun yang dilakukan orangtua adalah demi kebaikan dirinya. Sebaliknya, jika anak merasa tidak dicintai dan tidak diterima, apa pun yang dilakukan orangtua cenderung dinilai secara negatif. Secara naluriah anak pun bereaksi terhadap tindakan pendisiplinan, bisa berupa perlawanan, protes, atau sikap tak acuh. Pendisiplinan tanpa didasari oleh rasa cinta hanya akan melahirkan kemarahan, kebencian, dan balas dendam dalam diri seorang anak. 2. Tetapkan aturan bersama. ------------------------ Jika tindakan disiplin menyangkut aturan dan tata tertib, sebaiknya anak sudah mengetahui terlebih dulu risiko yang akan ditanggungnya jika melanggar aturan tersebut. Hukuman yang tiba- tiba, sering dimengerti anak sebagai tindakan yang tidak adil sehingga reaksi pun negatif dan tidak efektif. Misalnya, orangtua menerapkan aturan agar anak makan malam bersama pukul tujuh di rumah, sedangkan bagi yang tidak bisa harus memberitahu sebelumnya, atau setidaknya menelepon. Bagi yang melanggar, hukumannya adalah "tugas mencuci piring pada hari berikutnya". Jika aturan ini disepakati bersama, masing-masing anggota keluarga akan berusaha memberikan komitmen dengan senang hati, bagi yang terpaksa melanggar pun hukuman bisa dijalankan tanpa diwarnai amarah dan kebencian. Aturan-aturan yang dibuat dalam keluarga dan disepakati bersama akan menjadi media belajar bagi anak untuk menumbuhkan sikap solidaritas dan tanggung jawab. Orangtua pun tidak harus memaksakan otoritasnya karena aturan dengan sendiri sudah berfungsi sebagai alat pendisiplinan. 3. Anak tahu kesalahan. -------------------- Ketika anak melakukan tindakan negatif, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, apakah anak sengaja atau tanpa unsur kesengajaan. Kedua, apakah anak menyadari kesalahannya atau tanpa penyesalan sedikit pun. Tindakan pendisiplinan mutlak perlu dan paling keras diberikan jika anak sengaja dan tidak menyesali perbuatannya. Jika anak sengaja tetapi menyesali perbuatannya, berarti anak mau belajar dari kesalahan. Di kemudian hari, pendisiplinan yang terlalu keras justru tidak mendidik karena anak merasa tidak dihargai. Jika anak tidak sengaja, dan menyesali perbuatannya, maka yang paling bijak adalah tindakan memaafkan karena pada prinsipnya anak tidak bersalah. Dalam kasus-kasus seperti ini, orangtua benar-benar harus berlaku bijaksana agar tindakan pendisiplinan memiliki nilai edukatif yang mampu mengubah perilaku anak ke arah yang lebih positif. 4. Bukan amarah dan emosi. ----------------------- Tak jarang tindakan pendisiplinan didorong oleh rasa marah dan suasana emosional karena harga diri dan kewibawaan orangtua terasa dirongrong, atau frustrasi menghadapi perlawanan anak. Jika hal ini yang terjadi, tindakan pendisiplinan tentu tidak efektif, bahkan bisa menjadi bumerang di kemudian hari. Orangtua terlebih dulu perlu introspeksi, apakah masih dikuasai emosi dan amarah, dan apakah tindakan Anda masih rasional, semata-mata demi kepentingan dan kebaikan anak atau tidak. Tunjukkan atau katakan bahwa Anda tetap menghormati dan mencintai pribadi anak, Anda hanya tidak menyetujui perbuatannya. Cara ini akan mengurangi resistensi anak dan memotivasi untuk membangun sikap positif. Tidak ada kesan bagi orangtua untuk melakukan pembalasan terhadap kesalahan anak, justru sebaliknya timbulnya kesan dalam diri anak bahwa Anda terpaksa melakukannya. Dengan cara demikian, tindakan pendisiplinan sebagai koreksi atas perbuatan anak. 5. Harga perubahan. ---------------- Sering timbul kesan dalam diri anak bahwa orangtua bisanya hanya melihat kekurangan dan kurang bisa menghargai hal yang positif. Ketika anak melakukan tindak negatif, baru orangtua bereaksi, tetapi ketika anak menunjukkan perilaku positif, tak ada penghargaan apa pun. Penggunaan kata "selalu" atau "tidak pernah" membuat anak merasa tak dihargai, misalnya "Kamu selalu malas!" atau "kamu tidak pernah nurut sama orangtua!". Apakah selamanya si anak malas dan tak pernah barang sekali pun menuruti perintah? Perlakuan orangtua yang "negative thinking" akan menimbulkan reaksi yang negatif pula. Karena itu, hargailah setiap perubahan positif sekecil apa pun karena pada dasarnya setiap orang butuh dihargai dan diakui. Berhentilah membuat daftar kekurangan anak, dan mulai mencatat kelebihan-kelebihannya kendati belum seperti yang Anda harapan. Pujian dan kata-kata pendukung disertai sentuhan fisik tetap merupakan stimulus yang efektif bagi anak. 6. Lihat keunikan pribadi. ----------------------- Tak ada manusia yang sama persis. Karenanya, setiap pribadi adalah unik, tiada duanya. Kelemahan tindakan pendisiplinan adalah sifatnya yang seragam sehingga tidak memandang keunikan pribadi. Bagi si A cukup diberi peringatan keras perilakunya bisa dikendalikan, namun si B mungkin dengan pukulan pun belum mempan. Bagi seseorang, hukuman tertentu benar-benar menakutkan, namun bagi yang lain hukuman yang sama justru menjadi hiburan. Maka, orangtua harus bijak dalam memilih tindakan pendisiplinan yang tepat untuk masing-masing anak sesuai dengan keunikan pribadinya. Tindakan pendisiplinan tetap harus dipahami dalam konteks pendidikan -- mengubah perilaku dan membentuk kebiasaan positif pada diri anak. Dengan menghargai keunikan pribadi anak, orangtua sebenarnya sudah menyentuh kebutuhan emosional anak. Misalnya, kepada anak yang memiliki kepekaan perasaan, orangtua cukup berbicara dengan lembut namun tegas. Sebaliknya, kepada anak yang memiliki pembawaan suka membantah dan kritis, orangtua perlu berkata tegas dan memberi alasan yang jelas. 7. Dari sudut anak. ---------------- Orangtua tak bisa membuat ukuran penilaiannya sendiri sebagai orang dewasa untuk menghadapi anak yang berperilaku buruk. Anak umur dua tahun yang egois adalah normal karena ia sedang belajar otonomi sehingga tak perlu dimarahi atau dianggap sebagai tidak memiliki rasa sosial. Anak remaja yang cenderung menentang pun bukan berarti sedang melawan orangtua, dalam dirinya sedang berlangsung proses identifikasi diri, ingin diakui sebagai pribadi yang independen. Karena itu, orangtua mesti melihat secara positif setiap bentuk perlawanan yang dilakukan anak, bukan sebagai ungkapan "Aku berani sama kamu" sehingga perlu dihantam dan dijinakkan, melainkan sebagai dambaan hatinya yang terdalam, "Cintailah aku, terimalah aku, dan hargailah aku!" Dengan demikian, orangtua pun terdorong untuk melakukan tindakan cinta, kendati dalam bentuk pendisiplinan. Bahan diedit dari sumber: Alamat URL: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/5/16/k1.html Penulis : Paul Subiyanto ______________________________________________________________________ o/ TIPS (2) ------------------------------------------------------o/ -o- MENDISIPLIN MURID DENGAN KASIH -o- ============================== Dalam sebuah kelas sangat dibutuhkan sebuah ketegasan untuk mendisiplin murid. Seorang guru yang tidak tegas dapat diabaikan oleh murid-muridnya. Tegas di sini bukan berarti kasar, keras, mengomel, dan lain-lain. Ketegasan yang dimaksud adalah ketegasan yang berlandaskan kasih agar pendisiplinan yang kita berikan bukannya menjadi trauma bagi dia, tetapi menjadi satu pelajaran berharga dalam kehidupannya. Berikut ini beberapa saran pendisiplinan dengan kasih yang dapat diterapkan seorang guru, jika terdapat beberapa orang anak yang "sulit diatur" dalam kelasnya. 1. Berjalanlah di belakang murid yang sedang bercakap-cakap. --------------------------------------------------------- Letakkan tangan di bahunya, dan bimbing murid tersebut untuk duduk di kursi yang lain. Ini merupakan cara yang paling efektif tanpa harus menghentikan pelajaran. 2. Cobalah untuk diam. ------------------- Berhentilah berbicara secara tiba-tiba di tengah pelajaran, dan tunggulah sampai murid ikut diam. Murid-murid akan merasakan mengapa Anda tiba-tiba diam. Kemudian, lanjutkanlah perkataan Anda tanpa berkomentar. Bila cara ini saja tidak cukup, lihatlah jam tangan Anda dan hitunglah berapa lama waktu yang dihabiskan oleh murid yang membuat masalah itu. Murid tersebut harus "membayar utang waktu" kepada Anda, yaitu harus tinggal di kelas selama waktu yang telah Anda hitung, sementara murid-murid yang lain ke luar kelas untuk aktivitas ketrampilan, istirahat, atau makan dan minum. 3. Berusahalah untuk melakukan kontak mata. ---------------------------------------- Gelengan kepala yang pelan, sedikit mengernyit, gerakan pelan jari telunjuk, semua merupakan petunjuk nonverbal bahwa ada kelakuan murid yang mengganggu. 4. Pusatkan perhatian pada murid yang berkelakuan baik dan berilah pujian. --------------------------------------------------------------- Hal ini juga akan mengingatkan murid-murid yang lain, bahwa mereka tidak akan mendapat perhatian guru jika berperilaku negatif. 5. Berusahalah untuk bertanya kepada murid. ---------------------------------------- Tanyakanlah kepada murid yang berkelakuan tidak baik apakah ada yang bisa dibantu. Ini akan memberi Anda kesempatan untuk mendekatinya, memperbaiki kesalahan pada buku-bukunya, dan mendorongnya untuk melakukan hal yang positif. 6. Berusahalah untuk menurunkan volume suara Anda. ----------------------------------------------- Jangan pernah meninggikannya supaya murid-murid melakukan usaha ekstra untuk dapat mendengar Anda, dan tidak bercakap-cakap atau membuat kegaduhan. 7. Sadarilah bila seorang murid terus-menerus berkelakuan buruk. ------------------------------------------------------------- Bila seorang murid terus-menerus berkelakuan buruk, acapkali itu merupakan tanda bahwa anak itu memiliki kebutuhan yang mendalam, biasanya kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang. Dengan memenuhi kebutuhan emosional utama murid tersebut (kasih, pengakuan, rasa dimiliki, hara diri, tujuan, kontribusi positif), Anda akan mengurangi keinginannya untuk mengganggu kelas. Bahan diedit dari sumber: Judul Buku : 100 Ide Efektif untuk Menerapkan Disiplin pada Anak Didik Judul Artikel Asli: Teknik Intervensi yang Spesifik Penulis : Sharon R. Berry, Ph.D. Penerbit : Gloria Graffa, Yogyakarta, 2004 Halaman : 33 - 38 ______________________________________________________________________ o/ KESAKSIAN -----------------------------------------------------o/ Pengalaman dari kehidupan sehari-hari biasanya memberikan pelajaran terbaik bagi kita dalam hal mendisiplin anak. Seperti kesaksian berikut ini, diangkat dari sebuah kisah nyata dari seorang ibu yang dengan kasih dan sabar mendisiplin anak gadisnya. Banyak hal seputar pendisiplinan yang dapat Anda timba dalam tulisan ini. -o- PENDISIPLINAN SEORANG IBU -o- ========================= Sarah, anak keenam, putri bungsuku, selalu melawan semua aturan dan tidak disiplin. Aku putus asa menghadapi ulahnya. Kucoba menerapkan psikologi kebalikan ketika ia kecil. Jika ia minta pendapatku dan aku memberi jawaban tertentu, maka ia akan melakukan sebalikya. Sejak dini, aku sudah belajar memberi saran yang bertolak belakang dari apa yang kuinginkan untuk dia lakukan. Beberapa contohnya sangat mudah. "Atasan mana yang harus kupakai, merah mudah atau biru?" "Oh, pakailah atasan berwarna merah muda." Lima menit kemudian, ia akan muncul dengan mengenakan atasan biru. Semasa kecilnya, setiap malam, kami melakukan kegiatan yang kami sebut Altar Keluarga. Kami membeli buku cerita Alkitab dan setiap kali membacakan cerita yang berbeda. Selesai membaca kami mengajukan beberapa pertanyaan. Sarah tak pernah menjawab pertanyaan kami. Padahal, kakak laki-lakinya yang umurnya 20 bulan lebih tua, melonjak kegirangan saat ditanya dan mampu menjawab semua pertanyaan. Sepanjang masa sekolah, Sarah selalu mengacau. Saat duduk di kelas 1 SD, Sarah tertangkap basah tengah menulis kata "cinta" besar-besar di tembok sekolah. Ia heran mengapa gurunya jengkel dengan perbuatannya itu. "Tetapi cinta kan kata yang bagus," ia membela diri. Ia menentang segala bentuk peraturan yang ada. Kami mencoba menerapkan berbagai tindakan kedisiplinan, dengan harapan menemukan cara yang tepat. Aku memperlakukan semua anakku dengan cara yang sama, tetapi metodeku selalu gagal pada Sarah. Aku memerlukan jalan keluar. Di tengah keputusasaan, kami mengikuti terapi kelompok yang dipimpin Margaret, seorang mantan guru dan konselor Kristen. Air mataku bercucuran saat peserta lain menceritakan kesulitan mereka berkaitan dengan masalah kedisiplinan. Aku terhibur saat menyadari bahwa aku bukan satu-satunya orang yang memiliki anak keras kepala. Akhirnya, setelah 11 tahun terus-menerus menghadapi kekacauan, doa-doa kami pun terjawab. Aku pulang dengan bekal memadai untuk menghadapi sepekan mendatang. Ketika membuat peraturan, mulailah dengan pernyataan seperti, "Aku tahu kau akan marah mendengar aturan ini, karena itu kau kuberi waktu 10 menit untuk marah." Sungguh aneh, ketika diizinkan untuk memprotes, Sarah malah tidak melakukannya. Aturan lainnya, karena Sarah termasuk jenis anak yang suka merengek, maka putri bungsuku itu paham betul bahwa ia dapat membuatku lelah, atau membuatku sangat marah, sehingga aku akan mulai berteriak- teriak. "Masuklah ke kamar, dan lakukan kegiatan Anda," begitu saran Margaret, "Dan, ketika ia mulai merengek-rengek, bersikaplah pura- pura tidak mendengar. Jangan bicara sepatah kata pun. Para ibu cenderung senang berkhotbah, dan anak-anak hanya akan membuat Anda menangis." Nasihat ini sangat mujarab. Kemudian kami pindah. Karena kakak-kakaknya sudah besar, maka tinggallah Sarah dan aku di lingkungan yang baru. Ia mulai masuk SMU dan menjadi anak yang cukup populer di sekolah yang lebih kecil. Sarah berhadapan dengan aturan yang sama, tetapi ia tetap mencoba bersikap "semau gue". Berat sekali hatiku, seolah-olah aku akan kalah perang. Suatu malam, ia mengutarakan keinginannya untuk menonton pertandingan sepakbola di lokasi yang berjarak tiga jam berkendaraan. Hari itu bukan hari libur, sehingga aku melarangnya. Bagaimana mungkin aku membiarkannya bermobil dengan sopir yang tidak kukenal? Atau pantaskah ia keluar malam pada hari sekolah? Ia merengek-rengek, menangis, dan terus mendesak, tetapi aku tetap menolak. Akhirnya, ia menyambar jaket dan dompetnya dan berjalan ke jalan raya. Ia tetap berniat pergi meskipun kularang. Kusambar kunci mobil dan mulai mengejarnya. Ia telah sampai di jalan raya ketika aku tiba di sana. "Masuk ke mobil, Sarah." "Tidak!" jawabnya sambil terus berjalan dengan menegakkan kepalanya. "Masuk ke mobil." Ia tetap melawanku dengan terus berjalan ke arah sekolahnya. Kukemudikan mobil dengan kecepatan 12,8 km/jam sekadar untuk dapat terus mengikutinya. "Masuk ke mobil," perintahku beberapa kali. Gadis itu tetap menolak. Akhirnya ia membuka pintu mobil, melompat ke dalam dan berkata, "Baiklah, aku tidak akan pergi, tetapi aku benci Ibu. Aku benci sekali pada Ibu." Ingin kujawab, "Tidak apa-apa." Tetapi begitu teringat kata-kata Margaret, kuurungkan niat untuk melontarkan komentar apa pun dan terus menyetir mobil ke rumah. Seluruh episode itu berlangsung 10 menit. Ia pulang. Selamat. Sarah menolak masuk rumah. Ia memilih duduk di luar, di samping perapian, sementara itu aku membaca di dalam. Peristiwa itu menjadi titik balik dalam hubungan kami yang sulit. Sarah kini menginjak usia 20-an, dan kami gemar melakukan kegiatan bersama-sama. Suatu hari kami sedang berbelanja, ia bertanya, "Apakah Ibu ingat ketika Ibu melarangku menonton pertandingan sepakbola?" "Tentu saja." "Hari itulah aku mengetahui bahwa Ibu mencintaiku." "Betulkah begitu?" "Ya, dulu kupikir Ibu lebih menyayangi Matt karena ia tak pernah dihukum." Ia meraih tanganku. "Kini aku baru sadar itu karena ia tak pernah membantah dan selalu melakukan apa yang diperintahkan. Aku ini pemberontak, iya kan?" "Ya, kamu memang begitu." "Malam itu aku terdorong untuk berpikir banyak hal." Kupeluk Sarah. "Ibu sangat senang mendengarnya." Pengakuan itu terjadi saat Sarah berusia 25 tahun. Dengan pertolongan Allah, aku mampu berusaha sebaik mungkin, sekalipun baru 11 tahun kemudian aku tahu bahwa semua pendisiplinan yang kulakukan ada manfaatnya. Belakangan baru aku memahami bagaimana perasaan Allah ketika anak- anak-Nya tidak patuh dan mendengarkan-Nya. Sekalipun demikian, Dia tidak pernah meninggalkan kita. Allah tak pernah berhenti mengasihi dan membujuk kita. Dia tak pernah menyerah, seperti kami, para ibu, yang tak akan pernah menyerah memperjuangkan yang terbaik bagi anak- anak kami. Tugas yang kuemban memang sangat berat, tetapi setiap tetesan air mata, doa, dan harapanku, tidak sia-sia. /Birdie Etchison Bahan dikutip dari sumber: Judul Buku : Cerminan Hati Allah Kompilasi Oleh: Wayne Holmes Penerbit : PT Gloria Usaha Mulia, Yogyakarta, 2004 Halaman : 140 - 143 ______________________________________________________________________ o/ DARI ANDA UNTUK ANDA ------------------------------------------o/ Dari: Surya <surya@> >Terima kasih Anda telah mendaftarkan saya pada milis Anda. >Saya sangat senang menerima informasi Anda tentang pembinaan anak >Saat ini saya melayani di kalangan anak-anak (sekolah minggu) yang >sangat membutuhkan bahan-bahan pelajaran khususnya untuk anak-anak, >karena di kota kami bahan literatur sangat jarang, kami sangat >susah mencarinya, untuk itu mohon terus dikirimkan yang kami >butuhkan mengenai pelayanan anak/sekolah minggu. Redaksi: Selamat bergabung bersama kami. Mulai sekarang e-BinaAnak akan setia hadir setiap hari Rabu di mailbox Anda. Jika Anda mendapat berkat dari e-BinaAnak, jangan lupa informasikan kepada rekan-rekan Anda yang lain agar mereka pun bisa mendapatkan berkat seperti Anda. Harapan kami, pengetahuan dan ketrampilan para pelayan anak dapat semakin bertambah dalam melayani anak. Jika Anda menginginkan edisi- edisi e-BinaAnak sebelumnya, silakan berkunjung ke situs arsip SABDA.org di: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ ==> http://www.sabda.org/pepak/e-binaanak/ ______________________________________________________________________ o/ MUTIARA GURU --------------------------------------------------o/ "Saya tidak cukup naif untuk berpikir bahwa setiap metode disiplin dapat diterapkan untuk setiap anak." - Dr. Kevin Leman - o/----------------------------------------------------------------o/ Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbeth Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2005 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati o/----------------------------------------------------------------o/ Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk berhenti kirim e-mail ke: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/ ><> --------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------- <><
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |