Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/11

e-BinaAnak edisi 11 (22-6-2000)

Tugas Guru Sekolah Minggu (2)

     ><>  Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak  <><

Daftar Isi:                                        Edisi 011/Juni/2000
-----------
 o/ SALAM DARI REDAKSI
 o/ ARTIKEL             : Mendidik Anak SM Secara Terencana
 o/ TIPS MENGAJAR       : Etika Mengajar Dengan Papan Tulis
 o/ SERBA SERBI         : Humor - Doa Yang Lain...?
 o/ DARI ANDA UNTUK ANDA

***********************************************************************
Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi di:
 Tabita <submit-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org>
***********************************************************************
 o/ SALAM DARI REDAKSI

  Salam sejahtera!!
  Bagaimana kabar para pembaca semua? Kami berharap anda senantiasa
  ada dalam lindungan Tuhan dan tetap setia melayani jiwa-jiwa kecil
  yang Tuhan telah percayakan kepada kita.

  Untuk melanjutkan pembahasan kita yang lalu tentang tugas guru,
  maka kami tampilkan sebuah artikel yang ditulis oleh Paulus Lie,
  dari salah satu buku yang diterbitkannya. Mudah-mudahan artikel
  ini bisa menolong kita semakin menghayati tugas guru dan bagaimana
  kita bisa mendidik anak-anak SM secara terencana.

  Selamat membaca!

   "Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi,
   percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercaya, yang
        juga cakap mengajar orang lain." (II Timotius 2:2)
      < http://www.bit.net.id/SABDA-Web/2Ti/T_2Ti2.htm 2:2 >

***********************************************************************
 o/ ARTIKEL

            MENDIDIK ANAK SEKOLAH MINGGU SECARA TERENCANA

Ini berarti: suatu tindakan terencana (yang dipersiapkan sebelumnya)
untuk mentransformasikan suatu pengetahuan (atau hal yang hendak
diajarkan) kepada anak, sehingga anak terbentuk menjadi pribadi
tertentu seperti yang diharapkan (yang tampak dalam kehidupannya
sehari-hari).
Perhatikan:

   * Ulangan 6:1-9, guru diminta mengajarkan secara berulang-ulang,
     agar anak-anak mencintai Allah setiap saat dimanapun mereka
     berada.       < http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Ula/2_Ula6.htm >
   * Matius 28:19-20, guru diharapkan mengajarkan segala sesuatu yang
     diajarkan Tuhan Yesus, sehingga mereka menjadi murid Tuhan Yesus.
            < http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Mat/2_Mat28.htm 28:19 >

   Seluruh usaha keras guru dalam mendidik atau mengajarkan ajaran-
ajaran itu adalah agar seluruh ajaran itu tertransformasi dlm kehidupan
sehari-hari anak-anak didiknya.

   Artinya anak menjadi subjek yang diharapkan menjadi pribadi
mandiri yang mengasihi Allah dengan seluruh totalitas dirinya, dengan
cara hidup seperti yang Yesus ajarkan dan teladankan. Itu sebabnya
Calvin (reformator) menekankan pentingnya pengajaran jemaat, juga
untuk jemaat dewasa dalam kebaktian hari Minggu. Itu sebabnya nama
"SEKOLAH MINGGU", sangat tepat untuk kegiatan pendidikan Kristen bagi
anak-anak! Karena fungsi "sekolah" memang harus ada dalam sistem
pembinaan anak-anak!

 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jadi pola hubungan guru-anak seharusnya adalah sebagai berikut:

Guru    ===>   - Mendidik/mengajar (sesuatu)       ===> Anak SM
               - Melatih anak (melakukan sesuatu)
               - Mendiskusikan (sesuatu hal)
               - Melakukan bersama anak (sesuatu hal)
               - Memberi kesaksian (pergumulannya)

atau model hubungan guru-anak menjadi:

Subjek  ===>        (yang saling berbagi)          ===> Subjek
Aktif                                                   Aktif
Fasilitator                                             Adik seiman
Hayati Firman                                           Hayati Firman
 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

   Guru dan anak saling berbagi perasaan, pergumulan, pikiran dan
pendapat masing-masing, sedemikian sehingga guru dapat memahami
"dunia" anak dan pergumulan mereka. Kemudian guru menyampaikan berita
Injil dalam "bahasa anak" dan sesuai dengan "dunia"" dan pergumulan
anak-anak tersebut. Jadi dalam hal ini anak dibimbing oleh guru
(sebagai fasilitator) agar makin mengenal dan mencintai Tuhan Yesus.

   Semua upaya pendidikan/pengajaran tersebut, haruslah
mempertimbangkan juga berbagai dimensi dalam perkembangan anak,
seperti dimensi: kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan-
perasaan), psikomotorik (ketrampilan fisik), umumnya ketiga hal itu
saling berkaitan (dan harus diperhatikan) jika dikehendaki hasil
pendidikan yang efektif dan memuaskan!

   Biasanya guru (banyak Sekolah Minggu) hanya menekankan aspek
kognitif (atau aspek pengetahuan) saja dalam SM, hal itu tampak dari
isi dan tujuan cerita guru dan tampak dari aktivitas kelas sesudah
cerita, perhatikan contoh berikut:

- Tujuan dan isi cerita guru pada umumnya hanya memberikan pengetahuan
  atau informasi atau data-data kepada anak-anak SM.
- Aktivitas kelas biasanya berupa tugas "mengingat" kembali informasi
  yang sudah diberikan, misalnya:

  * Siapakah tokoh-tokoh utama cerita hari ini? Dan hubungan
    kekerabatan antar tokoh, misalnya: tokoh A "Siapa nama ayahnya?"
    Berapa saudara? Berapa usianya? Apa kegemarannya?
  * Dimanakah tempat terjadinya? Nama kota "X" artinya apa?
  * Apa yang terjadi? Bagaimana urutan ceritanya?

   Sedangkan aktivitas anak kecil sering berupa keterampilan
(psikomotoris) dalam mewarnai, menggambar, dan sebagainya. Untuk anak
7-9 tahun aktivitas sering berupa ketrampilan membuat hasta karya
(semacam slip atau pembatas Alkitab, hiasan dinding dan sebagainya).
Sedangkan anak kelas besar lebih sering ditekankan kemampuan daya
ingatnya, dengan berbagai aktivitas yang menekankan kecerdasan
pikiran.

   Akibatnya anak-anak pun dinilai dari prestasi daya ingatnya, yang
paling pandai mengingat nilai paling tinggi dan sering disebut "anak
Tuhan yang baik." Apa benar kebaikan anak dapat diukur sesuai "daya
ingat" (kognitif)nya saja? Tetapi kenyataannya anak yang nilai daya
ingatnya bernilai baik, belum tentu moralnya baik, belum tentu
sopan-santunnya baik, belum tentu jujur dan sebagainya.

   Demikian juga anak yang terampil berhasta karya, dan mendapat nilai
baik, belum tentu anak yang moral baik, beretika baik! Celakanya,
aktivitas hasta karya ini lebih diminati anak putri daripada anak
laki-laki, akibatnya anak laki-laki akan memiliki bobot nilai kurang
daripada yang putri, apakah ini berarti yang laki-laki kurang pandai?
Belum tentu! Karena bidang minat mereka bukan itu! Memang anak
laki-laki lebih suka berlari-lari, menyusun balok-balok, dsb. Lalu
untuk apa penilaian aktivitas anak di kelas (selama ini) jika aktivitas
itu tidak mencerminkan apa-apa? Bahkan terkesan diskriminatif
(cenderung bersifat feminim). Penulis khawatir ini juga penyebab
mengapa SM dan gereja secara kuantitas statistik lebih banyak wanita
daripada pria. Mungkinkah ada yang salah dalam aktivitas gereja?

   Jelaslah ada yang kurang beres dengan sistem penilaian selama ini
dalam SM kita. Bukankah anak seharusnya diharapkan lebih berprestasi
dalam soal moral, etika dan hal-hal yang berkaitan dengan perwujudan
ajaran Kristen dalam kehidupan. Seberapapun bodohnya anak itu,
seberapapun tidak terampilnya anak itu (secara psikomotoris), asalkan
ia mencintai Tuhan, anak yang jujur, sopan, bermoral, mengasihi
orangtua dan teman-temannya, ia adalah anak yang baik di hadapan
Tuhan.

   Karena itu, sebenarnya tugas guru lebih pada pengajaran iman dan
pengajaran moral daripada pengajaran berbagai pengetahuan atau
ketrampilan. Jadi seharusnya lebih bersangkutan dengan dimensi afektif
(penghayatan) anak. Tentu saja iman dan moral yang baik juga perlu
ditunjang dengan pengetahuan (kognitif) dan dimensi psikomotorik juga.
Namun penghayatan merupakan pokok tekanan pengajaran di SM. Pokok
ajaran Kristen (dalam Ulangan 6:4-5), yaitu agar anak mengasihi Allah
dengan totalitas hidupnya.

   Jadi, tidak cukup anak mengerti/tahu (secara kognitif) tentang
Allah dan cerita-cerita Alkitab, tidak cukup anak terampil melipat
tangan dan tutup mata (saat berdoa). Lebih dari itu, anak harus sampai
pada penghayatan dan kesadarannya sendiri untuk mengasihi Allah dan
berdoa pada-Nya, dan memiliki cara hidup yang sesuai dengan ajaran-Nya
(dengan moral yang Yesus telah ajarkan). Dengan semangat mengasihi
Allah (secara total) semacam ini jugalah, kita menjadi GSM yang
melayani dan mengajar anak-anak. Namun sekarang muncul pertanyaan, SM
model apa yang dapat memenuhi tujuan-tujuan pendidikan tersebut di atas?

   Kita memerlukan sebuah model Sekolah Minggu, yang menekankan aspek
iman dan moral (wujud dari penghayatan iman kepada sesama) daripada
aspek pengetahuan saja. Sehingga produk hasil akhirnya adalah anak
terbentuk menjadi seorang anak Tuhan yang menghayati cintanya kepada
Allah yang sudah mengasihinya, dan seorang anak yang hidup dengan
moralitas Yesus, yaitu cara hidup/moral yang sesuai dengan ajaran
Yesus. SM semacam ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak, yang hidup di
tengah lingkungan masyarakat yang sering memberikan teladan moral
yang buruk dalam hal: keadilan, kejujuran, kebenaran, dan kasih.

   Sekolah Minggu dengan tujuan "pembentukan" pribadi anak ini, sangat
sulit dibentuk oleh model Sekolah Minggu seperti yang sekarang (bentuk
tradisional), yang menjadikan anak hanya objek pasif saja. Jadi perlu
adanya model Sekolah Minggu yang membuat anak sebagai "subjek" yang
aktif, yang di-"pupuk" agar bertumbuh dalam segala hal ke arah Yesus
(Efesus 4:15). Model SM semacam inilah yang diharapkan menjadi
sumbangan buku ini bagi dunia SM.

   Dan masih ada satu masalah lagi, yaitu bagaimana anak-anak dapat
bertumbuh, jika ia kurang tertarik dengan suasana kelasnya, kurang
tertarik dengan acaranya, atau bahkan tidak tertarik untuk datang ke
Sekolah Minggu? Karena itulah perlu dibentuk suatu model Sekolah
Minggu yang menarik bagi anak-anak dalam membimbing mereka menjadi
anak yang mencintai Tuhannya. Sekaligus membentuk mereka menjadi
manusia yang bermoral dan penuh kasih dalam praktik hidupnya.

Sumber: Artikel ini diambil dari
 Judul Buku: TEKNIK KREATIF DAN TERPADU DALAM SEKOLAH MINGGU
 Penulis   : Paulus Lie
 Penerbit  : Yayasan Andi
 Halaman   : 64-67

************************************************************************
 o/ TIPS MENGAJAR

  Etika Mengajar Dengan Papan Tulis
  ---------------------------------
  Tersedianya papan tulis dalam ruang kelas belajar sangat membantu
  guru dalam mengajar. Namun demikian tidak semua guru menyadari
  bahwa mengajar dengan papan tulis ada etikanya. Berikut ini adalah
  beberapa tips ketika mengajar dengan menggunakan papan tulis:

  1. Ketika anda sedang menggunakan papan tulis dalam mengajar, jangan
     berdiri tepat di depan papan tulis, karena hal itu akan merintangi
     pandangan anak-anak untuk melihat apa yang anda tulis di papan
     tulis. Berdirilah sedemikian rupa sehingga anda tidak menghalangi
     pandangan anak-anak.
  2. Gunakan kayu/tongkat penunjuk untuk menunjukkan apa yang anda tulis
     di papan tulis, karena itulah cara terbaik agar tubuh anda tidak
     menghalangi pandangan anak ketika melihat tulisan di papan tulis.
  3. Janganlah memenuhi papan dengan tulisan. Terlalu banyak tulisan
     mengakibatkan papan menjadi tidak menarik dan membingungkan anak-
     anak. Biarkan sebagian papan kosong secara proporsional, khususnya
     bagian bawah papan karena anak-anak yang duduk di bagian belakang
     tidak akan mungkin bisa melihat dengan jelas.
  4. Perhatikan agar tulisan anda cukup besar, dengan bentuk huruf yang
     tegak, sehingga dapat dibaca jelas. Tidak harus sempurna tetapi
     yang penting tulisan cukup tebal.
  5. Hapuslah tulisan yang sudah tidak diperlukan. Anak-anak tidak
     dapat memusatkan perhatian pada banyaknya tulisan yang bercampur
     aduk dengan tidak teratur.
  6. Jika anda menulis di "white board" (bukan papan tulis kayu yang
     berwarna hitam), dianjurkan anda memakai pena dengan tinta warna
     gelap (hitam biru tua), karena akan memberikan kontras yang jelas.

  Selamat mencoba!

  (Diambil dari berbagai sumber)

************************************************************************
o/ SERBA-SERBI

 Humor: DOA YANG LAIN...?
 ========================
 Setelah mendengarkan anaknya yang masih kecil berdoa, ibu itu dengan
 hati-hati menegur anaknya dan berkata bahwa doa itu berbicara dengan
 Tuhan, bukan seperti ngobrol dengan teman. Dengan kesal anak itu
 mengeluh:

  "Tapi, mami... Kalau aku jadi Tuhan, aku pasti bosan mendengar doa
   yang gitu-gitu terus setiap malam.... Aku cuman pengin Tuhan menjadi
   temanku supaya aku bisa bercerita kepada Dia tentang bonekaku,
   siapa tahu Tuhan pengin dengar doa yang lain.... !

Sumber: The Last of the Good Clean Joke Books
        (Dikumpulkan oleh: Bob Phillips)

************************************************************************
o/ DARI ANDA UNTUK ANDA

 Dari: "Mersiana"
 >Shalom,
 >Terimakasih untuk bina anak karena membantu guru dalam tehnik
 >mengajar,namun pun demikian adakah dari bina anak yang menyediakan
 >program training bagi guru sm? jika belum ada, adakah teman-teman
 >yang mempunyai informasi mengenai training untuk guru sm?
 >terimakasih,

 Redaksi:
 Kami sendiri tidak (belum) bisa mengadakan training bagi guru SM,
 tenaganya yang nggak ada :(  Namun kami mengundang para pembaca
 e-BinaAnak yang tahu informasi ini bisa memberitahukan kepada
 kami dan akan kami informasikan di e-BinaAnak yang akan datang.
 Silakan rame-rame kirim info..... siapa tahu anda akan menjadi
 berkat bagi yang lain...!!

************************************************************************
 Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
 Untuk berhenti kirim e-mail ke:   <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
 Untuk arsip:  http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-BinaAnak
************************************************************************
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                  Copyright(c) e-BinaAnak 2000 YLSA

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org