Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/154

Bio-Kristi edisi 154 (9-12-2015)

Friedrich Silaban

                         Buletin Elektronik
                   BIO-KRISTI (Biografi Kristiani)
_______________________Edisi 154/Desember 2015_________________________


Bio-Kristi -- Friedrich Silaban
Edisi 154/Desember 2015


Salam damai dalam Kristus,

Dalam masa Natal ini, kami menyajikan dua tokoh, yang walau sama 
sekali berbeda dalam konteks historis dan vokatif, tetapi sama-sama 
menjadikan kehendak Tuhan sebagai arah dalam kehidupan mereka. Yusuf, 
ayah Yesus, dan Friedrich Silaban, arsitek besar dari negeri kita, 
adalah sosok orang-orang percaya yang patut menjadi inspirasi dalam 
kehidupan kita. Simaklah kisah dan pergumulan mereka dalam publikasi 
Bio-Kristi di penghujung tahun ini.

Staf redaksi Bio-Kristi mengucapkan selamat Natal 2015 kepada pembaca 
Bio-Kristi semua. Sukacita dan damai sejahtera dari Allah yang Imanuel 
kiranya mengiringi kehidupan Anda senantiasa!

-- Tetapi bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalamku --

Pemimpin Redaksi Bio-Kristi,
N. Risanti
< okti(at)in-christ.net >
< http://biokristi.sabda.org/ >


       RENUNGAN NATAL: JANGAN MENGACUHKAN YUSUF PADA MASA NATAL

Saya memerankan seekor sapi dalam drama Natal saya di kelas satu dan 
saya memiliki lebih banyak dialog dibanding anak yang memerankan 
Yusuf. Dia adalah peran pembantu, atau seperti itulah tampaknya, bagi 
Maria, bagi boneka plastik di palungan, dan bagi seluruh pemain drama 
kami lainnya. Kami hanya mengikuti naskah drama. Hanya ada sedikit 
ruang bagi Yusuf dalam peristiwa di penginapan pada imajinasi orang 
Kristen dewasa ini, terutama dalam kalangan Protestan konservatif 
seperti saya. Tampaknya, peran Yusuf satu-satunya adalah sebagai 
seorang penerima tamu -- untuk mengantar Maria sampai ke kandang di 
Betlehem, dan kemudian untuk mengantarnya kembali ke Bait Allah di 
Yerusalem, untuk mencari Yesus yang tengah berkeliaran saat berusia 12 
tahun.

Namun, ada lebih banyak yang perlu diketahui mengenai sosok Yusuf.

Ayah yang Sebenarnya

Ketika kita berbicara sepenuhnya tentang Yusuf, kita menghabiskan 
sebagian besar waktu kita untuk membicarakan apa yang tidak menjadi 
peranannya. Kita percaya (benar) dengan para rasul bahwa Yesus 
dikandung dalam rahim seorang perawan. Yusuf bukanlah ayah biologis 
Yesus; tidak ada jejak sperma dari Yusuf yang terlibat dalam 
pembentukan embrio Kristus. Tidak ada bagian dari DNA Yusuf yang dapat 
ditemukan dalam darah Yesus yang telah mengering, yang dikupas dari 
kayu salib Golgota. Yesus dikandung oleh Roh Kudus, yang benar-benar 
terlepas dari kehendak maupun tenaga manusia mana pun.

Meski begitu, perlu dicatat, kita harus berhati-hati untuk tidak 
merendahkan Yusuf. Yusuf bukanlah ayah biologis Yesus, tetapi dia 
merupakan ayah kandung-Nya. Dalam adopsinya terhadap Yesus, Yusuf 
benar diidentifikasi oleh Roh yang berbicara melalui Kitab Suci 
sebagai ayah Yesus (Lukas 2:41,48).

Yesus tentunya mengatakan kata "Abba" awal-Nya kepada Yusuf. Ketaatan 
Yesus kepada ayah dan ibunya -- ketaatan adalah penting untuk 
melakukan hukum-Nya demi kita -- diarahkan kepada Yusuf (Lukas 2:51). 
Yesus tidak memiliki darah Yusuf, tetapi Ia menyatakan dia sebagai 
ayah-Nya, menaati Yusuf dengan sempurna, bahkan mengikuti keahliannya. 
Ketika Yesus dicobai di padang gurun, Ia mengutip kata-kata Ulangan 
untuk melawan "semua panah api dari si jahat," (Efesus 6:16). Pikirkan 
tentang hal ini sejenak. Yesus hampir pasti mempelajari Kitab Suci 
Ibrani itu dari Yusuf, saat Ia mendengarkannya di meja kayu, atau saat 
tengah berdiri di sampingnya di dalam rumah ibadat.

Perbuatan yang Sulit

Kartun kita di masa kini pada gambaran dua dimensi terhadap Yusuf 
sangat mengabaikan betapa sulitnya bagi Yusuf untuk melakukan apa yang 
telah dilakukannya. Bayangkanlah sejenak jika ada salah satu remaja 
putri di gereja Anda berdiri di belakang mimbar untuk memberikan 
kesaksiannya. Dia hamil delapan bulan, dan belum menikah. Setelah 
beberapa menit membicarakan tentang karya Allah dalam hidupnya dan 
betapa senangnya dia yang akan menjadi seorang ibu, dia mulai 
berbicara tentang rasa syukurnya bahwa dia tetap murni secara seksual 
dan terus menjaga semua komitmennya mengenai "Cinta Sejati Menunggu", 
yang dibuatnya dalam studi kelompok Alkitab pemuda. Anda akan segera 
menyimpulkan bahwa gadis itu sedang berkhayal atau berbohong.

Ketika para revisionis Alkitab masa kini mengejek mukjizat kelahiran 
Yesus dari keperawanan serta mukjizat lainnya, mereka sering 
mengatakan bahwa kita sekarang berada di luar hal-hal "mitos" semacam 
itu karena kita hidup di dalam masa pasca pencerahan, abad kemajuan 
informasi yang ilmiah. Apa yang dilewatkan oleh kritik semacam itu 
adalah kenyataan bahwa konsep keperawanan selalu terdengar konyol dari 
masa ke masa. Orang-orang pada abad pertama Palestina tahu bagaimana 
bayi dikandung. Kenyataan dari kesemuanya itu jelas dalam teks Alkitab 
itu sendiri. Ketika Maria mengatakan kepada Yusuf bahwa dirinya sedang 
mengandung, reaksi pertamanya bukanlah kalimat gembira "Hari ini mulai 
terlihat seperti Natal." Tidak, dia memiliki anggapan yang siapa pun 
dari kita juga akan menyimpulkannya, dan ia berniat untuk mengakhiri 
pertunangan mereka.

Namun, Allah kemudian masuk dalam cerita.

Ketika Allah berbicara dalam mimpi Yusuf mengenai identitas Yesus, 
Yusuf, seperti orang lain yang mengikuti Kristus, mengenal suara itu 
dan melakukannya (Matius 1:21). Adopsi dan perlindungan Yusuf terhadap 
Yesus merupakan hasil dari keyakinan itu.

Iman yang Sama

Dalam memercayai Allah, Yusuf mungkin kehilangan reputasinya yang 
baik. Para penggosip di kota kelahirannya mungkin akan selalu berbisik 
tentang bagaimana "Yusuf yang malang ditipu oleh gadis itu" atau 
bagaimana "Yusuf tua membuat dirinya berada dalam kesulitan dengan 
gadis itu". Sebagai pertaruhan yang lebih tinggi, Yusuf tentu 
mengorbankan kondisi ekonominya. Pada abad pertama di Galilea, kita 
tidak dapat begitu saja pindah ke Mesir, seperti pada saat ini jika 
seseorang memutuskan untuk pindah ke London atau New York. Yusuf 
mengorbankan sebuah pondasi ekonomi, sebuah keahlian yang mungkin 
dibangun dari generasi ke generasi yang diturunkan kepadanya, yang 
diperkirakan berasal dari ayahnya.

Tidak diragukan lagi, Yusuf adalah seorang yang unik. Tak satu pun 
dari kita akan pernah dipanggil untuk menjadi ayah bagi Tuhan. Namun, 
dalam arti kenyataan lainnya, iman Yusuf persis sama seperti kita. 
Surat Yakobus, misalnya, berbicara tentang definisi iman dengan cara 
ini: "Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa 
kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan 
mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh 
dunia" (Yakobus 1:27). Yakobus adalah orang yang memberitahukan kepada 
kita bahwa iman bukanlah sekadar keyakinan intelektual, yaitu iman 
yang juga terdapat pada Setan (Yakobus 2:19), tetapi sebaliknya, 
sebuah iman yang bekerja.

Yakobus menunjukkan kepada kita bahwa iman Abraham terlihat ketika dia 
mempersembahkan Ishak, dengan mengetahui bahwa Allah akan menepati 
janji-Nya dan membangkitkan Ishak dari antara orang mati (Yakobus 
2:21). Kita mengetahui bahwa Rahab memiliki iman tidak semata-mata 
karena dia mengadakan perjanjian dengan para pengintai Ibrani, tetapi 
karena dengan menyembunyikan mereka dari musuh, dia menunjukkan bahwa 
dia memercayai Tuhan untuk menyelamatkannya (Yakobus 2:25). Yakobus 
mengatakan kepada kita bahwa iman sejati adalah dengan menampung anak 
yatim piatu.

Yang bahkan memberi bobot lebih kepada kata-kata tersebut adalah 
identitas dari sang penulis. Surat ini ditulis oleh Yakobus dari 
gereja Yerusalem, saudara Yesus, Tuhan kita. Berapa banyak dari "agama 
yang murni dan tidak bercela" ini dilihat Yakobus, pertama-tama dalam 
kehidupan ayah duniawinya sendiri? Apakah citra Yusuf yang tertanam 
dalam pikiran Yakobus ketika ia menulis kata-kata melindungi anak 
yatim piatu, sebagai iman yang hidup?

Adalah memalukan bahwa Yusuf begitu diabaikan dalam pemikiran dan 
kepedulian kita bahkan pada saat Natal. Bagaimanapun juga, jika kita 
memerhatikan Yusuf, kita mungkin saja melihat keteladanan bagi 
generasi orang-orang Kristen yang baru. Kita mungkin melihat bagaimana 
cara untuk hidup dengan kehadiran Kristus dalam sebuah budaya 
kematian. Kita mungkin melihat bagaimana menggambarkan seorang Bapa 
pelindung, bagaimana memberitakan Injil yang hidup dan meneguhkan, 
bahkan di dalam budaya yang terpikat oleh semangat Herodes. (t/N. 
Risanti)

Sumber asli:
Nama situs: Christianity
Alamat URL: http://www.christianity.com/blogs/russell-moore/lets-stop-ignoring-joseph-at-christmas.html
Judul asli artikel: Let`s Stop Ignoring Joseph at Christmas
Penulis artikel: Russell D. Moore
Tanggal akses: 8 Mei 2014

Diambil dari:
Nama situs: Natal
Alamat URL: http://natal.sabda.org/jangan_mengacuhkan_yusuf_pada_masa_natal
Tanggal akses: 20 Maret 2015


               KARYA: FRIEDRICH SILABAN (1912 -- 1984)
                 Arsitek Pengukir Sejarah Toleransi
                     Diringkas oleh: N. Risanti

Friedrich Silaban adalah seorang arsitek yang mengukir sejarah 
toleransi beragama di Indonesia. Lahir pada tanggal 16 Desember 1912, 
di Bonandolok, Sumatera Utara. Ia dijuluki Presiden pertama RI dengan, 
`By the grace of God" (karena anugerah Tuhan - Red.) karena berhasil 
memenangkan sayembara merancang masjid Istiqlal di Jakarta.

Arsitek Masjid Istiqlal

Toleransi beragama sesungguhnya adalah hal yang telah lama ditunjukkan 
dan dilakukan oleh umat beragama di Indonesia. Ketika suatu pemeluk 
agama tertentu membangun sebuah tempat ibadah, maka tidak jarang akan 
mendapat bantuan dari pemeluk agama yang lain. Dan, itulah yang 
terjadi dalam proses pembangunan masjid Istiqlal, masjid terbesar di 
Asia Tenggara pada awal abad 21.

Friedrich Silaban, sang arsitek masjid sendiri adalah seorang penganut 
Kristen Protestan yang taat. Toleransi dari umat Islam tampak dalam 
proses pembangunan masjid tersebut, yang menerima pemikiran bahwa 
desain dari rumah ibadah mereka akan dibangun oleh seseorang yang 
tidak beragama Muslim. Hal yang sama yang juga dilakukan oleh 
Friedrich Silaban. Meskipun sebelumnya ia harus menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dari hati nuraninya sendiri sebagai seorang 
umat kristiani, apakah ia pantas sebagai seorang pemeluk agama lain, 
membuat desain dari sebuah masjid? Pada akhirnya, dengan hati dan 
pikiran yang terbuka, ia pun terlibat dalam pembuatan desain dan 
pembangunan masjid Istiqlal.

Ide pembangunan masjid itu sendiri dipelopori oleh K.H. Wahid Hasyim, 
yang pada saat itu menjadi Menteri Agama RI pertama, bersama dengan H. 
Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, Ir Sofwan, dan sekitar 200-an orang 
tokoh Islam pimpinan KH Taufiqorrahman. Mereka kemudian membentuk 
Yayasan Masjid Istiqlal yang dikukuhkan di hadapan notaris pada 
tanggal 7 Desember 1954. Gagasan tersebut disambut baik oleh Ir. 
Soekarno sebagai Presiden RI, yang juga bersedia membantu pembangunan 
masjid.

Untuk mendapat hasil terbaik, desain masjid kemudian dilombakan, 
dengan membentuk tim juri beranggotakan Prof. Ir. Rooseno, Ir. H 
Djuanda, Prof. Ir. Suwardi, Hamka, H. AbubakarAceh dan Oemar Husein 
Amin yang diketuai langsung oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 5 Juli 
1955, akhirnya diputuskan oleh tim juri bahwa desain karya Silaban 
dengan judul "Ketuhanan" menjadi desain pemenang dalam pembangunan 
masjid Istiqlal.

Lokasi pembangunan masjid tersebut kemudian diputuskan di Wilhelmina 
Park, bekas benteng kolonial Belanda, yang terletak di depan lapangan 
Banteng, Jakarta Pusat. Selama setahun, lokasi tersebut dibersihkan 
dari lumut, ilalang, dan semak-semak yang menyelimuti bekas-bekas 
tembok bangunan Benteng sebelum akhirnya diletakkan batu pertama oleh 
Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961.

Pembangunan masjid itu sendiri berlangsung selama kurang lebih sepuluh 
tahun karena tersendat oleh krisis ekonomi dan iklim politik yang 
memanas, bahkan berhenti total setelah terjadi pemberontakan G-30 S 
PKI pada tahun 1965. Masjid Istiqlal dengan arsitekturnya yang bergaya 
modern itu, baru diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 
1978. Masjid itu pun menjadi pusat kegiatan dakwah dan sosial bagi 
umat Muslim di Jakarta.

Pergulatan Hati Silaban

Sebelum Silaban mengikuti sayembara desain masjid Istiqlal, ia sempat 
meminta nasihat dari Monsigneur Geisse, seorang uskup dari Bogor, dan 
terutama memohon petunjuk dari Tuhan. Ia berdoa agar Tuhan Yesus 
memberi hikmat baginya untuk mengikuti sayembara tersebut, bahkan 
menuntunnya untuk tidak turut di dalamnya, jika hal itu tidak 
dikehendaki oleh-Nya. Ketika ia tidak mengalami hambatan apa pun dalam 
mengikuti sayembara tersebut, ia pun berkesimpulan bahwa Tuhan 
mengizinkannya, dan akhirnya terpilih menjadi pemenang.

Pada bangunan masjid Istiqlal tersebut, Silaban menerapkan desainnya 
dengan prinsip minimalis. Penataan ruangan-ruangan dibuat terbuka di 
kiri kanan bangunan utama dengan tiang-tiang lebar di antaranya 
sehingga memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami ke dalam 
bangunan masjid. Konsep desain yang demikian ternyata sangat cocok 
diterapkan pada masjid yang berdaya tampung sekitar 100.000 orang.

Kisah dengan Bung Karno

Friedrich Silaban adalah seorang pribadi yang selalu kuat 
mempertahankan apa yang diyakininya. Sifat tersebut ternyata membuat 
hubungannya dengan Bung Karno menjadi menarik dan unik. Cerita 
tersebut diungkapnya dalam Solichin Salam, dalam suatu wawancara pada 
bulan Februari 1978.

Dikatakannya, arsitekturlah yang membuat hubungannya dengan presiden 
pertama RI itu menjadi unik, sebab selama 24 tahun, ia sering 
berselisih pendapat dengan Bung Karno. Dan, tidak jarang, Bung Karno 
mengakui bahwa beliau yang salah dan Silaban yang benar.

Bagi anak kelima dari Jonas Silaban dan Noria Boru Simamora itu, 
pengalaman-pengalamannya dengan Presiden Soekarno itu menjadi 
kenangannya sampai mati. Katanya saat itu, "Saya sudah bekerja 47 
tahun terus-menerus sampai sekarang, tetapi belum pernah ada pemimpin 
yang mengaku salah pendapat terhadap saya, selain dari Bung Karno. 
Contoh untuk ini saya sebutkan antara lain masalah kompleks Bangunan 
Olahraga (sebelumnya Asian Games - Red.) Senayan.?

Dalam masalah pembangunan kompleks bangunan olahraga tersebut, Silaban 
berpendapat bahwa adalah sebuah kekeliruan untuk membangun sebuah 
kompleks olahraga bertaraf internasional di daerah Duku Atas, sebab 
terdapat masalah saluran air dan masalah lalu lintas yang terlalu 
padat di daerah tersebut. Pada akhirnya, pendapatnya itu dibenarkan 
oleh Bung Karno, yang berkomentar, "Ya, Presiden Soekarno yang salah, 
dan Silaban yang benar."

Karier dari Silaban dimulai setelah ia menyelesaikan pendidikan 
formalnya di H.I.S. Narumonda, Tapanuli, tahun 1927, Koningen 
Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta, pada tahun 1931, dan Academic 
van Bouwkunst Amsterdam, Belanda, pada tahun 1950. Silaban juga pernah 
bekerja sebagai pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, 
Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937), dan sebagai Kepala 
DPU Kotapraja Bogor hingga 1965.

Prestasi suami dari Letty Kievits dan ayah dari 10 orang anak ini 
telah dimulai semenjak zaman kolonial ketika ia memenangkan sayembara 
perencanaan rumah Walikota Bogor pada tahun 1935, serta beberapa 
hotel. Selain Masjid Istiqlal, Monumen Nasional serta Gelora Senayan 
menjadi saksi dari kepiawaiannya dalam mendesain bangunan yang 
monumental dan besar bagi bangsa Indonesia.

Karya-karya tersebut membuat Friedrich Silaban mendapat berbagai 
penghargaan, baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara. 
Penghargaan yang diterimanya, antara lain tanda kehormatan Satya 
Lencana Pembangunan yang diberikan oleh Presiden Sukarno tahun 1962 
dan Penghargaan Honorary Citizen (warga negara kehormatan) dari New 
Orleans, Amerika Serikat. Di samping itu, kubah Masjid Istiqlal telah 
diakui Universitas Darmstadt, Jerman Barat, sebagai hak ciptanya 
sehingga disebut sebagai ?Silaban Dome? atau kubah Silaban.

Friedrich Silaban pada akhirnya tutup usia pada tanggal 14 Mei 1984 di 
Jakarta setelah menderita komplikasi dari beberapa penyakit. Ia pergi 
dengan meninggalkan jejak harum bagi toleransi beragama di Indonesia, 
serta nama yang akan selalu dikenang dalam sejarah bangsa Indonesia.

Diringkas dari:
Nama situs: Silaban
Alamat URL: http://www.silaban.net/2005/10/08/friedrich-silaban-1912-1984-arsitek-pengukir-sejarah-toleransi/
Judul asli artikel: Friedrich Silaban (1912-1984): Arsitek Pengukir Sejarah Toleransi
Penulis artikel: Charly Silaban
Tanggal akses: 5 November 2014


Kontak: biografi(at)sabda.org
Redaksi: N. Risanti dan Ayub
Berlangganan: subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org