Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/35 |
|
Bio-Kristi edisi 35 (20-4-2009)
|
|
Buletin Elektronik BIO-KRISTI (Biografi Kristiani) ________________________Edisi 035, April 2009_________________________ Isi Edisi Ini: - Pengantar - Riwayat: Grace Livingston Hill, Novelis yang Senantiasa Menyampaikan Pesan dari Tuhan - Karya: Robert Raikes dan Kegerakan Sekolah Minggu - Referensi - Tahukah Anda: Bagaimanakah Kisah Sekolah Minggu di Afrika? - Sisipan: Situs SABDA Alkitab: Teknologi untuk Belajar Alkitab + Pengantar __________________________________________________________ Salam sejahtera, Setiap hari Minggu, mungkin Anda mengantar anak, keponakan, adik, atau saudara Anda ke sekolah minggu -- tempat di mana mereka diperkenalkan kepada Yesus dan dipersiapkan untuk menjadi saksi-saksi Kristus. Namun, meskipun kehidupan Anda dekat dengan dunia sekolah minggu, pernahkah Anda berpikir tentang siapakah yang merintis pelayanan sekolah minggu ini untuk pertama kalinya? Nah, pada edisi Bio-Kristi kali ini, kami ingin mengajak Anda berkenalan dengan tokoh perintis sekolah minggu, Robert Raikes. Beliau mulai merintis sekolah minggu di Inggris yang menjadi pelopor hadirnya sekolah minggu di beberapa tempat di dunia. Selain itu, kami juga menyajikan riwayat Grace Livingston Hill, penulis Amerika yang senantiasa membagikan cinta kasih dan kebaikan Tuhan melalui beberapa karyanya. Melalui novel dan tulisannya yang lain, dia berhasil menjadi berkat bagi banyak orang sampai saat ini. Dalam kolom Tahukah Anda, kami telah menyiapkan sebuah bahasan singkat tentang sekolah minggu di Afrika. Kami harap pelayanan mereka di sana bisa menjadi inspirasi bagi Anda, terutama mereka yang melayani di sekolah minggu supaya semakin dikuatkan dalam setiap pelayanannya. Selamat membaca dan menikmati sajian ini. Tuhan memberkati. Staf Redaksi Bio-Kristi, Yohanna Prita Amelia http://www.sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/ http://biokristi.sabda.org/ ______________________________________________________________________ Rahasia kedamaian yang dalam dan kepasrahan hanya ada pada Kristus. E. Schuyler -- Penulis + Riwayat ____________________________________________________________ 1865 -- 1947 Penulis GRACE LIVINGSTON HILL: NOVELIS YANG SENANTIASA MENYAMPAIKAN PESAN DARI TUHAN Grace Livingston Hill dikenal sebagai "Ratu Novel Kristen". Sewaktu muda, saya membaca semua novel karyanya yang bisa saya peroleh. Banyak orang dari kota kecil dan kota besar di seluruh negeri mengaguminya. Anak tunggal seorang pastor Presbiterian dan istrinya ini lahir sehari setelah peristiwa penembakan Lincoln. Grace diperkenalkan kepada tulisan oleh orang tuanya yang membacakannya buku cerita. Ia hidup melalui dua Perang Dunia dan melihat banyak perubahan terjadi di Amerika. Tulisannya mencerminkan apa yang sedang terjadi dan tak pernah ketinggalan zaman. Seorang peresensi harian "New York Times" menulis bahwa bukunya "lebih dari sekadar kenangan indah bagi ribuan orang; buku-buku itu juga menjadi objek pelajaran mengenai kehidupan dan pemikiran yang bersih". Dia sama sekali tidak pernah menyimpang dari hal itu. Editornya mengingatkan pembaca buku-bukunya bahwa "buku-buku karyanya selalu mengandung kearifan yang lemah-lembut dan kehidupan yang damai". Ketika suaminya meninggal secara tiba-tiba, Grace memutuskan untuk berkarier sebagai penulis. Novel pertamanya, "A Chautuqua Idyl" (1887), menjadi awal dari karier panjangnya. Ia mampu menghasilkan rata-rata dua novel dalam setahun. Ketika ia menjadi seorang janda dan merasakan semua beban tanggung jawabnya sebagai orang tua tunggal, Grace secara alamiah berpaling kepada Alkitab untuk mencari pertolongan. Ia menemukan pertolongan itu di Ulangan 33:25 dan mengambil ayat itu sebagai motto hidupnya: "Selama umurmu kiranya kekuatanmu." Menyebut ayat itu setiap hari, membantunya untuk percaya bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan yang ia perlukan. Grace menyaksikan abad sembilan belas akan berakhir, dan orang-orang penasaran tentang apa yang akan terjadi di Amerika 100 tahun ke depan. Ia sendiri terlalu sibuk memerhatikan perayaan pergantian abad, dari abad ke-18 menuju abad ke-19. Ia sedang terburu-buru menyelesaikan sebuah buku dan memenuhi tenggat waktu penerbitnya. Pada awal abad baru itu, keuntungan dari tulisannya memampukannya membangun rumah impiannya -- jenis rumah yang sama seperti yang ia tulis dalam novel-novelnya. Dibangun dari batu, seperti yang selalu ia inginkan, rumah itu bermula dengan tiga tingkat. Rumah tersebut berubah tahun demi tahun sesuai dengan penambahan dan perubahan model yang Grace lakukan, sampai-sampai rumah itu menjadi jauh lebih besar -- memiliki empat belas buah kamar. Tetapi ia memang memerlukannya. Ibunya tinggal dengannya, begitu juga bibinya, dan setelah putri-putrinya menikah, mereka dan suami mereka dan kemudian para cucu juga tinggal bersamanya. Meskipun menulis adalah alatnya untuk menafkahi dirinya dan dua orang putrinya, Grace merasa bahwa menulis itu adalah panggilan dari Tuhan. Karena itu, ia menulis untuk menyampaikan dasar-dasar teguh mengenai kehidupan dan komitmen Kristen. Yang ia tulis memang sederhana, tetapi dengan keyakinan yang dalam. Sebuah novel yang berjudul "The Witness" (1939) menarik perhatian Sunday School Herald dan disoroti oleh Sunday School Herald selama beberapa waktu. Buku itu menjadi alat yang membuat banyak orang menjadi percaya kepada Kristus dan memperbarui komitmen kehidupan Kristen. Ia juga menulis kolom religius, "The Christian Endeavor Hour", dan bekerja sama dengan Evangeline Booth untuk menulis "The War Romance of Salvation Army" (1918). Grace tidak menulis buku-buku yang "best-seller" pada masanya, namun hal itu tidak mengusiknya. Penerbit sukses dan diakui, J.B. Lippincott Publishers di Philadelphia, berjanji akan menerbitkan salah satu bukunya, tetapi dengan syarat bahwa ia harus merevisinya. Ia terkejut. Tak lama kemudian, Tuan Lippincott menemuinya. Lippincott berbicara dengan lembut namun serius tentang apa yang buku -- juga penulis -- perlukan agar bisa sukses. Grace mendengar hal itu dengan perasaan takut. Maksud Lippincott sangat jelas, dan hal itu bertentangan dengan apa yang Grace ingin dengar. Menurut penerbit, tidaklah menjadi masalah untuk menulis sebuah novel dengan karakter yang bermoral tinggi dan baik menang atas yang jahat pada akhir cerita, namun novelnya tidak boleh memiliki "hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan sekolah minggu". "Hal itu tidak akan membuat novel laku," kata penerbit itu tegas. "Buang Injilnya." Grace terlihat kecewa. Ia sudah menyetujui memberi Lippincott dua buku lainnya, dan ia harus menghargai kontrak itu. Namun, ia ingin membantu pembaca menemukan Juru Selamat dan menguatkan iman mereka. Ia berkonsentrasi menulis beberapa novel sejarah, namun tak pernah mengabaikan pesan kristiani yang harus disampaikannya. Ia bekerja keras menulisnya, menggabungkan roman dan petualangan, dan kadang misteri. Lippincott terus menerbitkan buku-buku Grace, dan namanya dimasukkan dalam daftar buku wajib baca. Grace juga diminta memberi kuliah, dan dengan bakat naturalnya dalam hal drama, ia memberi kuliah dengan gaya bicara yang informal. Grace juga dengan giat ambil bagian dalam mendukung apa yang disebut Old Leiper Church dan pelayanannya di antara para imigran Italia. Selama era Depresi Besar (Great Depression), banyak orang memerlukan bantuan, dan Grace datang kepada mereka dengan bantuan finansial. Di sela-sela kesibukannya, Grace mulai menghadiri serangkaian kelompok pemahaman Alkitab, dan ia mulai melihat Alkitab dalam sebuah cahaya baru. Hal ini membawa Grace kepada hubungan baru yang lebih mendalam dengan Tuhan dan sebuah keinginan untuk melayani Dia lebih lagi. "Tuhanlah yang memberiku talenta-talentaku," katanya. "Aku akan melakukan semua yang aku mampu untuk menunjukkan betapa aku bersyukur pada-Nya. Aku akan lebih banyak memakai waktu dan usahaku untuk menyebarkan Injil Kristus," katanya kepada putrinya. Dan hal itu benar-benar ia lakukan. Buku-bukunya menjadi lebih populer daripada sebelumnya. Meskipun dunia semakin sibuk dan gila, ia semakin banyak menerima surat dari orang-orang yang berterima kasih kepadanya karena telah menulis buku-buku itu. Walaupun beberapa bukunya berkenaan dengan masalah-masalah yang sedang terjadi -- seperti korupsi dan pemerasan, dan kesenangan palsu kehidupan orang-orang kaya -- tulisannya masih menarik bagi para pembaca yang mencari tempat singgah nyaman dalam kesusastraan. Ia berusia 75 tahun saat Jepang mengebom Pearl Harbor pada tanggal 7 Desember 1941. Ia pernah mengalami hidup di tengah kengerian perang; ia cinta damai dan ingin setiap orang merasakannya. Berita-berita di koran-koran dan radio yang menceritakan tentang kengerian dan kekejaman sadis yang terjadi di Eropa dan Timur Jauh, membuatnya kecewa. Selama perang, buku-bukunya memaparkan persoalan-persoalan yang perang timbulkan. Bukunya, "A Girl to Come Home To", adalah tentang seorang veteran yang melihat pertempuran berdarah untuk pertama kalinya dan kemudian kecewa, sama dengan yang Grace rasakan. Novel itu bercerita tentang bagaimana seorang veteran menemukan kembali imannya saat pulang ke rumah. Buku itu membuatnya mendapat banyak surat, kebanyakan dari veteran yang merasakan hal yang sama dengan kisah di buku itu. Mereka berterima kasih atas tulisan mengenai persoalan-persoalan itu sehingga orang-orang yang berada di rumah, yang tidak mengalami kekejian perang, dapat memahami apa yang veteran-veteran itu perjuangkan saat mereka pulang ke kampung halamannya, kepada teman-teman dan keluarganya. Ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom di Jepang pada tanggal 6 Agustus, dan kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945, Grace sangat tertekan. "Saya bukan lagi orang Amerika," katanya pada seorang temannya. Pada musim gugur 1946, dokter memvonisnya mengidap kanker. Operasi untuk mengangkat tumor lebih dari hanya sekadar membuat tubuhnya lemah. Pada bulan Januari 1947, buku terakhir Grace, "Where Two Ways Meet", diterbitkan. Meski ia sibuk, awal Februari ia memenuhi permintaan wawancara terakhir di rumahnya. Sang pewawancara mengajukan banyak pertanyaan mengenai kariernya sebagai penulis Kristen dan dalam artikel yang menyebutnya sebagai "salah satu novelis Amerika terfavorit dan paling produktif". Diperkirakan lebih dari 4 juta novel Grace telah dicetak di Amerika saja. Estimasi ini tidak termasuk cetakan ulang di kemudian hari dan yang diterbitkan di negara lain dan dalam bahasa lain, yang jika dihitung mungkin akan melipatgandakan jumlah buku tercetak di Amerika. Novel-novel itu masih dijual hingga hari ini dalam versi yang lebih kecil dan sampul tipis, serta tersedia di toko-toko buku. Saat pewawancara menanyakan mengenai bagaimana ia mampu merangkul pembaca dari beberapa generasi, ia menjawab, "Karena saya tidak menulis hanya demi menulis. Saya berusaha menyampaikan ... sebuah pesan, yang telah Tuhan berikan, dan mengerahkan semua kemampuan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikannya. Apapun yang sudah dapat saya selesaikan, semuanya adalah karya Tuhan. Saya mencoba menuruti ajaran Tuhan dalam semua tulisan dan pemikiran saya." Grace Livingston Hill tak memiliki cukup umur untuk membaca hasil wawancara yang diterbitkan itu. Pada tangagl 23 Februari 1947, ia meninggalkan dunia di mana ia tak lagi merasa ada di rumahnya menuju ke tempat di mana ia tahu bahwa Juru Selamatnya telah menunggunya. (t/Adwin) Diterjemahkan dari: Judul buku: 100 Christian Women Who Changed the 20th Century Judul asli artikel: Grace Livingston Hill (1865-1947) Penulis: Helen Kooiman Hosier Penerbit: Flemming H. Revell, Michigan 2000 Halaman: 33 -- 36 + Karya ______________________________________________________________ 1735 -- 1811 Pelayan Anak ROBERT RAIKES DAN KEGERAKAN SEKOLAH MINGGU Robert Raikes (1735 -- 1811) dikenal sebagai pelopor sekolah minggu. Meskipun dia bukan orang pertama yang menggagas berdirinya sekolah minggu, tetapi karyanya memelopori sekolah minggu sebagai institusi nasional di Inggris. Seperti George Whitefield, Raikes adalah warga negara Gloucester. Lebih muda dari pengkhotbah terkenal itu, dia lahir tepat pada saat pelayanan Whitefield mulai menarik perhatian dan berkembang di sebuah kota yang telah mengalami berkat kebangunan rohani. Ayahnya adalah seorang warga negara dan pengusaha terkemuka, pemilik Gloucester Journal yang kemudian diberikan kepada Robert Raikes pada tahun 1757. Karena peka terhadap kebutuhan yang ada di sekelilingnya, maka dia mulai menggunakan makalahnya untuk menarik perhatian orang banyak. Awal ia mulai menjadi perhatian masyarakat banyak adalah saat ia memerhatikan keadaan memprihatinkan beberapa tahanan di penjara Gloucester. Tidak ada pemenuhan kebutuhan yang layak untuk para tahanan miskin. Mereka yang tidak mendapatkan bantuan dari teman-teman atau sanak saudara harus mengemis makanan dari teman-teman sepenjara mereka. Untuk membantu masalah ini, dia membuat suatu pendekatan melalui makalahnya. Anak-Anak Berlarian ke Sana ke Mari Robert Raikes menyadari kebutuhan anak-anak yang orang tuanya tidak mampu menyekolahkan mereka. Pada tahun 1780, dia prihatin melihat anak-anak berlarian ke sana ke mari di kota pada hari Minggu dan mulai berpikir untuk mengadakan suatu sekolah. Pada awal tahun 1769, Hannah Ball, yang telah bertobat setelah mendengarkan khotbah John Wesley, telah mendirikan sebuah sekolah minggu di High Wycombe. Ada juga sebuah sekolah minggu yang diselenggarakan oleh Thomas King di Dessenter di dekat Dursley. Raikes adalah seorang anggota gereja yang setia dan ingin sekolahnya berkaitan erat dengan gerejanya. Dia kemudian berkonsultasi dengan Thomas Stock, seorang kurator setempat yang telah terlibat di sebuah sekolah di Berkshire. Stock rupanya diminta untuk membuat rencana dan Raikes yang menyediakan dananya. Pada bulan Juli tahun 1780, sebuah sekolah minggu berhasil didirikan di gereja St.Mary de Crypt di Gloucester. Ada dua sesi setiap hari Minggu dan empat wanita dibayar untuk mengajar anak-anak membaca dan belajar buku katekisasi (Prayer Book Catechism). Raikes terlibat aktif dalam kegiatan ini. Dia mengunjungi anak-anak di rumah mereka, meninjau perkembangan kemampuan membaca mereka, dan memberikan hadiah untuk mereka jika kemampuan baca mereka berkembang baik. Karyanya tersebut kemudian dipaparkan dalam sebuah artikel anonim di Gloucester Journal dan segera menarik perhatian banyak pihak. Tahun 1788, karyanya diterima secara nasional ketika artikel itu dicetak ulang di Gentleman`s Magazine, sebuah majalah terkenal pada saat itu. Negara yang telah mendapat pengaruh besar dari Kebangunan Rohani Injili (Evangelical Revival) tersebut telah siap menerima hal seperti itu. Dalam 7 tahun, diperkirakan hampir seperempat juta anak-anak telah diajar di sekolah-sekolah minggu. Jumlah itu hampir sebesar 3 persen dari total jumlah populasi. Anak-anak yang diharapkan mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang orang tuanya tidak mampu menyekolahkan mereka atau anak-anak yang sudah bekerja dan yang harus bekerja sepanjang minggu. Sebuah Wadah untuk Anak-Anak Kristen Jelas bahwa ada ladang yang luas yang harus dijangkau. Selain itu, jelas pula bahwa kebutuhan yang ada sangatlah besar, sehingga hal ini tidak mungkin dapat dipenuhi kecuali ada guru-guru sukarelawan yang dipersiapkan untuk memberikan waktu mereka. Tantangan pertama Raikes dalam memberikan pengajaran Kristen dasar adalah mengajar anak-anak untuk membaca. Tahun 1784, John Wesley mencatat dalam jurnalnya: "Saya menemui sekolah-sekolah ini berkembang di mana pun saya pergi. Mungkin Tuhan memiliki rencana yang tidak terpikirkan oleh manusia. Siapa tahu beberapa dari sekolah itu menjadi wadah untuk anak-anak Kristen?" Dia sangat tertarik terhadap usaha-usaha Raikes sehingga dia mencetak kembali laporan asli Raikes di Arminian Magazine agar apa yang dilakukan Raikes semakin dikenal luas. Minatnya jelas membantu membangkitkan minat para pengikutnya. Gereja Baptis London sangat membantu penyebaran sekolah minggu. William Fox merupakan seorang tukang gorden di Cheapside dan anggota Particular Baptist Church (Gereja Baptis Istimewa) di Prescot Street di bawah penggembalaan Abraham Booth. Pada tahun 1785, bersama dengan teman-temannya, dia mendirikan "Komunitas Pengembang dan Pendukung Sekolah Minggu" (Society for the Establishment and Support of Sunday Schools). Selama beberapa tahun, dia telah memikirkan cara-cara untuk dapat memberikan pendidikan gratis bagi orang-orang miskin, namun menyadari bahwa hal itu terlalu besar untuk dikerjakan. Dia kemudian mendengar usaha Raikes di Gloucester dan mengirim surat kepadanya, untuk belajar dari pengalamannya. Sekolah minggu tampaknya menjadi cara untuk maju dan dengan bantuan teman-teman seiman di kota London, dia menyampaikan rencana-rencananya. Dia mampu menyatukan pengurus gereja dan orang-orang bukan gereja dalam masyarakat yang akhirnya menjadi Persatuan Sekolah Minggu (Sunday School Union). William Fox mendorong setiap gereja untuk mendirikan sekolah minggu dan dalam waktu yang singkat ratusan sekolah minggu berdiri. Peristiwa itu terjadi beberapa tahun sebelum gerejanya sendiri merespons proposalnya. Hal ini mungkin disebabkan beberapa tahun sebelumnya Gereja Prescot Street telah mendiskusikan diadakannya kelas katekisasi yang dianggap sebagai cara yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Akhirnya, pada tahun 1798, Gereja Prescot Street mendirikan sekolah minggu di Goodman’s Fields. Catatan awal sekolah ini memberikan sebuah gambaran bagaimana gereja Particular Baptist bekerja. Anak-anak yang menghadiri sekolah minggu diharapkan menghadiri kebaktian di Prescot Street Meeting. Sekolah minggu itu menyediakan seratus buku ejaan, Watts’s Songs for Children (kumpulan lagu anak-anak karya Watt) dan katekisasinya, serta tinta dan papan tulis. Selain itu, dana dikumpulkan untuk menyediakan pakaian bagi anak-anak miskin. Kemudian, kelas menulis untuk anak laki-laki mulai diadakan pada hari Senin malam. Beberapa sekolah tidak yakin apakah pelajaran menulis pada hari sabat itu pantas untuk dilakukan. Mungkin karena itulah Gereja, Prescot Street akhirnya mengadakan kelas hari Senin. Pembaruan Semangat Sementara karya Raikes di Gloucester terus menarik perhatian. Ratu Charlotte, istri Raja George III, mewawancarainya dan mendorong orang lain untuk mengikuti teladan yang Raikes berikan. Raikes terus memperluas minatnya dan terlibat dalam pendirian Gloucester Infirmary (Rumah Sakit Gloucester) dan penjara yang baru dan lebih baik. Dia merupakan teladan semangat reformasi sosial yang muncul setelah Kebangunan Injili Besar Abad ke-18 (Great Eighteenth Century Evangelical Awakening). Pendirian sekolah minggu merupakan bagian kecil dari perubahan sosial besar yang mengubah wajah masyarakat lebih dari seperempat abad kemudian. (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Nama situs: Grace magazine.org Judul asli artikel: Robert Raikes and the Sunday School Movement Penulis: Robert W. Oliver Alamat URL: http://www.gracemagazine.org.uk/articles/historical/raikes.htm + Referensi __________________________________________________________ Ingin mengetahui artikel lain yang mengupas sosok Robert Raikes? Silakan mengunjungi alamat di bawah ini. Robert Raikes Memulai Sekolah Minggu (1780) ==> http://misi.sabda.org/robert_raikes_memulai_sekolah_minggu + Tahukah Anda? ______________________________________________________ BAGAIMANAKAH KISAH SEKOLAH MINGGU DI AFRIKA? Tahukah Anda, di Afrika, murid-murid datang ke sekolah minggu dengan bertelanjang kaki? Persembahan mereka lebih mirip sebutir jagung kering daripada koin. Mereka tahu jika hari itu adalah hari Minggu ketika mereka mendengar suara pukulan "lonceng gereja" yang terbuat dari pelek ban tua yang digantung di sebuah pohon. Anak-anak berjongkok di sebuah bangku gereja panjang di bawah atap jerami atau duduk di sebuah tikar jerami dan bahkan di atas tanah. Ayam-ayam, kambing-kambing, dan babi-babi berjalan kian kemari keluar masuk gereja. Anak-anak selalu menari ketika lagu sekolah minggu dinyanyikan. Drum dan "giring-giring" adalah satu-satunya alat musik yang dimainkan. Tidak ada satu pun anak yang memiliki buku, buku mewarnai, atau malam bekas. Guru mengajar dengan menulis di atas pasir menggunakan tongkat atau sebuah papan kasar yang dicat hitam. Mendramakan sebuah cerita adalah cara mengajar yang populer dan efektif. Beberapa anak bahkan berpura-pura menjadi babi atau keledai, dan membiarkan anak lain berperan sebagai "Yesus" yang menunggangginya ke Yerusalem. (t/Yohanna) Diterjemahkan dari: Nama situs: Ecmafica.com Judul asli artikel: Tell Me About An African Sunday School Penulis: Tidak dicantumkan Alamat URL: http://www.ecmafrica.org/Page.aspx?id=36271 + Sisipan ____________________________________________________________ SITUS SABDA ALKITAB: TEKNOLOGI UNTUK BELAJAR ALKITAB Apakah Anda ingin menggali ayat-ayat firman Tuhan dengan teliti dan mendalam? Atau, apakah Anda ingin mempersiapkan bahan Pelajaran Alkitab secara bertanggung jawab, namun tidak memiliki bahan-bahan dan alat-alat biblika yang lengkap? Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > memberikan kabar gembira bagi Anda! Telah hadir, SABDA Alkitab, sebuah situs Alkitab multiversi dan multibahasa yang berisi bahan-bahan biblika seperti Tafsiran Alkitab, Catatan Kaki, Referensi Silang, Kamus Alkitab, dan Sistem Studi Peta. Tidak hanya itu, terdapat pula bahan-bahan pendukung lain seperti Sistem Studi Kata, Biblical Arts (karya seni yang berhubungan dengan Alkitab), Hymns (lagu-lagu himne), Artikel Teologi, Ilustrasi Khotbah, Alkitab Audio, dan sebagainya. Keseluruhan bahan tersebut telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat terintegrasi dalam sebuah sistem komputasi biblika (biblical computation system) dan menjadi alat bantu yang luar biasa untuk mempelajari dan mendalami Alkitab secara bertanggung jawab. Mempelajari Alkitab adalah tanggung jawab setiap orang percaya. Jadi, sudah saatnya kita meninggalkan alasan-alasan untuk tidak melakukannya. Segeralah kunjungi situs SABDA Alkitab ini di alamat: ==> http://alkitab.sabda.org Jika dalam kunjungan ke situs SABDA Alkitab Anda menemukan adanya kerusakan, masalah, kesulitan, atau ingin memberikan saran, silakan melaporkan ke "Laporan Masalah/Saran" yang tersedia di bagian bawah setiap halaman situs SABDA Alkitab ini. Sampaikan pula kabar gembira ini kepada rekan-rekan Anda! ______________________________________________________________________ Pimpinan redaksi: Kristina Dwi Lestari Staf redaksi: Yohana Prita Amelia Kontributor edisi ini: Adwin Agung Kurniawan Isi dan bahan menjadi tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) BIO-KRISTI 2009 YLSA -- http://www.ylsa.org/ Situs Katalog -- http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan: < subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org > Alamat berhenti: < unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org > Kontak redaksi: < biokristi(at)sabda.org > Alamat situs: http://biokristi.sabda.org/ Alamat forum: http://biokristi.sabda.org/forum/ Arsip Bio-Kristi: http://www.sabda.org/publikasi/Bio-Kristi Blog SABDA: http://blog.sabda.org/ ____________________BULETIN ELEKTRONIK BIO-KRISTI_____________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |