Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/129 |
|
Bio-Kristi edisi 129 (20-12-2013)
|
|
Buletin Elektronik BIO-KRISTI (Biografi Kristiani) _______________________Edisi 129/Desember 2013_________________________ Bio-Kristi -- Thomas Obadiah Chisholm Edisi 129/Desember 2013 Pada edisi terakhir publikasi Bio-Kristi tahun ini, kami menyajikan kisah hidup Thomas Obadiah Chisholm, yang memberi kontribusi besar di dunia kepenulisan himne Kristen. Meski dikenal sebagai penulis himne yang luar biasa, Thomas adalah salah satu teladan dalam mengaplikasikan Yohanes 3:30. Segenap redaksi Bio-Kristi berterima kasih untuk kesetiaan Anda dalam berlangganan publikasi kami. Tak lupa, kami juga mengucapkan SELAMAT NATAL 2013 dan TAHUN BARU 2014. Menyambut Natal tahun ini, kami menyiapkan renungan tentang Anugerah dan Pengampunan. Semoga seluruh bahan yang kami sajikan sepanjang tahun ini bermanfaat bagi Anda. Mari kita menyongsong tahun baru 2014 dengan memiliki hidup yang lebih berarti. Sampai ketemu tahun depan. Segala kemuliaan bagi Tuhan Yesus. Pemimpin Redaksi Bio-Kristi, Berlin B. < berlin(at)in-christ.net > < http://biokristi.sabda.org/ > RENUNGAN NATAL: ANUGERAH DAN PENGAMPUNAN Seorang rekan kerja yang masih muda bertanya kepada saya, "Apa perbedaan antara anugerah (grace) dan pengampunan (mercy)?" Sebuah jawaban tidak segera muncul di benak saya sehingga saya terpaksa menjawab dengan berkelakar, "Grace bekerja pada jam kerja pagi, sementara Mercy pada jam kerja sore." Tawa dan cekikikan datang dari mereka yang mendengarnya karena ada dua wanita dengan nama itu yang bekerja di kantor kami. Kemudian, pertanyaan itu muncul kembali dalam benak saya, yang memberi saya waktu untuk merenungkan jawaban yang sesungguhnya. Saya memikirkan tentang anugerah Allah, kebaikan hati-Nya yang diberikan secara cuma-cuma dan seharusnya tidak pantas saya dapatkan, yang telah ditunjukkan-Nya kepada kita sebagai hadiah. Dan, saya berpikir tentang pengampunan Tuhan, kesabaran-Nya yang penuh kasih kepada kita menunjukkan bahwa Dia baik dan pemaaf meskipun kita layak mendapatkan hukuman. Bapa surgawi kita jelas merupakan contoh terbaik dari anugerah dan pengampunan. Sementara merenungkan bagaimana anugerah dan pengampunan bekerja bersama, saya teringat peristiwa terkenal dari medan Perang Dunia I. Saat itu malam Natal 1914, di bagian depan barat, tempat pasukan Inggris dan Jerman saling berhadapan dalam pertempuran sengit. Berikut ini adalah kutipan dari sebuah surat yang ditulis oleh seorang tentara Inggris yang hadir pada malam Natal itu. Aku tidak pernah berharap melihat seorang asing dan pemandangan yang lebih indah lainnya. Deretan lampu kecil bersinar di sepanjang garis kubu Jerman, di kiri hingga kanan sejauh mata memandang. "Apa itu?" tanyaku dalam kebingungan, dan John menjawab, "Pohon-pohon Natal!" Dan, begitulah. Pasukan Jerman telah menempatkan pohon Natal di depan lubang pertahanan mereka, diterangi oleh lilin atau lentera seperti mercusuar maksud baik. Dan kemudian, kami mendengar suara mereka terdengar lebih keras dalam sebuah lagu. "Stille nacht, heilige nacht ...." Lagu Natal ini mungkin belum terlalu populer bagi kami di Inggris, tetapi John mengenalnya dan menerjemahkannya, "Malam kudus, sunyi senyap." Aku belum pernah mendengar satu lagu pun yang lebih indah atau lebih berarti, dalam keheningan malam yang terang itu, yang kegelapannya tersamarkan oleh bulan sabit. Ketika lagu itu berakhir, tentara kami yang berada di lubang pertahanan bertepuk tangan. Ya, tentara-tentara Inggris bertepuk tangan bagi tentara Jerman! Kemudian, salah satu dari tentara kami mulai bernyanyi, dan kemudian kami semua bernyanyi bersamanya. "The first Noel, the angel did say ...." Sesungguhnya, suara kami bahkan tidak sebagus suara tentara Jerman, dengan perpaduan harmoni mereka yang indah. Tetapi, mereka merespons dengan tepuk tangan antusias, dan kemudian kembali bernyanyi, "O Tannenbaum, o Tannenbaum ... (Pohon Terang) ...." Kemudian, kami membalas, "O Come all ye faithful" (Hai Mari Berhimpun). Tetapi kemudian, mereka bergabung dengan kami, menyanyikan lagu yang sama dalam bahasa Latin. "Adeste Fideles ...." Tentara Inggris dan Jerman bernyanyi bersama berseberangan di tanah tidak bertuan! Saya berpikir bahwa tidak ada hal lain yang lebih menakjubkan daripada hal ini, tetapi apa yang terjadi setelah itu jauh lebih menakjubkan. "Kami sepakat tidak akan ada baku tembak sampai tengah malam besok," ia mengumumkan. Beberapa saat kemudian, di sanalah kami, di tanah tak bertuan itu, lebih dari ratusan prajurit dan perwira dari kedua kubu saling bersalaman dengan orang-orang yang hendak kami bunuh satu jam sebelumnya! Bahkan, mereka yang tidak bisa berkomunikasi masih bisa bertukar hadiah, yaitu teh kami ditukar dengan kopi mereka, kornet kami ditukar dengan sosis mereka. Aku sendiri bertukar pisau lipat dengan sabuk peralatan yang terbuat dari kulit, sebuah cendera mata yang baik untuk ditunjukkan ketika aku pulang. Saat malam semakin larut, beberapa lagu masih dinyanyikan bergantian di antara api unggun, dan kemudian semua bergabung dalam lagu "Auld Lang Syne" (lagu yang biasa dinyanyikan pada saat malam tahun baru, sebagai lagu perpisahan terhadap tahun yang baru berlalu, red.). Kemudian, kami berpisah dengan janji untuk bertemu lagi besok, dan bahkan dengan beberapa pembicaraan tentang pertandingan sepak bola. Merenungkan mukjizat Natal ini, saya bertanya pada diri sendiri, apa yang bisa menyebabkan dua kubu yang saling berlawanan ini, yang bersedia berjuang sampai mati, dapat meletakkan senjata mereka dan merangkul satu sama lain sebagai teman? Hanya anugerah dan pengampunan. Itu adalah anugerah dan pengampunan yang sama, yang pertama kali masuk ke dalam hati manusia pada malam lainnya dua ribu tahun yang lalu. Pada malam itu, seorang malaikat mengumumkan kepada dunia melalui sekelompok kecil gembala, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Lukas 2:14). Para gembala itu kemudian menemukan Maria, Yusuf, dan seorang bayi yang terbaring di palungan. Sementara mata lelah mereka menatap-Nya, mereka menyaksikan perwujudan dari anugerah dan pengampunan Allah dalam daging, dan tinggal di antara mereka, yaitu Yesus Kristus! Semoga kita mengikuti teladan dari Bapa surgawi kita, dan seperti yang dilakukan tentara Inggris dan Jerman pada saat perang di pedesaan Belgia yang bersalju, mengembangkan anugerah dan pengampunan kepada semua orang yang jalannya mungkin kita seberangi. Selamat Natal! (t/N. Risanti) Sumber asli: Nama situs: CBN Alamat URL: https://www.cbn.com/spirituallife/Devotions/markland_grace_mercy.aspx Judul renungan: Grace and Mercy Penulis: Gene Markland Tanggal akses: 19 November 2013 Diambil dari: Nama situs: Natal Alamat URL: http://natal.sabda.org/anugerah_dan_pengampunan Penulis: Gene Markland Tanggal akses: 21 November 2013 KARYA: Thomas Obadiah Chisholm (1866 -- 1960) Penulis Himne Di awal khotbahnya, Martin Luther mengangkat sebuah Alkitab dan berkata, "Ini Injil." Lalu, ia mengangkat tangan satunya yang memegang sebuah buku pujian, dan melanjutkan kata-katanya, "Dan, ini adalah cara kita mengingatnya." Pernyataan ini mungkin diringkas dengan baik oleh William Wordsworth, "Aku melahirkan musik di hatiku lama setelah itu tidak didengar lagi." Musik berbicara kepada hati; dan kata-kata yang berkaitan dengan melodi itu, beserta melodinya itu sendiri, memicu berbagai kenangan masa lalu dan mengarahkan kita pada sikap atau tindakan tertentu di masa sekarang. Musik berbicara tentang harapan kita akan masa depan, menunjukkan mimpi-mimpi kita, dan bahkan menyuarakan rasa takut dan keraguan kita. Demikian juga dengan iman. Mazmur, himne, lagu-lagu rohani telah lama melayani umat Allah: memberikan penghiburan saat kita sedih dan menderita, memberikan semangat saat kita lemah dan ragu-ragu, memanggil kita untuk menjalani hidup dengan keyakinan yang lebih besar pada masa-masa itu ketika diri sendiri sering kali menjadi pusat kita. Para penulis himne yang hebat, yaitu mereka yang terus dikenang, dan yang kata- kata dan lagunya bertahan selama berabad-abad, adalah mereka yang mampu dengan sederhana, tetapi mendalam, menyentuh hati orang-orang yang mendengar dan menyanyikan lagunya. Lirik dan aransemennya menjadi bagian integral dari struktur kehidupan orang percaya yang tak terhitung jumlahnya, membuat perjalanan rohani mereka semakin kaya dan manis. Syukur kepada Tuhan karena selama berabad-abad, Dia telah mengaruniakan kemampuan untuk menulis kata-kata dan menggubah musik untuk mazmur, himne, dan nyanyian-nyanyian rohani kita. Kita semua kaya akan jerih payah kasih dari orang-orang ini. Sebagian besar dari mereka tidak terkenal di dunia, mereka tidak kaya dan terkenal, sebagian besar menjalani kehidupan mereka dalam kesederhanaan, membagikan karunia yang telah Tuhan berikan kepada sesama. Banyak dari kita telah menyanyikan himne mereka di sepanjang hidup kita, tetapi kita bahkan tidak tahu nama mereka. Namun, mereka itu seperti kita: menjalani kehidupan, mengalami suka dan duka, dan berusaha melayani Allah dengan kemampuan terbaik dan kesempatan yang dimiliki. Mengenal orang-orang seperti itu hanya akan memperkaya kehidupan kita. Thomas Obadiah Chisholm lahir di sebuah rumah kayu di Franklin, Kentucky, pada 29 Juli 1866. Keluarganya sangat miskin dan ia tidak mampu mendapatkan pendidikan yang sangat baik. Dia bersekolah di sebuah desa kecil dan tidak pernah lulus dari pendidikan sekolah dasar. Terlepas dari itu, Thomas diangkat menjadi guru di sekolah itu saat usianya baru 16 tahun. Jelas, ia adalah seorang pemuda cerdas yang menjanjikan, dan masyarakat di situ memercayakan tanggung jawab itu kepadanya. Kepercayaan ini menjelaskan banyak hal tentang karakter seorang Thomas Chisholm muda. Pada usia 21 tahun, ia menjadi seorang editor di koran lokal: The Franklin Favorit. Pada tahun 1893, dalam sebuah pertemuan yang dipimpin oleh Dr. Henry Clay Morrison (pendiri Asbury College and Theological Seminary), Thomas menjadi seorang Kristen. Melihat potensi pemuda ini, Dr. Morrison mengundangnya untuk pindah ke Louisville, Kentucky, dan menjadi editor di publikasi milik Morrison: The Pantekosta Herald. Thomas menerima tawaran itu dan pindah ke Louisville, dan bekerja selama beberapa tahun sebagai editor Dr. Morrison. Paparan Chisholm terhadap karya bosnya membawanya mengembangkan minat yang kuat dalam pelayanan. Maka, tahun 1903, ia ditahbiskan sebagai pelayan di Gereja Methodist. Setelah itu, ia ditunjuk untuk melayani jemaat di Scottsville, Kentucky. Namun, Thomas adalah orang yang sangat rentan dan kesehatannya tidak baik. Kerasnya menjabat sebagai pelayan dengan cepat menjadi sesuatu yang membuat fisiknya tidak bisa bertahan. Setelah hanya satu tahun, ia terpaksa meninggalkan pelayanan karena masalah kesehatan. Ia dan keluarganya pindah ke sebuah peternakan di Winona Lake, Indiana. Beberapa tahun setelah itu, ia memulai karier sebagai seorang sales asuransi. Tahun 1916, ia pindah lagi, kali ini ke Vineland, New Jersey. Di situ, ia tetap bekerja dengan menjual asuransi. Meski keahliannya adalah menjual asuransi, namun hobinya menulis. Thomas memiliki bakat bawaan untuk menyatakan pikiran-pikiran rohani dalam bait-bait puitis, dan ia mengabdikan hidupnya untuk membagikan karunia itu dengan orang lain. "Chisholm menulis lebih dari 1200 puisi, banyak di antaranya muncul di majalah keagamaan bulanan seperti Sunday School Times, Moody Monthly, Alliance Weekly, dan sebagainya. Sejumlah puisi itu telah menjadi syair dalam himne-himne terkenal." (Kenneth W. Osbeck, 101 Hymn Stories, hlm. 84) Beberapa himne tersebut antara lain: "Bring Christ Your Broken Life", "Living For Jesus", "O, To Be Like Thee", "Only In Thee", dan banyak yang lainnya. Mungkin, himne yang paling membuatnya dikenal adalah "Great Is Thy Faithfulness" (Besar Setia-Mu, PKJ 138). Puisi "Great Is Thy Faithfulness" ini ditulis tahun 1923. Thomas menyatakan bahwa "tidak ada latar belakang yang mendalam" untuk puisi istimewa itu, melainkan hanya "kesadaran akan kesetiaan Allah yang dirasakan setiap hari". Meskipun tidak memiliki kekayaan dunia, Thomas merasa diberkati dengan melimpah oleh rahmat Tuhan sehari-hari. Dalam sebuah surat bertanggal 1941, Chisholm menyampaikan pandangan ini dalam pikirannya, "Penghasilanku tidaklah besar setiap waktu karena gangguan kesehatan yang kualami dari tahun-tahun awal sampai sekarang. Namun, aku tidak boleh gagal dalam mencatat kesetiaan yang tak pernah gagal dari Allah yang menggenapi janji-Nya, dan bahwa Dia telah menunjukkan kepadaku banyak keindahan pemeliharaan-Nya, yang olehnya aku dipenuhi rasa syukur yang menakjubkan." Thomas menjelaskan pendekatannya terhadap penulisan himne dengan pernyataan berikut: "Aku berusaha jujur kepada Firman, dan menghindari judul-judul dan penafsiran yang sembrono serta memperdaya. Aku rindu setiap pujian atau puisi bisa memiliki pesan pasti bagi setiap hati yang menjadi objeknya." Tahun 1923, Chisholm mengirimkan sejumlah puisinya, termasuk yang berjudul "Besar Setia-Mu" ke William Marion Runyan (1870-1957), seorang rekan editor yang bekerja di penerbit Hope Publishing dan seorang pemusik yang memiliki hubungan dengan Moody Bible Institute. Runyan menggubah sejumlah puisi Chisholm, namun ia begitu tersentuh terutama oleh puisi berjudul "Besar Setia-Mu" itu. Ia menulis, "Chisholm dan saya adalah rekan kerja yang setia, dan saya menulis harmoni untuk sekitar 20 atau 25 puisinya. Puisi khusus ini memiliki sebuah seruan. Saya sungguh-sungguh berdoa bahwa nada yang saya ciptakan untuk puisi ini dapat menyampaikan pesan itu dengan cara yang semestinya. Dan, sejarah bagaimana pujian itu selanjutnya digunakan menunjukkan bahwa Allah menjawab doa. Puisi itu ditulis di Baldwin, Kansas pada tahun 1923, dan pertama kali diterbitkan dalam pamflet lagu pribadi saya." Kolaborasi keduanya menghasilkan himne yang berdampak pada jutaan orang di seluruh dunia. Menurut George Beverly Shea, himne itu pertama kali diperkenalkan ke khalayak di Eropa pada tahun 1954 saat Billy Graham menggunakannya dalam pelayanannya di Inggris. Itu juga merupakan himne favorit almarhum Dr. Will Houghton, presiden Moody Bible Institute di Chicago, Illinois. Karena sering dinyanyikan di sekolah, himne itu juga menjadi salah satu himne favorit para siswa MBI selama bertahun-tahun, dan menjadi "himne tidak resmi" sekolah itu. Baik lirik dan musiknya telah menyentuh hati orang-orang dari generasi ke generasi, dan pastinya akan terus seperti itu untuk generasi yang akan datang. Thomas Chisholm pensiun di Methodist Home for the Aged (rumah penampungan bagi lansia, red.) di Ocean Grove, New Jersey pada tahun 1953. Ia meninggal di sana pada tanggal 29 Februari 1960 dan dimakamkan di pemakaman St. Thomas Whitemarsh Episcopal Church di Whitemarsh, Pennsylvania. Dia akan berusia 94 tahun pada musim panas yang akan datang. Kita memang benar-benar melayani Allah yang setia, yang telah memberkati kita dengan orang-orang berbakat seperti Thomas Chisholm dan William Runyan, yang membagikan karunia yang mereka miliki dengan kita dan dengan demikian memperkaya kehidupan kita. (t/Berlin B.) Diterjemahkan dari: Nama Situs: Zianet Alamat URL: http://www.zianet.com/maxey/reflx524.htm Judul asli artikel: Thomas Obadiah Chisholm: Writer of Great Is Thy Faithfulness Penulis: Al Maxey Tanggal akses: 30 Oktober 2013 Kontak: biografi(at)sabda.org Redaksi: Berlin B., Sigit, dan S. Setyawati. Berlangganan: subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |