Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/124 |
|
Bio-Kristi edisi 124 (10-10-2013)
|
|
Buletin Elektronik BIO-KRISTI (Biografi Kristiani) _______________________Edisi 124/Oktober 2013_________________________ Bio-Kristi -- Henry Francis Lyte Edisi 124/Oktober 2013 Salam jumpa, Perjalanan kehidupan seseorang bersama Tuhan tentu memberikan warna dan kenangan yang layak dikenang. Bahkan, bagi beberapa orang, ungkapan syukur dan pengagungan atas pemeliharaan dan pertolongan Tuhan penting untuk diabadikan dalam sebuah tulisan, entah berbentuk prosa, puisi maupun lagu. Demikianlah yang dilakukan Henry Francis Lyte, seorang penulis himne yang terkenal pada abad ke- 17, yang mengekspresikan syukurnya akan kasih Allah melalui lagu-lagu himne yang ditulisnya. Anda dapat menyimak riwayat kehidupannya dan mendapatkan inspirasi darinya. Selamat membaca. Staf Redaksi Bio-Kristi, S. Setyawati < http://biokristi.sabda.org/ > RIWAYAT: HENRY FRANCIS LYTE (1793 -- 847) Pendeta, Penulis Himne, dan Penyair Diringkas oleh: Berlin B. Henry Francis Lyte lahir di desa Ednam, di dekat Kelso, Skotlandia, pada tanggal 1 Juni 1793. Ia adalah anak kedua dari Kapten Thomas Lyte dan istrinya, Anna Maria. Ia memiliki dua saudara laki-laki: Thomas dan George. Pada tahun 1793, Inggris berperang melawan para pendukung Napoleon Perancis. Pada tahun 1796, Inggris tengah prihatin mengenai isu pemberontakan di Irlandia dan mengenai kekuatan Perancis yang sedang mencoba mendarat di Teluk Bantry untuk mendukung para pemberontak Irlandia. Tahun 1798, pemberontakan Irlandia pecah, dan Kapten Thomas Lyte menjadi salah seorang dari pasukan yang dikirim Inggris ke Sligo untuk memadamkan pemberontakan di wilayah itu. Anna Maria dan ketiga putranya menyusul kemudian. Henry Lyte memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya. Pada awal-awal masa kecilnya, ibunya telah memberitahukan tentang kasih Allah kepadanya, mengajarnya berdoa, dan membacakan cerita-cerita Alkitab. Sayangnya, hubungan antara putra dan ibunya ini hanya berlangsung singkat. Thomas Lyte memasukkan kedua anak tertuanya ke sekolah The Royal School Enniskillen, yang sekarang disebut Portora Royal School. Tidak lama kemudian, ia meninggalkan keluarganya dan pergi untuk menetap di Jersey. Kakak Lyte, yaitu Thomas, mungkin pergi bersamanya, atau tinggal di sekolah di Enniskillen. Akan tetapi, tidak ada catatan tentangnya sejak saat itu. Anna Maria dan putranya, George, kembali ke Inggris dan tidak lama kemudian, keduanya meninggal. Henry Lyte tidak pernah mengetahui apa yang terjadi pada ibu dan saudara laki-lakinya itu. Pada usia 9 tahun, Lyte menyadari bahwa ia sendirian dan tidak memiliki dukungan yang berarti. Periode dalam hidupnya ini ia gambarkan dalam puisi berikut ini: Tetaplah di sini wahai bayangan lembut ibuku; Walau jarang, datanglah untuk memberkati tidurku. Hai mimpi yang tidak setia, janganlah melayang sedemikian jauh, dan meninggalkan mata sayuku untuk terbangun dan menangis. O! Aku memimpikan hari-hari yang menyenangkan itu saat kehendak adalah pemanduku, dan kesenangan adalah tujuanku Aku mengoceh riang di antara labirin bunga masa kanak-kanak, dan hampir tidak mengenal kesedihan oleh namanya. Adegan itu menjauh, dan Engkau, sayangnya, melarikan diri, Cahaya hatiku, dan pemelihara masa mudaku, Engkau tidak datang lagi ke tempat tidur mewah yang melelapkan ini, Untuk memperburuk kepedihan dari kebenaran yang terjaga. Atau, jika tidur ini akan mengembalikan harapan-harapan Oh, biarkan aku tidur lagi, dan tidak pernah terbangun kembali. Dr. Robert Burrows, kepala sekolah Portora Royal School, seorang sarjana terkemuka dan penerima beasiswa program doktoral di Trinity College, Dublin, adalah seorang pria yang baik dan penyayang keluarga. Ia memiliki 2 putra dan 3 putri. Ia menaruh belas kasih kepada Lyte kecil dan menyadari bakatnya, yang bahkan telah terlihat di usia semuda itu. Dr. dan Nyonya Burrows mengadopsi Lyte dan membiayai pendidikannya di Portora. Dunia mungkin akan kehilangan salah satu penyair dan penggubah kidung pujian terbaiknya jika bukan karena kejelian Pendeta Burrows ini. Lyte bekerja keras, memperlihatkan harapan menjanjikan dari kemampuan puitisnya. Pada usia 16 tahun, Lyte mendapatkan sizarship di Trinity College, Dublin. Artinya, Lyte telah bekerja sangat keras untuk menjadi siswa terbaik. Sizar adalah sebutan untuk mahasiswa yang menerima beberapa bentuk bantuan seperti makanan, biaya kuliah yang lebih rendah, atau penginapan selama masa studinya, sering kali ini merupakan imbalan atas melakukan pekerjaan yang ditetapkan. Sebenarnya, Lyte bermaksud masuk ke sekolah kedokteran, tetapi karena merasa terpanggil dalam pelayanan, ia masuk ke sekolah teologi. Lyte memiliki kepribadian yang menyenangkan. Ia dikenal sebagai seorang penerima beasiswa yang pandai, tetapi sangat rendah hati. Ia dianugerahi penghargaan the Chancellor`s Prize untuk kategori Syair Inggris selama 3 tahun berturut-turut. Dari antara 24 mahasiswa di tahun 1813 itu, Lyte adalah mahasiswa pertama yang mendapatkan penghargaan itu. Ia dianugerahi gelar Sarjana Seni dari universitas Trinity pada tahun 1814. Selain berutang pendidikan dan kehidupan rumah yang nyaman kepada Dr. dan Nyonya Burrows, Lyte juga berutang pertumbuhan rohani pada seorang pendeta Irlandia, Abraham Swanne dari Paroki Killurin. Saat menemani Pendeta Swanne yang dalam kondisi kritis, Lyte banyak mendiskusikan hal-hal rohani dengan temannya yang sedang sekarat itu. Keteguhan hati dan kepercayaan diri Swanne akan keyakinan ilahi dan imannya menorehkan kesan yang abadi pada Henry Lyte muda. Kesan itu sangat berpengaruh di sisa hidupnya dan di sepanjang pelayanannya. Meski hanya melayani di paroki itu selama kurang lebih 3 tahun, Lyte selalu melihat Taghmon sebagai tonggak besar dalam kehidupan rohani dan pastoralnya. Setelah kematian Swanne, Henry Lyte membantu menyelesaikan urusan-urusan Nyonya Swanne dan anak-anaknya, Gilbert dan Elizabeth. Ia juga melayani tugas-tugas parokial dalam paroki Killuran sampai penunjukkan rektor baru. Pendeta Swanne dan Lyte pastilah memiliki banyak kesamaan karena mereka berdua berpikiran dalam cara pandang oikumenis pada saat toleransi beragama berada di titik terendah. Namun, ketegangan mental dan fisik selama mengurus masalah-masalah Swane dan paroki, ditambah dengan tugas-tugasnya parokialnya sendiri, menjadi terlalu berat bagi kesehatan Lyte yang rapuh sehingga akhirnya paru-parunya bermasalah. Penyakitnya itu kemudian menjadi sangat akut sehingga dokter menganjurkan agar ia pergi ke daerah beriklim hangat dan beristirahat jika ingin selamat. Namun, menarik untuk dicatat bahwa Lyte datang ke Irlandia pada masa Inggris tengah berperang dengan pendukung Napoleon Perancis, dan bahwa Waterloo telah dimenangkan sebelum ia meninggalkan Irlandia. Ia mengadakan kebaktian ucapan syukur di Taghmon pada akhir perang. Pujian dalam mengasuh Lyte yang jenius harus dialamatkan kepada Dr. Burrows dan Pendeta Swane. Portora hanya dapat merasa bangga pada anak didiknya yang terkenal, dan menempatkan sebuah batu peringatan untuknya di kapel sekolah: Batu peringatan ini diletakkan untuk mengenang Henry Francis Lyte seorang anak di Portora, yang berada di sini semenjak 1803-1809 Penulis inspiratif dari kidung "Mari, Puji Raja Sorga" (KJ 288) dan, "Tinggal Sertaku, Hari Telah Senja" (KJ 329) Kidung favorit dari Raja George V Sebuah potret dirinya tergantung di aula. Mereka mengadakan kebaktian ucapan syukur pada peringatan dua abadnya, dan menyanyikan enam dari kidung-kidung pujiannya, termasuk delapan versi penuh dari kidung "Tinggal Sertaku". Pada peringatan satu abadnya, kebaktian ucapan syukur diadakan di Taghmon dan sebuah batu peringatan diresmikan untuk mengenangnya. Tulisan dalam tugu peringatan itu berbunyi sebagai berikut: Mengenang kesucian Henry Francis Lyte A.M. Pendeta Pembantu dalam Paroki ini Dari tahun 1815-1816 Penulis kidung "Tinggal Sertaku" dan beberapa kidung pujian terkenal lainnya dengan kidung-kidungnya, ia telah membuat Gereja Tuhan berutang rasa syukur kepadanya. Lahir di Kelso 179. Meninggal dengan tenang pada tahun 1847 "Dalam kehidupan dan kematian, ya TUHAN, tinggallah sertaku." Setelah meninggalkan Taghmon, ia berangkat ke Perancis dan Italia untuk berobat. Ketika penyakitnya berangsur membaik, Lyte pindah ke Paroki Marazion di Cornwall. Di sana, ia bertemu dan menikah dengan Anne Maxwell, putri Pendeta Willian Maxwell dari Monaghan. Mereka menikah di Bath pada tahun 1818, dan menjalani kehidupan pernikahan yang sangat bahagia. Ia kembali ke Kolese Trinity, Dublin pada tahun 1820 untuk menerima gelar Master-nya. Ayah mertua Lyte meninggal tidak lama setelah Lyte menikah. Ia meninggalkan warisan yang cukup besar bagi Lyte dan istrinya, yang memampukan mereka untuk hidup cukup nyaman, mengingat kecilnya gaji seorang pendeta. Warisan itu memampukan Lyte untuk membayar utangnya kepada Dr. William Burrows secara penuh, yang membuatnya sangat puas. Paroki terakhirnya adalah di Brixham, yang terletak di pantai selatan Inggris. Ia menjadi pendeta selama 22 tahun di sana. Ia sangat dicintai jemaatnya, yang kebanyakan adalah para nelayan. Ia memiliki perhatian yang besar terhadap kesejahteraan jemaatnya, dan jemaat selalu menanti-nantikan kunjungan Lyte ke kapal mereka saat mereka berlabuh. Lyte menulis sebuah buku pujian dan doa untuk digunakan para pelaut di laut, seperti nyanyian kelasi yang dicintai para pelaut. Lyte sangat bergairah dalam menciptakan musik-musik pengiring ibadah gereja dan mengiramakan Mazmur dan banyak himne lain bagi gereja, termasuk "God of Mercy God of Grace" (versi Indonesia: Mari Puji Raja Sorga), "Sweet Is the Solemn Voice that Calls the Christian to the House of Prayer", "Pleasant are Thy Courts Above", dan masih banyak lagi. Tugas paroki-Nya, yaitu meningkatkan kemampuan membaca serta melatih para buruh merupakan sebuah beban yang berat. Kesehatannya memburuk, dan pada usia 46 tahun, sakitnya menjadi sangat parah. Ada masa-masa ketika ia mengalami penderitaan menyakitkan karena penyakitnya itu. Ia kembali diperingatkan oleh dokter untuk beristirahat. Nyonya Anne Lyte adalah penolong yang baik bagi suaminya. Ia mengatur rumah tangga dengan ekonomi yang baik, membantu paroki dalam banyak melakukan pekerjaan lokal, mengunjungi yang sakit, dan membantu yang miskin. Pengaturan keuangannya yang hati-hati dalam rumah tangga, memampukan suaminya untuk pergi jauh demi menghindari musim dingin di Inggris yang dingin dan lembab. Kematian anak perempuan mereka mendatangkan kesedihan bagi keduanya. Lyte memberi nama baptis kepada istrinya, Anna Maria, dari nama ibunya yang tidak pernah ia lupakan. Ia menjalani cuti yang panjang pada setiap musim dingin karena kesehatannya. Dalam waktu-waktu terakhir penderitaan akibat penyakitnya, ia menulis naskah kidung pujian terakhirnya, "Tinggal Sertaku". Sebelum pergi jauh, ia meninggalkan satu salinan syair dan melodi yang ia ciptakan untuk kidung pujian tersebut kepada putrinya, namun kemudian ia mengambil kembali naskah itu untuk diperbaiki. Ia mengirimkan naskah itu kepada istrinya dari Avignon. Ia tahu bahwa sepertinya, ia tidak akan kembali pulang lagi. Ketika hampir tiba di Nice, sakitnya bertambah parah dan ia meninggal di sana, pada 20 November 1847 di hotel de Angleterre. Ia dimakamkan di Pemakaman Inggris di Gereja Holy Trinity, di Nice, pada 22 November. Sebuah salib putih, yang didirikan pada sebuah alas datar, menandai kuburnya dan kenangan untuknya dituliskan sebagai berikut: Di sini, terbaring jenazah Pendeta Henry Francis Lyte, MA selama 23 tahun menjadi melayani di Lower Brixham di wilayah Devon Lahir pada tanggal 1 Juni 1793 Meninggal pada tanggal 20 November 1847 "Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." (Galatia 6:14) Penulis kidung "Tinggal Sertaku, Hari Telah Senja" Lagu asli `Tinggal Sertaku`, oleh Lyte, diganti oleh Monk, 1861. Sebuah gereja besar dibangun kembali di Brixham dan dipersembahkan untuk H.F. Lyte. Dalam tugu peringatan gereja tersebut tertulis: Kenanglah selalu Henry Francis Lyte, MA, pendeta pertama dari paroki ini dan penulis kidung "Tinggal Sertaku." Yang baginya bangunan gereja ini dibangun kembali pada tahun 1884. Ketika kabar duka tentang kematiannya sampai di Brixham, para nelayan meminta menantu lelaki Lyte, yang adalah seorang Pendeta di Brixham, untuk mengadakan kebaktian duka. Dalam kebaktian tersebut kidung "Tinggal Sertaku" dinyanyikan untuk pertama kali dalam versi asli yang diciptakan oleh Lyte. Itu adalah kebaktian duka yang tepat bagi Henry Francis Lyte. Pada tahun 1952, sebuah tanda peringatan diletakkan di atas jembatan Eden Water, yang melalui desa Ednam, untuk memperingati "Henry Francis Lyte, penulis kidung `Tinggal Sertaku`, yang lahir di sebuah rumah di dekatnya". Pada peringatan satu abadnya, sebuah tugu peringatan alabaster ditempatkan di Westminster Abbey untuk mengenang Lyte. Tugu ini diresmikan oleh cicit tertuanya, Mayor Maxwell Lyte. Kidung "Eventide" (senja) oleh Monk adalah lagu di mana kidung "Tinggal Sertaku" biasanya dinyanyikan saat ini, dan lagu dari Lyte jarang digunakan. Penyanyi wanita contralto (suara wanita terendah) yang terkenal, Dame Clara Butt (1872 -- 1936), menyanyikan kidung tersebut di gereja Westminster Abbey. Ia hampir selalu mengakhiri resitalnya dengan lagu tersebut dan saya beruntung pernah mendengarnya menyanyikan kidung tersebut di Bristol, pada awal tahun 1930-an. Saya tidak akan pernah melupakan suara yang begitu kaya dan "powerful" itu, yang menyanyikan kata-kata indah dengan perasaan yang begitu dalam. Mendengarkan penyanyi solo terbesar pada zamannya yang menyanyikan kidung itu pada "senja" kariernya merupakan sebuah pengalaman yang unik dan sangat emosional. (t/N. Risanti) Diterjemahkan dan diringkas dari: Nama situs: Taghmon Alamat URL: http://taghmon.com/vol1/3lyte/3lyte.htm Judul asli artikel: Henry Francis Lyte - his life and times Penulis: Evelyne Miller Tanggal akses: 20 Agustus 2013 TAHUKAH ANDA: PESAN DALAM KHOTBAH TERAKHIR LYTE Henry Lyte yang berusia 54 tahun sudah terbiasa hidup dengan satu kaki di kuburan ketika ia menyampaikan khotbah terakhirnya. Ia mengingatkan para pendengarnya bahwa kita semua akan mati. Tetapi, mereka yang merangkul kematian Kristus dalam kehidupan adalah orang yang paling siap untuk menghadapi kematian tubuh. "Hari ini, saya berdiri di sini, di antara Anda sekalian, seperti orang yang bangkit dari kematian, supaya saya dapat mengingatkan Anda tentang kematian, dan membujuk Anda untuk mempersiapkan peristiwa khidmat yang akan terjadi pada kita semua itu dengan mengenal kematian Kristus." (t/Berlin B.) Diterjemahkan dari: Nama situs: Christianity Alamat URL: http://www.christianity.com/church/church-history/timeline/1801-1900/dying-henry-lyte-asked-god-to-stay-near-11630479.html Judul asli artikel: Dying Henry Lyte Asked God to Stay Near Penulis: Dan Graves, MSL Tanggal akses: 7 Okt 2013 Kontak: biografi(at)sabda.org Redaksi: Berlin B., Sigit, S. Setyawati, dan Doni K. Berlangganan: subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |