Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/123

Bio-Kristi edisi 123 (26-9-2013)

Gabriel Garcia Moreno


                          Buletin Elektronik
                   BIO-KRISTI (Biografi Kristiani)
_______________________Edisi 123/September 2013_________________________


Bio-Kristi -- Gabriel Garcia Moreno
Edisi 123/September 2013

Anugerah yang besar menuntut tanggung jawab yang besar pula. Pernyataan ini 
jelas tidak mengandung unsur pengecualian, bahkan ketika diterapkan pada 
kehidupan anak-anak Tuhan. Sebenarnya, setiap anak Tuhan menerima anugerah yang 
sangat besar dari-Nya berupa kehidupan baru. Namun, tidak semua anak Tuhan 
menyadari bahwa anugerah itu menggandeng tanggung jawab di belakangnya. Garcia 
Moreno adalah salah satu anak Tuhan yang menyadari besarnya tanggung jawab 
terhadap predikat itu. Dia mengorbankan segalanya untuk memikul tanggung jawab 
sebagai seorang pengikut Kristus yang sejati. Kiranya kisahnya yang kami angkat 
dalam edisi ini akan menggugah semangat kita untuk mencintai Tuhan dengan 
sepenuh kehidupan kita. Selamat membaca.

Sebagai tambahan informasi, mulai edisi ini, ada pergantian pemimpin redaksi 
Bio-Kristi. Pemred Bio-Kristi yang sebelumnya adalah saudara Doni K., dan yang 
sekarang adalah Berlin B.

Pemimpin Redaksi Bio-Kristi,
Berlin B.
< berlin(at)in-christ.net >
< http://biokristi.sabda.org/ >


                     KARYA: GABRIEL GARCIA MORENO
           (1821 -- 1875) Negarawan, Presiden Republik Ekuador

Pada Perayaan Transfigurasi, 6 Agustus 1875, seorang negarawan dibunuh oleh 
pembunuh Masonik di teras katedral di ibu kota negaranya. Banyak orang menyebut 
negarawan ini sebagai negarawan terbesar di dunia sejak masa Reformasi. Beberapa 
saat sebelum dibunuh, ia sedang menikmati Sakramen Kudus, sampai sebuah pesan 
palsu, yang mengatakan bahwa ia sangat dibutuhkan di tempat lain, membuatnya 
keluar.

Ia jatuh dari teras dan tergeletak di tanah. Kepalanya berdarah, lengan kirinya 
terputus, dan tangan kanannya terkena sabetan parang. Korban yang termasyhur itu 
mengenali para penyerangnya -- mengenal dalam arti mengetahui untuk siapa mereka 
bertindak. Beberapa catatan mengatakan bahwa ia terengah-engah saat mengucapkan 
kata-kata terakhirnya. Beberapa yang lain mengatakan bahwa ia mampu meneriakkan 
kata-kata terakhirnya dengan lantang. Namun, kedua sumber setuju bahwa korban 
mengatakan kata-kata ini sebelum napas terakhirnya, "Dios no muere!" `Tuhan 
tidak mati`!

Sama seperti kata-kata yang luar biasa ini, demikianlah kesimpulan momen saat 
itu. Kata-kata itu seolah menjelaskan, "Anda bisa membunuhku, tetapi Anda tidak 
akan pernah bisa membunuh Dia yang kalian inginkan kematian-Nya". Perkataan ini 
jelas mencerminkan keyakinan politiknya. Sebuah perkataan yang untuk 
mewujudkannya, dia harus menghabiskan seluruh hidupnya dan akhirnya membuatnya 
terbunuh. Sebuah perkataan yang telah dan akan menyimpulkan seluruh doktrin 
Kristen jika diterapkan di dunia politik: "Kemerdekaan adalah untuk semua orang 
dan untuk segala sesuatu, kecuali untuk kejahatan dan para pelakunya".

Selama ia dipandu oleh keyakinan itu dalam pemerintahannya, kita dapat memahami 
bagaimana hal yang dikerjakannya itu akan menjadi sesuatu yang berarti kelak. 
Paus Leo XIII menggambarkannya dengan, "Sebuah contoh negara Kristen." Negara 
itu adalah Ekuador. Pria itu adalah Gabriel Garcia Moreno. Ia dua kali menjabat 
sebagai Presiden di Republik Ekuador. Di sebagian besar masa dewasanya, ia 
dikenal sebagai tokoh bangsa yang paling berwibawa, sebagai pengacara, pembuat 
undang-undang, akademisi, tentara, dan negarawan yang hebat.

Gabriel Garcia Moreno dilahirkan pada tanggal 24 Desember 1821, di Guayaquil, 
Ekuador. Ia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya, Don Gabriel 
Garcia Gomez, lahir di Spanyol dan menjadi pedagang sukses setelah beremigrasi 
ke Ekuador. Di sanalah, ia menikahi Dona Mercedes Moreno.

Perjuangan untuk Kaum Yesuit.

Gabriel memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Quito, membuka praktik 
hukum, dan mulai menjadi aktif secara politik. Pada tahun 1850, ia telah 
melakukan perjalanan ke seluruh Perancis, Inggris, dan Jerman. Sekembalinya ke 
Amerika, dia bertemu dengan kaum Yesuit, dan menyadari bahwa mereka tidak 
seburuk yang digambarkan orang-orang di negeri asalnya. Gabriel membawa mereka 
ke Ekuador, memperjuangkan keberadaan mereka, dan akhirnya memperoleh otorisasi 
dari Presiden bagi mereka untuk menetap di Ekuador.

Namun, tidak lama setelah itu, Jenderal Urbina mengadakan revolusi dan melarang 
kaum Yesuit. Gabriel Moreno mendirikan sebuah koran untuk memprotesnya, tetapi 
ia ditangkap oleh Urbina dan dikirim ke pengasingan di Paris, Perancis, tanpa 
pengadilan. Di sanalah, Gabriel Moreno menemukan kembali dan memperkuat imannya.

Setelah jatuhnya rezim Urbina pada tahun 1856, Garcia Moreno kembali ke Ekuador. 
Di sanalah, ia pertama kali ditunjuk menjadi hakim, lalu senator, dan akhirnya 
menjadi presiden pada tahun 1861. Sebelum kepresidenannya, kondisi Ekuador 
sangat mengerikan: ketidaktertiban terjadi di setiap tingkat administrasi, 
tentara menyebarkan teror di antara warga negara yang jujur, hampir tidak ada 
pendidikan, standar moral yang kejam dan korup, dan kas negara harus meminjam 
dengan bunga 20 persen.

Warisan untuk Ekuador

Di bawah kepresidenan Garcia Moreno, segalanya berubah. Dia mencabut larangan 
agama asing, dan pada dasarnya, ia menyerahkan sekolah-sekolah negeri yang ada, 
dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi pelatihan Politeknik di Quito, kepada 
kaum agamawan, khususnya kaum Yesuit. Pada saat itu, tidak ada bangsa di Amerika 
Latin yang membuat langkah besar dalam pendidikan seperti Ekuador.

Di bawah kepemimpinan Garcia Moreno, pada tanggal 25 Maret 1874, Ekuador 
didedikasikan sebagai bangsa bagi Hati Kudus Yesus. Ini dilakukan Moreno melalui 
keputusan kongresnya. Seratus tiga puluh tahun kemudian, yaitu pada tanggal 25 
Maret 2004, Uskup Ekuador secara resmi memperbarui pengabdian kepada Hati Kudus 
Yesus ini. Ketika negara-negara kepausan diserbu oleh pasukan Victor Emmanuel 
pada tahun 1870, dan Paus menjadi tawanan di Vatikan, pemerintahan Garcia Moreno 
adalah satu-satunya dari seluruh dunia yang memprotes tindakan itu. Bukan itu 
saja, penaklukan yang dilakukan Victor Emmanuel terhadap negara-negara Kepausan 
telah merampas Takhta Suci dari sumber utama pendapatannya. Garcia Moreno 
meminta Kongres Ekuador mengadakan poling untuk memberikan sepersepuluh uang 
negara untuk mendukung keuangan Paus Pius IX.

Kepresidenannya memperbaiki kehidupan warga Ekuador dari setiap kelas dan etnis. 
Selain sekolah, Moreno juga membangun rumah-rumah sakit dan jalan-jalan. Sebuah 
lintasan kereta api di pegunungan antara Quito dan Guayaquil mulai dibangun 
sehingga dua bagian utama negara tersebut, Costa dan Sierra, akan terhubung. 
Garcia Moreno juga mengurus penanaman pohon eucalyptus yang tak terhitung 
jumlahnya dari Australia, untuk menghentikan erosi tanah yang mulai terjadi 
ketika warga Indian yang miskin menebangi pohon-pohon untuk digunakan sebagai 
bahan bakar.

Teladan Kerohanian Garcia Moreno

Garcia Moreno menghadiri Misa setiap hari, memanjatkan doa Rosario setiap hari, 
dan meluangkan setengah jam setiap hari untuk meditasi. Apakah ia tulus dalam 
melakukan semua itu, ataukah itu hanya untuk dilihat orang? Untuk keraguan ini, 
Moreno menjawab, "Kemunafikan adalah bertindak berbeda dari apa yang seseorang 
percayai. Oleh sebab itu, kemunafikan yang sesungguhnya adalah orang yang 
memiliki iman, tetapi tidak berani menunjukkannya dalam tindakan."

Garcia Moreno benar-benar tulus dalam menjalankan agamanya secara terbuka, 
seperti yang ditunjukkan oleh peraturan kehidupannya sehari-hari, yang ia 
tuliskan di halaman belakang buku "The Imitation of Christ" oleh Thomas a 
Kempis, yang ditemukan di sakunya saat ia dibunuh. Berikut ini kutipannya:

"Setiap pagi ketika berdoa, saya akan memohon secara khusus untuk kerendahan 
hati. Setiap hari, selain mendengar dari bagian akhir buku "The Imitation", 
peraturan, dan petunjuk terlampir ini, saya juga akan mendengar Misa, 
mengucapkan doa Rosario, dan membaca. Saya akan bersungguh-sungguh menjaga diri 
sebaik mungkin di hadapan Allah, terutama dalam percakapan, agar tidak 
mengucapkan kata-kata yang tidak berguna. Saya akan terus-menerus memberikan 
hati saya kepada Tuhan, terutama sebelum memulai tindakan apa pun, untuk 
melakukan segala upaya dengan pikiran Yesus dan Maria, untuk menahan 
ketidaksabaran saya dan melawan kecenderungan alami saya; supaya bersabar dan 
ramah, bahkan kepada orang yang membosankan saya, dan tidak pernah berbicara 
jahat tentang musuh-musuh saya. Dua kali sehari, saya akan melakukan pemeriksaan 
khusus pada latihan saya dalam melakukan kebaikan yang berbeda ini. Saya juga 
melakukan pemeriksaan umum untuk hal ini setiap malam. Saya melakukan pengakuan 
dosa setiap minggu. Saya akan menghindari semua kebiasaan, bahkan yang paling 
tidak bersalah sekalipun, sebagai kebutuhan akan kebijaksanaan. Saya tidak akan 
pernah menghabiskan lebih dari satu jam untuk menonton hiburan apa pun, dan 
secara umum, tidak pernah melakukannya sebelum pukul delapan malam."

Kematian Seorang Martir

Pemeriksaan medis Garcia Moreno setelah ia dibunuh menunjukkan bahwa ia ditembak 
enam kali dan disabet dengan parang empat belas kali. Salah satu sabetan parang 
menembus otaknya. Hebatnya, ia tidak langsung mati. Ketika imam katedral 
menghampirinya, ia masih bernapas. Ia dibawa ke dalam dan diletakkan di kaki 
patung Our Lady of Seven Sorrows. Dokter dipanggil, tetapi tidak bisa berbuat 
apa-apa. Salah satu imam mendesaknya untuk memaafkan pembunuhnya. Ia tidak bisa 
berbicara, tetapi matanya menjawab bahwa ia sudah melakukannya. Sakramen 
pengurapan minyak suci dilakukan. Lima belas menit kemudian, ia meninggal, di 
dalam katedral.

Berikut ini adalah kutipan perkataan Paus Pius IX, yang berbicara atas namanya 
sendiri, dalam sudut pandang orang ketiga. Pidato ini disampaikannya kepada 
publik di Roma pada tanggal 20 September 1875.

"Di tengah semua kejadian ini, Republik Ekuador secara ajaib menjadi terkenal 
karena semangat keadilan dan iman yang tak tergoyahkan dari presidennya, yang 
menunjukkan dirinya sebagai putra gereja yang patuh, penuh pengabdian untuk 
Takhta Suci, dan semangat untuk mempertahankan agama serta kesalehan seluruh 
bangsanya. Dan sekarang, orang-orang fasik itu menatap ke sebuah pemerintahan 
yang sedang berusaha memastikan perkembangan moral dan spiritual penduduknya, di 
tengah-tengah dedikasinya untuk menyejahterakan penduduknya secara materi. Dalam 
kebutaan amarah, orang-orang fasik itu melihat ini sebagai sebuah hinaan 
terhadap peradaban modern mereka yang palsu. Kemudian, dalam konspirasi jahat 
yang diselenggarakan oleh sektenya, orang-orang fasik itu memutuskan untuk 
membunuh seorang presiden yang terkenal. Ia mati di tangan seorang pembunuh, 
sebagai korban pengamalan dan iman Kristennya. Bagi Pius IX, kematian Garcia 
Moreno juga merupakan kematian seorang martir." (t/Jing Jing)

Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: Michael Journal
Alamat URL: http://www.michaeljournal.org/moreno.htm
Judul asli artikel: Gabriel Garcia Moreno "A great model of a Christian statesman"
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 29 Juli 2013


             TAHUKAH ANDA: KEAJAIBAN DALAM SERANGAN BRUTAL

Kaum Revolusioner berharap bahwa terbunuhnya Garcia Moreno akan memicu sebuah 
revolusi yang akan menentang gereja Katolik Roma. Tetapi, yang terjadi justru 
sebaliknya. Bangsa Ekuador berkabung untuk presiden mereka, menganugerahi Garcia 
Moreno sebagai bapak dan pembaru Ekuador. Mereka menganggap Garcia sebagai 
seorang martir.

Luka-lukanya dijahit. Ajaibnya, tak ada satu pun organ penting Garcia Moreno 
yang rusak dalam serangan brutal itu. Jenazahnya dikenakan pakaian upacara 
lengkap dan didudukkan di sudut halaman katedral di lantai dua. Orang-orang 
datang dari tempat-tempat yang jauh untuk menyaksikan luka-lukanya dan 
memberikan penghormatan terakhir.

Pada upacara penguburannya, yang dilakukan pada hari Minggu, jenazah Garcia 
Moreno juga didudukkan pada sebuah kursi menghadap para pelayat yang menghadiri 
pemakamannya. Ini merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada sang presiden 
yang terjatuh. Jenazah Garcia Moreno dikuburkan di Katedral, namun tubuhnya 
tidak mendapatkan peristirahatan akhir yang damai di sana.

Delapan tahun kemudian, Ekuador mengalami masa revolusi yang kacau. Para sahabat 
dan keluarga Garcia Moreno khawatir kaum Liberal akan memindahkan dan menodai 
jenazah Garcia Moreno. Maka, pada malam hari, mereka memindahkan jenazahnya dan 
menaruhnya di suatu tempat tersembunyi. Tak seorang pun mengetahui tempat itu, 
sampai Dr. Salazar memasuki sejarah Garcia Moreno pada tahun 1873 dan memulai 
usahanya untuk menemukan tempat itu. (t/Berlin)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Tradition in Action
Alamat URL: http://www.traditioninaction.org/OLGS/A011olgsQuito_Garcia_1.htm
Judul asli artikel: The Last Day of Gabriel Garcia Moreno
Penulis: Marian T. Horvat, Ph.D.
Tanggal akses: 12 September 2013


Kontak: biografi(at)sabda.org
Redaksi: Berlin B., Sigit, S. Setyawati, dan Doni K.
Berlangganan: subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org