Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/117 |
|
Bio-Kristi edisi 117 (27-6-2013)
|
|
Buletin Elektronik BIO-KRISTI (Biografi Kristiani) _________________________Edisi 117,Juni 2013___________________________ Bio-Kristi -- Desmon Tutu Edisi 117/Juni 2013 Salam sejahtera, Anda tentu tahu apa itu penghargaan Nobel. Itu adalah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang karyanya telah memberikan dampak besar kepada dunia. Oleh karena itu, seseorang tentu merasa bangga ketika ia memperolehnya. Namun demikian, untuk memperoleh penghargaan Nobel bukanlah sesuatu yang mudah. Kita harus bekerja keras, tekun, dan berpikir jauh di luar kebiasaan orang pada umumnya (think out of the box) untuk mewujudkannya. Itulah sebabnya, tidaklah mengherankan bila penghargaan Nobel menjadi penghargaan paling bergengsi sepanjang masa. Penghargaan Nobel pun ada beberapa jenis, misalnya Nobel Perdamaian, Nobel Ilmuwan, dan lain sebagainya. Puji Tuhan! Di sepanjang kehidupan manusia, ada banyak anak Tuhan yang telah memperoleh penghargaan Nobel. Salah satu peraih Nobel tersebut akan dibahas dalam edisi Bio-Kristi kali ini. Orang itu adalah Desmon Tutu, peraih Nobel Perdamaian. Ia adalah seorang aktivis, teolog, dan guru. Untuk mengetahui tentang Desmon Tutu, khususnya tentang perjuangan dan karya-karyanya, silakan menyimak artikel berikut ini. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati. Pemimpin Redaksi Bio-Kristi, Doni K. < doni(at)in-christ.net > < http://biokristi.sabda.org/ > KARYA: DESMON TUTU (1931 -- sekarang) Peraih Nobel Desmon Tutu adalah seorang aktivis Afrika Selatan. Usahanya untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan apartheid selama tahun 1980-an membuatnya dikenal di seluruh dunia. Dilahirkan pada tahun 1931 di Klerksdorp, Tutu memilih mengajar sebagai profesi yang akan digelutinya. Setelah melayani sebagai dosen selama beberapa tahun, ia mendalami teologi. Ia adalah orang kulit hitam pertama yang menjadi Uskup Agung di Cape Town dan menjabat sebagai bisop di Johannesburg. Tutu adalah orang Afrika Selatan kedua yang mendapatkan penghargaan Nobel. Dialah yang menyuarakan kegelisahan orang-orang kulit hitam "bisu" yang mengalami penderitaan karena diskriminasi ras di Afrika Selatan. Pengajaran dan tulisan-tulisannya, baik yang dilakukan di negaranya sendiri ataupun yang di luar negaranya, memainkan peranan penting dalam memecahkan masalah apartheid. Selain itu, Desmond Tutu juga telah mengorganisasi berbagai kampanye melawan AIDS, kemiskinan, dan rasialisme. Para peraih nobel telah menyusun beberapa buku dari pidato dan kata-katanya. Dalam perjalanan kariernya, Desmond Tutu juga pernah menjabat sebagai ketua dari Truth and Reconciliation Commission (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi). Saat ini, ia menjabat sebagai ketua di "The Elders" (orang-orang tua). Masa Kanak-Kanak Desmon Tutu dilahirkan sebagai seorang Metodis. Ia menjadi seorang Anglikan saat keluarganya berganti keyakinan. Bersama keluarganya, ia pindah ke Johannesburg saat berusia 12 tahun. Di Johannesburg, Tutu menemui seorang pendeta Anglikan, Trevor Huddleston, yang sangat menentang apartheid, yaitu sebuah sistem yang melegalkan rasialisme. Tutu dipengaruhi oleh Huddleston dan menganggap sang pendeta sebagai teladannya. Sebenarnya, Tutu ingin menjadi seorang dokter, namun keluarganya tidak mampu memberikan pelatihan. Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk mengikuti jejak ayahnya dan memilih mengajar sebagai profesinya. Pendidikan Pada tahun 1951 -- 1953, Desmond Tutu belajar di Pretoria Bantu Normal College. Ia mengejar gelar diploma dalam bidang pendidikan dan ingin menjadi pengajar. Setelah menyelesaikan kuliah, ia melanjutkannya dengan mengajar di Johannesburg Bantu High School selama 3 tahun, sampai tahun 1957. Sayang sekali pada tahun 1953, pelaksanaan kebijakan "Bantu Education Act" di sekolah tersebut justru memperburuk standar pendidikan bagi kulit hitam dan menurunkannya menjadi tingkat dua. Karena kebijakan itu, Tutu mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai bentuk protes terhadap kondisi akademik yang buruk bagi warga kulit hitam Afrika Selatan. Kemudian, Tutu melanjutkan pendidikannya dan mendalami teologi di St. Peter’s Theology College in Rosettenville. Ia mengikuti jejak Trevor Huddleson, yang adalah teladan sekaligus rekan aktivisnya. Pada tahun 1960, Tutu menjadi seorang pendeta Anglikan. Setelah itu, ia pergi ke London untuk memperdalam studinya. Di sana, ia memperoleh gelar sarjana dan master di bidang teologi. Kehidupan Pribadi Desmond Tutu menikahi Nomalizo Leah Shenxane pada tahun 1955. Dari pernikahannya tersebut, ia dikaruniai empat orang anak, yaitu Trevor Thamsanqa Tutu, Theresa Thandeka Tutu, Naomi Nontombi Tutu, dan Mpho Andrea Tutu. Pada tahun 1997, Desmond Tutu didiagnosis terserang kanker prostat. Dengan pengalaman itu, ia menjadi pendukung South Afrika Prostate Cancer Foundation (Yayasan Kanker Prostat Afrika Selatan) yang didirikan pada tahun 2007. Karier Setelah menyelesaikan pendidikannya, Desmond Tutu kembali ke Afrika Selatan. Ia menggunakan pengajarannya di ruang kuliah untuk menyoroti kondisi menyedihkan dari warga kulit hitam di negara itu. Pada tahun 1970 -- 1974, Tutu menjabat sebagai dosen di University of Lesotho, Botswana. Pada tahun 1975, ia diangkat sebagai Dekan Anglikan Johannesburg. Ia menggunakan posisinya untuk menantang peraturan orang kulit putih secara terbuka. Dari tahun 1976 sampai tahun 1978, Tutu menjabat sebagai Uskup Lesotho. Pada tahun 1978, ia menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Gereja-Gereja Afrika Selatan. Setelah satu tahun, ia terpilih sebagai Uskup Agung Cape Town, Afrika Selatan. Ia menjadi uskup kulit hitam pertama di Johannesburg pada tahun 1985. Perjuangan Tutu Melawan Apartheid Pemberontakan mahasiswa terhadap apartheid dimulai di Soweto, pada tahun 1976. Aksi protes ini kemudian dikenal sebagai "Kerusuhan Soweto". Melihat kondisi ini, Desmond Tutu bangkit menjadi salah satu kritikus vokal apartheid -- sistem yang melegalkan rasialisme. Ia menggunakan posisinya sebagai Uskup Lesotho untuk melawan apartheid. Tutu memainkan perannya dengan mendukung boikot ekonomi dari negaranya. Ia juga berjuang melawan diskriminasi rasialisme dengan terus-menerus menyerukan rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang terkait dengan apartheid melalui tulisan-tulisan dan ceramah- ceramahnya, baik di dalam ataupun di luar negeri. Masa Tua Pada tanggal 7 September 1986, Desmond Tutu menjadi orang kulit hitam pertama yang menjadi Kepala Gereja Anglikan di Afrika Selatan. Ia diundang ke Birmingham, Inggris, sebagai bagian dari Citywide Christian Celebrations (Perayaan Kristen Seluruh Kota) pada tahun 1989. Istrinya menemaninya untuk mengunjungi berbagai instansi, salah satunya adalah Nelson Mandela School (Sekolah Nelson Mandela) di Sparbrook. Pada Pemilu multirasial pertama Afrika Selatan, yang diadakan pada tahun 1994, Nelson Mandela terpilih sebagai Presiden kulit hitam pertama di negara itu. Mandela menunjuk Tutu sebagai ketua Truth & Reconciliation Commission (Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi). Dalam rangka mengabdikan waktunya untuk TRC, Tutu memutuskan untuk pensiun dari posisi Uskup Agung Cape town pada tahun 1996. Setelah satu tahun, meskipun ia mengumumkan bahwa ia akan menjalani pengobatan kanker prostat selama beberapa bulan di Amerika Serikat, ia terus bekerja untuk TRC. Tutu kembali ke Britania Raya pada tahun 2004 untuk melayani sebagai profesor tamu di King College. Saat ini, meskipun ia masih menderita kanker, ia melakukan banyak perjalanan ke berbagai tempat dan bekerja untuk keadilan, baik di dalam maupun di luar negaranya. Penghargaan Kesungguhan Desmond Tutu untuk mendukung tujuan yang mulia, melawan apatheid, telah memberinya sejumlah penghargaan bergengsi. Dan, atas kontribusinya dalam penyelesaian masalah apartheid, pada tahun 1984 Tutu dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian. Tiga tahun kemudian, ia dianugerahi penghargaan "Pacem in Terris". Pada tahun 1992 dan pada tahun 1999, ia juga memenangkan penghargaan Bishop John T. Walker Distinguished Humanitarian Service Award (Penghargaan Layanan Kemanusiaan yang Mulia oleh Bishop John T. Walker) dan berhak atas penghargaan "Sydney Peace Prize". Selain itu, pada tahun 2005 ia juga memenangkan penghargaan Gandhi Peace Prize dan penghargaan Lincoln Leadership Prize pada tahun 2008. (t/Berlin) Diterjemahkan dari: Nama situs: www.thefamouspeople.com Alamat URL: http://www.thefamouspeople.com/profiles/desmond-tutu-75.php Judul asli artikel: Desmon Tutu Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 20 Juni 2013 TAHUKAH ANDA: TEOLOGI UBUNTU Ubuntu merupakan konsep Afrika Selatan mengenai komunitas yang dipinjam oleh Tutu. Ubuntu berarti "kemanusiaan". Konsep ini dikemukakan oleh Tutu sebagai tafsiran yang mengoreksi teologi keselamatan Barat yang bersifat individualistis. Tutu berargumen bahwa setiap manusia terkait dengan yang lainnya. Keselamatan adalah sebuah pemberian, bukan hasil dari usaha kita sendiri melainkan diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Integritas dan panggilan ciptaan adalah untuk hidup serupa dengan gambar Allah (Imago Dei). Oleh karena itu, kondisi ini mensyaratkan hubungan yang saling menguntungkan seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam Yohanes 15:15. Jika dihubungkan dengan realita yang terjadi akibat apartheid di Afrika Selatan, sebenarnya baik penindas maupun yang ditindas tidak dapat memperoleh kepenuhannya sebagai manusia. Kondisi saat itu membuat manusia berada di dalam hubungan yang rusak dengan sesamanya. Kondisi yang rusak ini dapat dipulihkan dengan lensa Ubuntu, yang melihat bahwa manusia dapat hidup dalam kepenuhannya di dalam suatu komunitas, di dalam persekutuan, dan di dalam damai. Menurut Tutu, hanya Allah yang mengetahui dan mengatasi penderitaan itu, bukan dengan cara yang ajaib melainkan melalui proses pemusnahan, penghancuran, dan kesakitan. Yesus juga menjalani hal ini melalui penyaliban. Melalui Yesus, kita dapat mengetahui bahwa Allah adalah milik kita, baik secara partikel maupun secara kosmik. Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama situs: wikipedia.org Alamat url: http://id.wikipedia.org/wiki/Desmond_Tutu Penulis artikel: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 20 Juni 2013 STOP PRESS: Publikasi e-BinaAnak: Memperlengkapi Pelayan Anak Kristen di Indonesia! Anda adalah pelayan anak-anak Kristen? Anda membutuhkan banyak bahan untuk memperlengkapi diri dalam pelayanan? Anda rindu generasi muda masa depan gereja dilayani dengan bertanggung jawab dan di dalam takut akan Tuhan? Lengkapilah diri Anda dengan publikasi e-BinaAnak dari Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org >. Publikasi e-BinaAnak memperlengkapi para pelayan anak Kristen dengan bahan-bahan yang alkitabiah dan bertanggung jawab. Gratis untuk Anda semua, meliputi artikel-artikel, tips, bahan mengajar, ide-ide aktivitas, kesaksian pelayan anak, informasi penting seputar pelayanan anak, dan masih banyak bahan lagi. Cara berlangganan sangat mudah dan GRATIS! Kirimkanlah email Anda ke < subscribe-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org > atau ke < binaanak(at)sabda.org >, setiap minggunya Anda akan memperoleh bahan- bahan tertulis dalam email Anda. Jika Anda adalah pelayan anak yang peduli terhadap kualitas pengajaran Anda, pastikan Anda tidak menunda untuk berlangganan publikasi e-BinaAnak. Dapatkan arsip e-BinaAnak sejak tahun 2000 di: < http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/arsip/ > Kontak: biografi(at)sabda.org Redaksi: Doni K., Sigit, dan S. Setyawati Berlangganan: subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/arsip/ BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |