Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/100 |
|
Bio-Kristi edisi 100 (1-10-2012)
|
|
Buletin Elektronik BIO-KRISTI (Biografi Kristiani) ________________________Edisi 100, Oktober 2012_______________________ DAFTAR ISI RIWAYAT: ALBERT SCHWEITZER TAHUKAH ANDA: BAGI ALBERT SCHWEITZER TUHAN YESUS ADALAH TUAN SISIPAN: INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE PERSECUTED CHURCH (IDOP) Salam kasih, Puji Tuhan! Bulan ini adalah edisi Bio-Kristi yang ke-100. Setelah melewati ulang tahun yang ke-6, publikasi Bio-Kristi masih diberi kesempatan untuk terus melayani para Pembaca hingga edisi istimewa ini. Kerinduan kami, Bio-Kristi akan terus dapat membagikan informasi berkualitas tentang para tokoh kristiani yang dapat memberi inspirasi kepada umat masa kini. Dalam edisi ini, kami mengetengahkan kehidupan seorang dokter yang mengabdikan diri untuk menjadi berkat bagi sesama. Tokoh yang kami maksud adalah Albert Schweitzer. Ia telah mendedikasikan hidupnya bagi sesama, khususnya bagi mereka yang tinggal di pedalaman. Mari kita simak riwayat hidupnya dan kesungguhannya di dalam Yesus Kristus. Pemimpin Redaksi Bio-Kristi, Sri Setyawati < setya(at)in-christ.net > < http://biokristi.sabda.org > "Orang-orang tidak akan berkembang kecuali jika mereka melihat beberapa standar atau contoh dari orang-orang yang lebih tinggi dan lebih baik daripada mereka." Tyron Edwards -- Teolog, Penulis RIWAYAT: ALBERT SCHWEITZER (1875 -- 1965) Dokter, Filsafat, Organis Dirangkum oleh: Sri Setyawati Albert Schweitzer lahir dan dibesarkan dalam keluarga penganut Lutheran. Schweitzer dan keluarganya tinggal di sebuah desa yang sunyi di lembah Pegunungan Vosges, Alsace. Ketika masih kanak-kanak, tidak terlihat talenta di dalam diri Schweitzer. Namun, saat ia beranjak remaja, di dalam dirinya muncul rasa ingin tahu yang besar untuk mempelajari hal-hal baru. Ia sering berdebat dengan banyak orang untuk mendapatkan kebenaran yang ia cari. Karena sikapnya ini, banyak orang dewasa yang merasa "risi" dengannya. Apalagi, ia adalah tipe orang yang tidak puas dengan jawaban-jawaban yang sederhana. Schweitzer awalnya tidak terlalu peduli dengan pendidikan. Butuh waktu yang lama untuk menyadarkannya akan pentingnya pendidikan. Selama menempuh pendidikan di "secondary school" atau "gymnasium" [jenjang pendidikan kedua dalam sistem pendidikan Jerman yang menyiapkan murid-muridnya untuk melanjutkan ke universitas -- Red.] di Mulhouse, ia tidak mau belajar dengan rajin sekalipun paman dan bibinya sangat disiplin dan keras padanya. Namun, setelah bertemu dan mengamati salah seorang gurunya yang berdedikasi tinggi dan bertanggung jawab, ia berubah. Ia menjadi giat belajar dan prestasinya meningkat. Sebelumnya, ia berada di ranking terbawah, setelah perubahannya itu, ia hampir menduduki ranking teratas. Setelah mencapai usia 20-an, Schweitzer mulai menulis karya-karya yang didasarkan pada tokoh Bach [Johann Sebastian Bach -- komposer, organis asal Jerman -- Red], sejarah Yesus, dan perakitan organ. Kemampuannya dalam bidang musik juga berkembang. Dia bisa memainkan piano dengan sangat indah dan membuat beberapa gurunya terkagum-kagum. Ia pun dielu-elukan banyak orang. Setahun kemudian, setelah ulang tahunnya yang ke-21, Schweitzer bertekad kuat untuk "membalas budi" kepada Tuhan atas keberuntungan yang telah dinikmatinya. Dia berkata, "Setelah saya berpikir dengan keras, sebelum saya beranjak dari tempat tidur, saat burung-burung berkicauan, saya memutuskan bahwa saya boleh menekuni ilmu pengetahuan dan seni sampai saya berusia 30 tahun. Setelah itu, saya akan mengabdikan diri untuk pelayanan kemanusiaan secara langsung. Sering kali, saya mencoba untuk memahami sesuatu yang selama ini tersembunyi bagi saya dalam ucapan Yesus yang berkata, `Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.` Sekarang, saya sudah menemukan jawabannya. Selain kebahagiaan lahiriah, sekarang saya mendapatkan kebahagiaan batiniah." Dan, ia tidak pernah berbelok dari keputusan yang diambilnya itu. Dalam perjalanan hidupnya, Schweitzer juga pernah melayani sebagai pendeta, pemimpin seminari teologi, dan profesor di sebuah universitas dengan gelar doktor di bidang filsafat. Schweitzer sangat sibuk dan memiliki banyak profesi, namun tidak satu pun dari profesi tersebut yang memuaskannya. Ketika berusia 30 tahun, ia disadarkan akan kebutuhan yang besar orang-orang Afrika akan pelayanan kesehatan. Ia merasa bahwa sungguh tidak adil jika dia memiliki hidup yang mudah, sementara dunia ini penuh dengan penderitaan. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menjadi dokter medis dan mengabdikan sisa hidupnya untuk melayani orang-orang Afrika. Pada tahun 1913, Dr. Schwietzer dan istrinya, Hélène, membuka sebuah rumah sakit di Gabon -- sebuah provinsi milik Perancis, masuk ke daerah Afrika, yang terletak di dekat Garis Ekuator. Di tempat yang bisa dikatakan pedalaman ini, dengan iklim paling buruk di dunia, ia mengabdikan dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi orang-orang yang terisolasi dan terpencil. Tahun 1915, dia mencetuskan frasa "Reverence for Life" (menghargai kehidupan) sebagai prinsip etika utama dan umum yang sudah dicarinya sekian lama. Berawal dari "keinginan untuk hidup" yang terdapat di dalam diri setiap makhluk, Albert memberikan respons etis kepada manusia yaitu menghargai kehidupan dengan menekankan pada saling bergantungnya makhluk hidup dan menjunjung kesatuan atas semua kehidupan. Ia adalah seorang pelopor dari gerakan yang menaruh perhatian pada pengusahaan kesejahteraan lingkungan dan hewan, yang masih berjalan hingga saat ini. Dalam pelayanannya di Afrika, Schweitzer, seorang warga negara Jerman yang bekerja di koloni Perancis, secara teknis dianggap sebagai musuh dan ditahan oleh pihak Perancis. Schweitzer dan istrinya pun ditahan selama beberapa waktu. Padahal saat itu, Hélène sedang mengandung anak perempuan mereka, Rhena. Setelah beberapa waktu, masa penahanan mereka pun berakhir. Namun, butuh beberapa tahun lagi sebelum ia bisa kembali ke rumah sakitnya di Lambarene karena Hélène sempat menderita tuberkulosis, dan harus mengasuh seorang anak yang masih kecil. Itulah sebabnya, Hélène tidak bisa lagi bekerja penuh waktu di sana. Meskipun mengalami berbagai kesulitan, rumah sakit yang mereka dirikan terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, Schweitzer memasuki masa pensiun. Namun, dia tetap mengurus rumah sakit itu hingga kematiannya pada usia 90 tahun. Selama itu, sudah ada 72 gedung rumah sakit yang dilengkapi dengan tempat tidur untuk 600 pasien dan staf yang terdiri atas 6 dokter dan 35 perawat. Schweitzer menyerahkan urusan administrasi rumah sakit kepada anaknya, Rhena. Pada tahun 1953, Schweitzer mendapat anugerah Nobel Perdamaian tahun 1952. Ia memperoleh anugerah itu karena kekonsistenannya dalam menekankan bahaya senjata nuklir dan perlombaan pengembangan senjata nuklir, di antara negara-negara adikuasa selama beberapa tahun. Ia juga menjadi tokoh yang sangat membantu dalam hal penyusunan ulang kebijakan militer Amerika Serikat mengenai uji coba bom hidrogen. Albert Schweitzer dan istrinya dimakamkan di halaman belakang rumah sakit di Lambarene. (t/Setya) Dirangkum dari: 1. _______. "A Brief Biography of Albert Schweitzer". Dalam http://www.albertschweitzer.info/life_thought.html 2. _______. "Youth & the Big Decision". Dalam http://www.albertschweitzer.info/big_decision.html TAHUKAH ANDA: BAGI ALBERT SCHWEITZER TUHAN YESUS ADALAH TUAN Schweitzer dibesarkan sebagai seorang penganut Lutheran. Ayahnya adalah seorang pendeta Lutheran, tetapi pemakaian gedung gereja di desanya dibagi dengan pastor Katolik Roma dan jemaatnya. Sejak kecil, Schweitzer terpesona dengan kisah-kisah Alkitab, namun sekaligus merasa bingung. Ia ingin tahu mengapa keluarga Yesus bisa sangat miskin sementara mereka telah diberi hadiah berupa emas, kemenyan, dan mur oleh para majus dari Timur. Ketika ia bertambah besar, pertanyaan sulit ini menjadi semakin serius dan akhirnya membuatnya menerbitkan dua buku penting yang sangat tebal, "The Mystery of the Kingdom of God" dan "The Quest of the Historical Jesus". Kedua buku ini membuat terkejut dan menimbulkan sedikit kepahitan pada rekan-rekannya sesama pendeta dan profesor di Universitas Strasbourgh. Kesimpulan yang ia peroleh setelah mempelajari Alkitab secara mendalam adalah bahwa Yesus, seorang guru agama Yahudi, berharap setelah disalibkan, Dia akan bangkit pada hari yang ke-3 sebagai Tuhan semesta alam yang bertransformasi ke dalam kedamaian dan kesempurnaan total. Hal ini tepat seperti Kerajaan Allah yang dinubuatkan oleh para nabi. Jadi, Yesus telah keliru. Gereja Kristen telah menghabiskan 2.000 tahun berikutnya untuk mencoba menjelaskan kegagalan ini, dengan mengatakan bahwa Yesus berbicara tentang kerajaan rohani yang ada di dalam hati manusia, bukan secara fisik. Akan tetapi, konsep ini adalah konsep yang sangat asing bagi pemikiran orang-orang Yahudi pada masa itu, sehingga jika yang dimaksud Yesus dengan Kerajaan Allah adalah kerajaan yang ada dalam hati manusia, maka ia akan mengatakannya dengan terus terang. Tetapi Dia tidak mengatakannya demikian. Paradoks yang tampak dari hal ini adalah semakin banyak Schweitzer mempelajari tentang Yesus, semakin banyak dia merasa bahwa Yesus adalah Pribadi yang Mahabesar dan Mahasempurna, sehingga bagi Schweitzer Yesus adalah "Tuanku" selamanya. (t/Setya) Sumber: http://www.albertschweitzer.info/christianity.html SISIPAN: INTERNATIONAL DAY OF PRAYER FOR THE PERSECUTED CHURCH (IDOP) Pada bulan kegiatan IDOP, gereja-gereja dan umat Kristen di seluruh dunia berdoa bersama bagi gereja Tuhan yang teraniaya. Tahun ini, kegiatan IDOP akan dilaksanakan secara serempak pada bulan November 2012. Kami mengajak Anda, para gembala sidang, pengajar, pemimpin, kaum muda, pendoa syafaat, dan semua orang percaya untuk dapat bergabung dalam acara doa bersama ini. Informasi lebih lanjut tentang acara IDOP, bisa di lihat di < www.persecutedchurch.org > Kontak: < biokristi(at)sabda.org > Redaksi: Sri Setyawati, Kusuma Negara, dan Yonathan Sigit P. Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/biokristi > Berlangganan: < subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |