RENUNGAN
KEMARIN DAN ESOK
Pada malam Tahun Baru tahun 1916, Oswald Chambers berkhotbah pada acara persekutuan doa Persemakmuran Inggris untuk para prajurit di Kairo, Mesir. Ketika berdiri di hadapan para hadirin yang hidupnya menjadi kacau akibat Perang Dunia I, sang pendeta berbicara kepada mereka tentang masa lalu dan hari esok.
Chambers berkata, "Setiap akhir tahun, kita begitu bersemangat menyambut rencana Allah untuk masa depan, tetapi jika mengingat masa lalu kita pun menjadi cemas. Sukacita anugerah Allah yang seharusnya kita nikmati berganti dengan kenangan masa lalu yang penuh dosa dan kesalahan. Namun, Allah juga adalah Allah dari masa lalu, yang mengizinkan kita mengenangnya supaya masa lalu itu dapat diubah menjadi pertumbuhan rohani pada masa depan. Allah mengingatkan kita pada masa lalu agar jangan sampai kita merasa kurang aman menghadapi masa depan. Biarkan masa lalu berlalu, serahkan saja kepada Kristus. Tinggalkan masa lalu yang tidak dapat diperbaiki lagi ke dalam tangan-Nya, dan melangkahlah bersama-Nya menuju masa depan yang tidak terelakkan" (My Utmost For His Highest).
Tiang awan, lambang pimpinan Tuhan kepada Bangsa Israel
Allah berjanji kepada bangsa Israel, "Tuhan akan berjalan di depanmu, dan Allah Israel akan menjadi penutup barisanmu" (Yesaya 52:12). Kita juga dapat merasa tenteram ketika mengetahui bahwa Allah kita tidak akan pernah membiarkan ataupun meninggalkan kita (Ibrani 13:5).
Dengan dimulainya tahun baru ini, kita dapat menyerahkan diri kita, dengan seluruh masa lalu dan masa depan kita, aman dalam tangan-Nya.
JIKA ANDA BERJALAN BERSAMA ALLAH HARI INI ANDA AKAN MERASA YAKIN AKAN HARI ESOK
RIWAYAT
Jim Elliot (1927 -- 1956)
"God always gives His best to those who leave the choice with Him."(Jim Elliot)
Jim Elliot
Masa Kanak-Kanak
Jim Elliot memulai kehidupannya di Portland, Oregon, USA. Ibunya, Clara, adalah seorang ahli kiropraktik, sementara ayahnya, Fred, seorang hamba Tuhan. Mereka menikah, lalu menetap di Seattle, Washington, di sana mereka menyambut kelahiran anak pertama mereka, Robert, pada 1921.
Kemudian, mereka sekeluarga pindah ke Portland, tempat Herbert lahir pada 1924, Jim pada 1927, dan Jane pada 1932.
Jim telah mengenal Kristus sejak masa kanak-kanak dan tidak pernah takut berbicara tentang Dia kepada teman-temannya. Pada usia enam tahun, Jim berkata kepada ibunya, "Sekarang, mama, Tuhan Yesus bisa datang kapan saja Ia mau. Ia boleh mengambil seluruh keluarga kita karena sekarang aku sudah diselamatkan, tetapi Jane masih terlalu kecil untuk mengenal Dia."
Tahun-Tahun yang Menetapkan Kerinduannya untuk Melayani Tuhan dalam Pekerjaan Misi
Jim memasuki Sekolah Tinggi Politeknik Benson pada 1941. Ia membawa Alkitab kecil, dan kemampuan berbicara yang mengagumkan; sering kali, ia dijumpai sedang berbicara tentang Kristus. Ia dan teman-temannya tidak takut melangkah keluar dan mencari petualangan. Pada tahun-tahun awalnya, satu hal yang Jim tidak miliki adalah teman-teman wanita. Pernah suatu kali ia berkata kepada kawannya, "Pria-pria rumahan tidak banyak berguna untuk petualangan."
Pada 1945, Jim melakukan perjalanan ke Wheaton, Illinois, untuk belajar di Wheaton College. Tujuan utamanya selama berada di sana adalah untuk mengabdikan dirinya kepada Allah. Ia menyadari pentingnya disiplin dalam mengejar tujuan ini. Maka, setiap pagi ia memulai harinya dengan doa dan pendalaman Alkitab. Dalam jurnalnya, ia menulis, "Tidak ada satu pun (dalam Alkitab) yang menjadi usang karena semua ini adalah Kristus yang tertulis, Firman yang Hidup. Kita tidak mungkin berpikir untuk bangun pagi tanpa mencuci muka, tetapi kita sering mengabaikan pemurnian dengan firman Tuhan. Hal itu menyadarkan kita akan tanggung jawab kita."
Kerinduan Jim untuk melayani Allah dengan membawa berita Injil kepada kelompok orang yang belum terjangkau tumbuh selagi ia berada di Wheaton. Pada musim panas 1947, ia berada di Meksiko dan masa tersebut memengaruhi keputusannya untuk melayani di Amerika Tengah setelah ia menyelesaikan perguruan tinggi.
Jim bertemu Elisabeth Howard pada tahun ketiganya di Wheaton. Ia mengajaknya berkencan, yang diterima oleh Elisabeth, tetapi kemudian dibatalkan. Mereka menghabiskan tahun-tahun berikutnya sebagai teman, dan setelah Elisabeth menyelesaikan studinya, mereka terus berkirim surat. Semakin mereka saling mengenal, tumbuh ketertarikan, tetapi Jim merasa perlu untuk tidak terbebani oleh hal-hal duniawi supaya dapat sepenuhnya mengabdikan diri kepada Allah.
Di samping harapannya untuk pergi ke negeri lain untuk membagikan Kristus kepada dunia yang tidak bergereja, ia juga merasa perlu berbagi dengan masyarakat Amerika Serikat. Setiap Minggu selama berada di Wheaton, ia sering pergi ke Chicago dengan kereta dan bercakap-cakap tentang Kristus dengan orang-orang di stasiun. Sering kali, ia merasa pekerjaannya tidak efektif karena seiring berjalannya waktu, hanya sedikit orang yang dibawanya kepada Kristus. Pernah ia menulis, "Belum ada buah. Mengapa saya begitu tidak produktif? Hanya satu atau dua orang yang saya ingat pernah saya bawa ke dalam Kerajaan. Ini pasti bukan manifestasi kuasa kebangkitan. Saya merasa seperti Rahel, 'Beri saya anak, kalau tidak saya akan mati.'"
Setelah lulus dari peguruan tinggi tanpa jawaban yang pasti untuk bekerja bagi Tuhan di luar negeri, Jim kembali ke rumahnya di Portland. Ia melanjutkan disiplin pendalaman Alkitabnya, demikian juga surat-menyurat dengan Elisabet Howard yang dipanggilnya Betty.
Keduanya saling menyukai selama masa ini, tetapi juga merasa bahwa mungkin Tuhan telah memanggil mereka untuk tidak menikah selama melayani-Nya.
Jim dan Elisabeth Elliot
Pada Juni 1950, ia pergi ke Oklahoma untuk belajar di Summer Institute of Linguistics. Di sana, ia belajar tentang cara mempelajari bahasa-bahasa yang tidak tertulis. Ia bisa bekerja dengan seorang misionaris bagi orang Quichua di rimba Ekuador. Karena pelajaran inilah, ia mulai berdoa meminta tuntunan apakah ia harus pergi ke Ekuador, dan kemudian merasa terpanggil untuk memenuhi panggilannya di sana.
Dalam Shadow of the Almighty, Elisabeth Elliot menulis: "Keluasan visi Jim terlihat dalam tulisan ini dari jurnal: 9 Agustus. 'Baru saja Allah memberiku iman untuk meminta orang muda lain untuk pergi, mungkin bukan pada musim gugur ini, tetapi segera, untuk bergabung dalam barisan di dataran rendah Ekuador timur. Di sana, kita harus mempelajari: 1) Bahasa Spanyol dan Quichua, 2) sesama satu sama lain, 3) rimba dan kemandirian, 4) Allah dan cara Allah menjangkau dataran tinggi Quichua. Dari situ, dengan tangan-Nya yang berkuasa, kita harus bergerak ke dataran tinggi Ekuador, masing-masing bersama beberapa orang Indian, dan mulai bekerja di tengah 800.000 penduduk dataran tinggi tersebut. Jika Allah memberi waktu lebih, penduduk asli harus diajarkan untuk menyebar ke selatan dengan membawa berita tentang Kristus yang memerintah, membangun kelompok-kelompok Perjanjian Baru selagi mereka pergi. Dari situ, Firman harus bergerak ke selatan ke Peru dan Bolivia. Orang Quichua harus dijangkau bagi Allah! Sudah cukup peraturan. Sekarang saatnya untuk doa dan tindakan.'"
Tahun-Tahun di Ekuador
Pada bulan Februari 1952, Jim akhirnya meninggalkan Amerika dan pergi ke Ekuador bersama Pete Fleming. Bulan Mei, Elisabeth pindah ke Quito, dan meskipun mereka tidak merasa perlu bertunangan, ia dan Jim mulai menjalin hubungan.
Bulan Agustus, Jim meninggalkan Elisabet di Quito dan pergi bersama Pete ke Shell Mera. Di kantor pusat Mission Aviation Fellowship di Shell Mera, Jim dan Pete belajar lebih banyak mengenai suku Indian Acua, kelompok masyarakat yang sebagian besar belum terjangkau dan sangat liar.
Meninggalkan Shell Mera, Pete dan Jim terus bergerak ke Shandia, di sana Jim ditangkap oleh orang Quichia. Ia merasa mantap bahwa inilah persisnya tempat yang dikehendaki Allah baginya untuk memberitakan Injil.
Selagi Jim berada di Shandia, Elisabeth berusaha mengetahui lebih banyak tentang suku Indian Colorado di dekat Santa Domingo. Pada Januari 1953, Jim pergi ke Quito, Elisabeth menemuinya di situ, dan mereka akhirnya bertunangan. Mereka menikah pada Oktober di tahun yang sama, dan anak tunggal mereka, Valerie, lahir pada 1955.
Mereka menetap di Shandia dan melanjutkan pelayanan mereka dengan Indian Quichua. Kerinduan Jim ialah untuk menjangkau suku Waodani yang tinggal jauh di pedalaman rimba dan hanya memiliki sedikit kontak dengan dunia luar. Seorang wanita Waodani yang telah meninggalkan kaumnya dirangkul oleh para misionaris, dan ia membantu mereka mempelajari bahasanya.
Jim Elliot dan rekan-rekan misionaris
Jim, bersama dengan Pete, Ed McCully, Roger Youderian, dan pilot mereka, Nate Saint, mulai mencari dengan pesawat, berharap menemukan jalan untuk menjalin kontak dengan Waodani. Mereka melihat suatu dataran pasir di tengah sungai Curaray yang bisa dijadikan landasan pendaratan pesawat, dan di situlah pertama kalinya mereka menjalin kontak dengan orang Waodani. Mereka sangat gembira karena akhirnya dapat mencoba membagikan kasih Kristus dengan kelompok masyarakat ini.
Setelah perjumpaan pertama tersebut, salah seorang anggota suku yang mereka sebut, George, berbohong pada kaumnya soal maksud kedatangan para misionaris itu. Dusta ini membuat prajurit Waodani berencana melakukan penyerangan ketika para misionaris kembali. Mereka benar-benar kembali pada tanggal 8 Januari 1956 dan dikejutkan oleh 10 anggota suku yang membantai misionaris tersebut.
Kehidupan singkat Jim yang penuh dengan kerinduan untuk membagikan kasih Allah dapat dirangkum dengan sebuah kutipan yang ditujukan kepadanya. "Ia bukanlah orang bodoh yang memberi apa yang tidak dapat ia simpan, untuk memperoleh apa yang atasnya ia tidak dapat kehilangan." (t/Joy)
Download Audio
|