RIWAYAT
SIMONE WEIL
"Kapan pun, dalam hidup, seseorang secara aktif terlibat dalam sesuatu, atau seseorang menderita dengan hebat, seseorang tidak bisa berpikir tentang dirinya sendiri." (Simone Weil)
Simone Weil
Seorang filsuf Perancis yang terkenal, aktivis sosial dan mistik agama, Simone Weil diakui untuk komitmen sosialnya yang kuat dan analisisnya yang ekstensif tentang berbagai atribut peradaban modern. Dengan kata lain, Simone Weil adalah pribadi intelektual yang luar biasa dan brilian, dikenal atas kecerdasannya, empatinya bagi kelas pekerja, dan keyakinan agama yang kuat dalam Kristus meskipun faktanya ia adalah seorang Yahudi. Meskipun lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga borjuis yang makmur dan berpendidikan unggul, Weil berempati dengan penderitaan orang miskin sejak usia yang sangat muda. Simone de Beauvoir, teman seperguruan Weil dan penulis feminis terkemuka, dalam bukunya Memoirs of a Dutiful Daughter memuji kecerdasan Weil dan sifatnya yang murah hati. Dijuluki sebagai salah satu pemikir paling orisinal pada zamannya, Simone menulis banyak puisi dan jurnal selama hidupnya meskipun banyak karyanya diterbitkan secara anumerta. Karya-karyanya menggabungkan ironi dengan gaya prosa yang cerdas dan teologi yang muram. Secara intelektual dewasa sebelum waktunya, ia pada dasarnya adalah seorang pemberontak dan memilih untuk tetap perawan di sepanjang hidupnya. Jelajahi lebih jauh tentang hidupnya, masa kanak-kanak, dan kronologi perjalanan hidupnya dalam biografi di bawah ini.
Masa Kecil dan Kehidupan Awal Simone Weil
Lahir pada tanggal 3 Februari 1909 di Paris dari orangtua Yahudi agnostik Alsatian yang makmur, Simone Weil berasal dari garis keturunan yang sifat luar biasanya adalah memiliki kedewasaan intelektual sebelum waktunya. Ayahnya, Bernard Weil, adalah seorang dokter Alsace, dan ibunya, Selma Weil (née Salomea Reinherz), adalah seorang Austro-Galicia yang berasal dari keluarga pebisnis Yahudi yang kaya. Sebagai seorang anak, Selma ingin menjadi dokter, tetapi ayahnya tidak mendukung keputusannya. Oleh karena itu, sebagai seorang ibu, dia menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Kakak Simone, Andre Weil, adalah jagoan matematika yang bisa dengan mudah memecahkan masalah numerik pada level doktoral, bahkan ketika ia berusia 12 tahun. Seperti sudah ditakdirkan, Andre Weil kemudian menjadi salah satu ahli matematika terbesar abad ke-20. Selma Weil memiliki fobia mikroba dan mewariskan kebiasaan-kebiasaannya yang berlebihan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, Simone dibesarkan untuk menghindari segala bentuk kontak fisik dalam hidupnya. Dia juga memiliki pendirian yang keras tentang makanan dan tidak mengonsumsi gula pada usia dini, yaitu enam tahun, karena gula tidak dijatah untuk tentara Perancis dalam perang. Selama hidupnya, dia menderita sinusitis, sakit kepala parah, dan kesehatan fisik yang buruk, dan karena kekurangan gizi, dia mengalami pengalaman-pengalaman mistik.
Pendidikan
Seorang gadis muda dengan kecemerlangan intelektual yang lebih, Simone fasih dalam bahasa Yunani kuno, Sanskerta, dan banyak bahasa modern lainnya. Sebagai seorang anak, ia belajar di Lycée Fénelonn, dan di bawah bimbingan filsuf Perancis antikonformis terkenal, Alain (Emile Auguste Chartier), ia mendapatkan gelar sarjana mudanya dalam filsafat pada usia dini, yaitu 15 tahun. Diberkahi dengan kecemerlangan yang luar biasa, Simone menembus ujian masuk untuk memenuhi syarat studi tingkat lanjut di sekolah mewah Perancis École Normale, yang terkenal karena ketinggian intelektualisme dan kekakuan akademisnya. Ia mencetak nilai tertinggi pada ujian masuk nasional dan pada tahun 1931 lulus dengan peringkat tertinggi. Selama waktu-waktu tersebut, ia menjadi sorotan karena sikapnya yang keras dan tidak fleksibel. Dia dijuluki sebagai Red Virgin karena bersikap keras kepala dan picik. Pada tahun 1931, ia dianugerahi Agrégation in Philosophy, yang mirip dengan gelar Doktor di École Normale Supérieure. Di sana, ia menyelesaikan disertasi tentang subjek Science & Perceptionin Descartes. Dia membuat para anggota dewan kota terkejut dengan mengoordinasi dan menggelar arak-arakan bersama pekerja kota yang tidak diupah.
Karya Weil tentang kolonialisme
Sebagai Guru, Filsuf, dan Aktivis Sosial
Simone ingin mengajarkan filsafat kepada buruh. Namun, karena kesehatan yang rapuh, ia memutuskan untuk tidak lagi mengajar, dan menghabiskan hidupnya untuk mengetahui lebih banyak tentang kebutuhan dan tuntutan aktual para pekerja. Dia tidak hanya memberi pelajaran gratis untuk pekerja kereta api, pekerja tambang, dan pekerja lapangan, tetapi juga menyumbangkan sebagian gaji dan waktunya untuk membantu mereka dalam perjuangan mereka mendapatkan keadilan ekonomi. Dari pertengahan 1931 -- 1938, ia bekerja di beberapa sekolah termasuk Le Puy, Auxerre, Roanne, Bourges, dan Saint-Quentin. Selama ia bekerja sebagai guru, bahkan siswanya yang paling pintar gagal dalam ujian pertengahan tahun, yang karenanya ia diminta untuk mengundurkan diri. Ia menolak mengundurkan diri dan didukung oleh murid-muridnya meskipun faktanya ajaran ortodoksnya mengganggu capaian pendidikan mereka. Setelah ini, ia diberhentikan dari jabatan guru dan untuk ini, ia menunjukkan rasa terima kasih kepada senior-seniornya; mengumumkan bahwa ia selalu menganggap pemecatan sebagai klimaks biasa untuk kariernya. Setelah ini, dia kembali mengajar di Lycée di Roanne, dan di sana ia mengatakan kepada siswa "Kapan pun, dalam hidup, seseorang secara aktif terlibat dalam sesuatu, atau seseorang menderita dengan hebat, seseorang tidak bisa berpikir tentang dirinya sendiri." Selain itu, ia mengaku bahwa pengalaman haruslah menjadi dasar suatu tulisan. Dalam konteks ini, ia pernah berkata, "Orang cerdas yang bangga dengan kecerdasannya seperti si terhukum yang bangga dengan selnya." Selain mengajar di sana, ia terus membantu para pekerja yang dipecat dan tertindas. Segera setelah itu, ia meninggalkan kegiatan mengajar dan melanjutkan untuk bekerja dan hidup di peringkat paling bawah dari sistem pabrik Perancis, sebagai tenaga kerja wanita tidak terampil selama satu tahun (1934 -- 1935). Ia mendapat upah borongan kerja pabrik, tetapi karena tangannya yang secara tidak lazim kecil dan lemah dengan kombinasi kecerdasan yang sangat tinggi, ia gagal untuk bekerja dengan cepat. Jadi, ia membayar orangtuanya untuk menyediakan makanan dan ketika ia tidak mempunyai uang lagi, ia kelaparan. Selama waktu ini, ia menderita sakit kepala migrain yang parah, yang mengakibatkan kelemahan fisik dan mental, dan menghambat pekerjaannya. Meskipun ia seorang pecinta damai, ia bekerja sebagai relawan bersama kaum Republik dalam Perang Saudara Spanyol pada tahun 1936. Ia disebut sebagai "Don Quixote" oleh novelis Georges Bataille.
Setelah mengamati teror perang di Spanyol, ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap filsafat dan ide-ide dalam jurnalnya. Ia menyaksikan bahwa Komunisme mengakibatkan terbentuknya Kedikatoran Negara. Itu terjadi pada tahun 1934 ketika ia menulis, "Dari manusia, tidak ada pertolongan yang bisa diharapkan." Setelah semua itu, Simone terkesan dan terpesona dengan "anarkisme" dan "sindikalisme" untuk beberapa waktu dan selama rentang waktu ini; ia bekerja untuk gerakan anarkis serikat buruh Révolution Prolétarianne, dekat Zaragoza, Spanyol. Sayangnya, di sana ia mengalami kecelakaan ketika ia terbakar dan terluka parah oleh minyak mendidih, dan harus pergi ke Portugal untuk memperoleh perawatan.
Perpindahan Agama dan Pengalaman Mistik
Pada tahun 1935, ia tertarik pada kekristenan, tetapi menolak untuk dibaptis. Ia membaca puisi Yunani dan mendengarkan musik Gregorian dan, pada tahun 1937, ia memperoleh pengalaman spiritual pertamanya di Basilika Santa Maria degli Angeli, di kapel St. Fransiskus dari Assisi, di Assisi, Italia. Ia menjelaskan pengalaman mistiknya dengan berkata, "sesuatu yang lebih kuat daripada saya memaksa saya untuk berlutut untuk pertama kalinya dalam hidup saya." Kemudian, pada tahun 1938, Simone Weil berpindah agama dari Yahudi ke Kristen. Pada tahun yang sama, ia mengalami pengalaman mistik lainnya di biara Solesmes, Perancis, tempat dia bertemu dengan seorang wanita muda Katolik Inggris yang memperkenalkannya dengan puisi metafisik Inggris abad ke-17, khususnya puisi Love, yang ditulis oleh George Herbert. Dalam perjalanan mempelajari puisi itu, ia membacakan bait-bait puisi itu lagi dan lagi sebagai doa dan, dalam salah satu rapalan doanya ini, ia merasakan kehadiran Yesus Kristus. Kemudian, dia menulis, "Kristus sendiri datang dan membawa saya". Hal itu terjadi pada tahun yang sama ketika ia membaca Perjanjian Lama secara tuntas untuk pertama kalinya. Sementara itu, kondisi kesehatannya memburuk karena ia secara fisik sangat lemah dan menjadi rentan terhadap penyakit. Alih-alih mengungkapkan kesedihan atas keadaannya, ia menjadikan rasa sakit sebagai satu langkah yang amat penting dalam perjalanan menemukan kebenaran. Oleh karena itu, dengan menghapus kata "saya", ia percaya bahwa ia sedang membangun sebuah ruangan untuk Allah yang kudus dalam jiwanya untuk kebenaran ilahi dan kekal. Simone Weil bertemu Pastor Joseph-Marie Perrin di Marseilles dan melakukan percakapan panjang tentang agama Kristen dan pengalaman spiritualnya.
Melarikan Diri dan Kematian Simone Weil
Pada saat Jerman menaklukkan Paris selama Perang Dunia II dan Nazi berkuasa atas seluruh negeri, keluarga Weil pindah ke selatan Perancis, tempat ia bekerja sebagai pegawai perkebunan. Pada tahun 1942, ia menghindar bersama orangtuanya ke Amerika Serikat. Ia tinggal untuk sementara di New York, di Harlem dengan orang-orang miskin. Pada saat itu, ia biasa menghadiri Misa harian di Gereja Corpus Christi. Kemudian, Simone pergi ke London untuk ambil bagian dalam French Resistance. Pada tahun 1943, ia didiagnosis dengan tuberkulosis, dan diminta untuk beristirahat total dan makan sehat. Namun demikian, ia menolak untuk menerima perlakuan khusus karena ideologi politiknya dan partisipasinya dalam aktivisme sosial. Selain itu, untuk mengategorikan dirinya membaurkan dirinya dengan orang-orang Perancis, yang berada di bawah kekuasaan Jerman, ia tidak mau makan lebih dari jatah yang diperbolehkan di Perancis, yang berada di bawah kendali Jerman. Hal ini menyebabkan kesehatannya buruk dan melemahkan kekebalan tubuh dan organ fungsionalnya. Simone Weil dipindah ke Ashford Sanatorium di Kent County, Inggris. Setelah beberapa bulan tinggal di sanatorium, Simone Weil meninggal pada 24 Agustus 1943.
Penerbitan Karya-Karyanya
Simone, sebelum berangkat dari Perancis, menyerahkan semua catatan dan karangan lainnya ke Gustave Thibon, seorang teolog yang tidak profesional, yang bertanggung jawab atas sebuah koloni pertanian Katolik, yang menjadi alasan dari karya-karya anumertanya. Gustave memperkenalkannya kepada Pendeta Joseph-Marie Perrin. Pendeta Perrin juga, setelah beberapa waktu, menerbitkan surat Simone yang ditulis kepadanya dengan beberapa esai dengan judul - Attente de Dieu (Waiting for God). Selain itu, ketika dia menjadi seorang guru di Roanne, Anne Reynaud-Guérithault, salah satu muridnya, mengambil dan merawat semua catatan yang ia ambil dari Simone. Catatan-catatan filsafat itu diterbitkan bertahun-tahun kemudian, dan sekarang dipelajari dan digunakan sebagai buku pelajaran dalam program-program tingkat perguruan tinggi dalam (bidang) filsafat.
Salah satu buku karya Simone Weil
Karya Tulisnya yang Penting
Karya tulis Simone Weil dikumpulkan dan diterbitkan secara anumerta. Karya tulisnya yang paling signifikan termasuk La Pesanteur et la grce (1947, Gravity and Grace), yang merupakan ringkasan dari esai-esai keagamaan dan pepatah-pepatah, L'Enracinement (1949, The Need for Roots), esai mengenai kewajiban-kewajiban individu dan negara, Attente de Dieu (1950, Waiting for God), sebuah biografi dengan pengaruh mistik, ?Oppression et Liberté1955, Oppression and Liberty), koleksi esai politik dan filosofis tentang perang, kerja pabrik, bahasa, dan topik-topik sejenis lainnya, dan ?Three Volumes of Cahiers? (1951 -- 1956, Notebooks). (t/Jing-Jing)
TAHUKAH ANDA?
SPIRITUALITAS SIMONE WEIL UNTUK MENYERUPAI KRISTUS
Ditulis oleh: N. Risanti
Weil di antara para buruh pabrik
Simone Weil memandang spiritualitas memiliki kaitan erat dengan tanggung jawab sosial. Baginya, keprihatinan mendalam kepada orang-orang miskin dan lemah menjadi kata-kata pengesahan yang mewakili kondisi titik balik spiritualnya. Ia memang dikaruniai kemampuan untuk berempati secara mendalam semenjak kecil, dan perasaan itulah yang mendorongnya untuk meninggalkan kehidupan yang nyaman dengan bekerja menjadi buruh yang mengoperasikan mesin-mesin berat di pabrik. Melalui pengalamannya sebagai buruh tersebut, Weil melihat betapa beratnya pekerjaan para buruh dan bagaimana mereka mendapat penghinaan setiap hari. Keterlibatannya sebagai aktivis serikat buruh menjadi pernyataan keseriusannya untuk berdiri di pihak mereka yang tertindas dan mengalami ketidakadilan dalam sistem kemasyarakatan.
Meskipun pikirannya selalu diisi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang agama, Weil sulit untuk bergabung dengan salah satu gereja karena kecurigaannya mengenai keburukan yang dapat dilakukan oleh organisasi religius ketika menjadi besar dan berkuasa. Sejarah gereja Katolik dipandangnya dekat dengan berbagai pelarangan, pengucilan, serta inkuisisi pada masa lalu, sementara gereja Protestan terkait erat dengan negara-negara yang individualis dan kurang memiliki perspektif global. Kepeduliannya yang besar terhadap penderitaan dan mereka yang menderita membuatnya berjarak dengan gereja sebagai lembaga. Namun, spiritualitasnya untuk menyerupai Kristus dan menyerahkan diri bagi mereka yang menderita dan membutuhkan sungguh patut menyentak pikiran kita yang mengaku diri sebagai anggota gereja dan pengikut Kristus.
Download Audio
Sumber referensi:
1. _____. Simone Weil. Dalam http://www.famousphilosophers.org/simone-weil/
2. Tastard, Terry. 2001. Simone Weil's Last Journey. Dalam http://americamagazine.org/issue/335/article/simone-weils-last-journey
|