KARYA
T.S. ELIOT
"Satu-satunya harapan, atau jika tidak, penderitaan Terletak pada pilihan onggokan kayu api atau onggokan kayu api -- Untuk ditebus dari api oleh api." (T.S. Eliot)
T.S. Eliot
Pria yang menulis puisi paling putus asa pada abad ke-20 ini pada masa kini lebih sering diingat sebagai penulis syair yang kurang baik yang dipopulerkan dalam komedi musikal yang sedang populer, Cats. Di samping puisi-puisinya (puisi Kristen yang serius, ringan, dan mendalam), dia menghasilkan kritik sastra dan drama dengan begitu baik sehingga dia diberi penghargaan Hadiah Nobel tahun 1948 untuk kategori Sastra dan British Order of Merit (penghargaan khusus dari kerajaan Inggris yang diberikan kepada pribadi-pribadi yang memiliki pencapaian besar di bidang seni, pendidikan, literatur, dan ilmu pengetahuan - Red.).
Adi Karya Merenung
Thomas Stearns Eliot lahir di St. Louis dalam sebuah keluarga keturunan dari leluhur di New England. Tidak ada yang merokok atau memiliki kebiasaan minum dalam rumah tangga keluarga Eliot, dan keluarga yang berpola pikir sastra ini -- Tom, saudaranya, kelima saudarinya, dan ibunya -- biasa berkumpul di sebelah ayahnya, seorang pedagang grosir toko kelontong, sembari dia membacakan karya Dickens. Bahkan, Tom yang rapuh, menghabiskan masa kecilnya bergelung dan membaca di sebuah kursi tangan kulit yang besar.
Ia dikirim ke sekolah privat sekolah swasta di New England dan diterima di Universitas Harvard, tempat ia belajar di bawah filsuf dan penyair seperti George Santayana dan menyelesaikan gelarnya dalam waktu tiga tahun. Meskipun pemalu, ia mendapatkan reputasi sebagai seorang penari dan suka pergi ke pesta, dan ketika ia memutuskan bahwa dirinya terlalu lemah, ia mengambil kursus tinju.
Eliot memenangkan beasiswa perjalanan ke Jerman pada tahun 1914; ia nyaris lolos dari situasi perang dan berhasil sampai di Inggris. Ternyata, ia tinggal di sana untuk waktu yang cukup panjang. Ia tidak pernah kembali untuk mengambil ujian lisannya, yang menjadi satu-satunya penghalang antara dirinya dan gelar Doktor dari Harvard.
Setelah setahun di Universitas Oxford, kemudian bertugas mengajar sejarah, bahasa Latin, bahasa Perancis, bahasa Jerman, aritmatika, menggambar, dan berenang di sekolah-sekolah Inggris, ia menjadi seorang bankir di Bank Lloyds di London. Kemudian, dia menjadi seorang editor di Faber and Faber (tempat ia pada akhirnya dikenal sebagai penulis yang produktif untuk iklan di sampul buku).
Sementara itu, ia merenungkan tentang keruntuhan peradaban Eropa.
Adikaryanya yang pertama, puisi "modernis" pertama di Inggris, adalah The Love Song of J. Alfred Prufrock, sebuah gambaran tentang seorang pria berumur, yang mengulas hidup yang terbagi-bagi antara harapan yang malu-malu dan kesempatan yang hilang:
Karena aku telah mengenal mereka semuanya, mengenal mereka semua Telah mengenal malam, pagi, siang Aku telah mengukur hidupku dengan sendok kopi ...
Dengan adanya publikasi The Waste Land pada tahun 1922, ia mendapatkan perhatian internasional. Puisi itu dimulai dengan,
April adalah bulan yang terkejam, mengembangkan Bunga Lilac di atas padang gurun, mencampurkan Ingatan dan hasrat, mengaduk Akar-akar tumpul dengan hujan musim semi
Puisi itu mengungkapkan kekecewaan dan kemuakan atas Perang Dunia I, menggambarkan dunia yang penuh ketakutan yang mengejar nafsu-nafsu yang kering, merindukan mati-matian akan tanda apa pun untuk penebusan. Banyak orang menganggapnya sebagai puisi yang paling berpengaruh pada abad ke-20.
Ditebus dari Api
T.S. Eliot di meja kerjanya
Akan tetapi, keputusasaan Eliot tidak berlangsung lama. Setelah membaca esai agnostik Bertrand Russell, A Free Man's Worship, yang pada dasarnya merupakan sebuah argumen bahwa manusia harus menyembah manusia, Eliot mengambil kesimpulan bahwa pemikiran dalam esai itu dangkal. Ia berpindah ke arah sebaliknya, dan pada tahun 1927 dibaptis di Gereja Inggris. Pada tahun yang sama, ia juga meninggalkan kewarganegaraan Amerikanya dan menjadi orang Inggris.
Keyakinannya menjadi semakin luas diketahui melalui publikasi Ash Wednesday pada tahun 1930, sebuah puisi yang menunjukkan pencarian yang sulit akan kebenaran ("Di manakah firman ditemukan, di manakah firman / Bergema? Tidak di sini, tidak terdapat cukup keheningan") dan penemuan keyakinan yang akan bertahan, diungkapkan dalam frasa yang diulang-ulang, "Karena aku tidak berharap untuk berbalik lagi" Meski dikritik tajam oleh para sastrawan karena pertobatannya ke dalam kekristenan, ia terus mengungkapkan keyakinannya dalam puisi-puisinya.
Eliot percaya bahwa pencapaian terbaiknya adalah menulis puisi yang secara umum bernuansa religius berjudul Four Quartets (1943). Puisi itu bertemakan inkarnasi, waktu dan kekekalan, pengetahuan, dan pewahyuan rohani, berpuncak pada kiasan tentang Pentakosta:
Merpati turun memecah udara Dengan api teror yang berpijar Yang tentangnya lidah-lidah menyatakan Satu pelepasan dari dosa dan kesalahan Satu-satunya harapan, jika tidak, penderitaan Terletak pada pilihan onggokan kayu api atau onggokan kayu api -- Untuk ditebus dari api oleh api.
Karya Puisi Eliot yang meraih Nobel Sastra
Dalam The Idea of Christian Society (1939), dan juga dalam karya-karyanya yang lain, Eliot mengemukakan bahwa usaha humanis untuk membentuk sebuah peradaban yang non-Kristen dan "rasional" akan sia-sia. "Percobaan itu akan gagal," tulisnya, "tetapi kita harus sangat bersabar dalam menunggu kejatuhannya; sementara menebus waktu: sehingga keyakinan itu akan tetap hidup melewati zaman-zaman gelap di depan kita; untuk membarui dan membangun kembali peradaban, dan menyelamatkan dunia dari aksi bunuh diri".
Ia tidak percaya bahwa masyarakat seharusnya diatur oleh gereja, hanya oleh prinsip-prinsip Kristen, dengan orang Kristen yang memiliki "pikiran yang sadar dan hati nurani sebagai bangsa".
Eliot berbalik untuk menulis drama pada tahun 1930-an dan '40-an karena ia meyakini bahwa drama menarik orang-orang yang secara tidak sadar mencari sebuah agama. Tahun 1935 menyaksikan pertunjukan pertama Murder in The Cathedral, sebuah drama yang berlandaskan pada kemartiran Thomas Becket, yang di dalamnya Eliot menegaskan bahwa keyakinan hanya dapat hidup jika orang yang setia sudah siap mati demi keyakinan itu. Drama itu kemudian diikuti oleh The Family Reunion (1939) dan The Cocktail Party (1949), yang merupakan kesuksesan teater terbesarnya. Dalam drama-dramanya, ia berhasil menangani tema-tema moral dan religius yang kompleks sekaligus menghibur para penonton dengan plot yang lucu dan sindiran sosial yang tajam.
Syair kepada Tukang Pos
Dalam kehidupan pribadi, pernikahan pertama Eliot adalah sebuah bencana: istrinya menjadi semakin tidak stabil hingga wanita itu harus menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah sakit jiwa. Ia kemudian berbagi apartemen dengan kritikus John Hayward (yang hampir lumpuh sepenuhnya) sampai ia menikah lagi pada tahun 1957.
Eliot menyukai anak-anak, seorang penggemar cerita-cerita detektif Sherlock Holmes, menyampaikan surat dalam syair ("Tukang pos, doronglah kakimu / Dan bawalah catatan ini untuk menyambut / Nyonya Hutchinson / Yang tinggal di jalan Charlotte ..."), dan membuat sajak-sajak tentang kucing, yang berubah menjadi bukunya yang berjudul Old Possum's Book of Practical Cats (1939). Ia adalah seorang penganut Anglikan dari golongan Anglo-Katolik dan melayani sekali waktu sebagai penjaga gereja di parokinya. (t/Odysius)
Download Audio
TAHUKAH ANDA?
PUISI BERPENGARUH T.S. ELIOT
Dirangkum oleh: N. Risanti
T.S. Eliot meraih penghargaan Nobel
The Waste Land, puisi yang ditulis oleh Eliot sesudah pulih dari kelelahan mental itu merupakan salah satu puisi yang paling banyak dibicarakan dalam sejarah sastra. Puisi itu mengungkapkan kekecewaan dan kemuakan Eliot atas Perang Dunia I, yang menggambarkan dunia yang penuh ketakutan yang mengejar nafsu-nafsu yang kering, yang merindukan mati-matian akan tanda apa pun untuk penebusan. The Waste Land juga bergaung sebagai penggambaran reruntuhan peradaban Eropa pascaperang. Berhasil menciptakan sejenis pengultusan dari segala penjuru sastra, The Waste Land sering dianggap sebagai karya puitis yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Puisinya yang lain, Ash Wednesday, yang diterjemahkan sebagai Rabu Abu, merupakan puisi panjang pertama yang ditulis oleh Eliot pada tahun 1927 setelah pertobatannya dalam kekristenan. Edwin Muir, seorang penyair dan novelis Skotlandia pernah menyatakan bahwa Ash Wednesday merupakan salah satu puisi paling hidup yang pernah ditulis oleh Eliot, dan mungkin yang paling sempurna.
Namun, baru melalui puisi Four Quartets yang diakui Eliot sebagai sebagai adikaryanya, ia meraih penghargaan Nobel di bidang sastra. Puisi itu sendiri terdiri dari 4 bagian panjang, yang masing-masing diterbitkan secara terpisah, yaitu Burnt Norton (1936), East Coker (1940), The Dry Salvages (1941), dan Little Gidding (1942). Four Quartets sendiri tidak dapat dimengerti tanpa acuan dari pemikiran, tradisi, dan sejarah Kristen. Melalui puisi-puisi tersebut dan masih banyak karyanya yang lain, nama Eliot pun menjadi besar dan dikenal sebagai salah satu penyair dunia paling berpengaruh pada abad ke-20.
|