Kematian Kristus tidak sekadar menggantikan orang berdosa, tetapi sekaligus kematian pengganti yang mengaryakan pendamaian manusia dengan Allah. Rasul Petrus meringkasnya dengan sangat baik bahwa "Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah" (1 Petrus 3:18). Apakah yang dimaksud dengan "membawa kita kepada Allah?."
1. Pendamaian (Reconciliation)
J. Walvoord mendefinisikan pendamaian sebagai tindakan pendamaian, dalam keselamatan seorang yang percaya kepada Kristus, adalah penerapan kematian Kristus kepada orang itu oleh kuasa Roh, yang mengubah statusnya dari orang yang dimurkai Allah menjadi orang yang diterima sepenuhnya oleh Allah. Hal ini mendamaikan manusia kepada Allah dengan mengangkat manusia sampai pada derajat Allah secara moral. Oleh karena itu, artinya jauh lebih dalam daripada pendamaian antarmanusia yang keselarasan antara kedua pihak yang bermusuhan itu sering dicapai melalui kompromi.
Karena manusia memberontak kepada Allah, ia menjadi musuh-Nya. Alkitab jelas mengisahkan bahwa, "Tuhan Allah mengusir manusia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan" (Kejadian 3:23-24). Manusia tidak hanya dihalau, tetapi untuk menemukan jalan kembali pun dihalangi. Sejak itu, selalu ada penghalang antara manusia dan Allah. Rasul Paulus dalam suratnya memberitahukan kepada jemaat Kolose, "Kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya" (Kolose 1:21-22); kebenaran yang sama dikemukakannya dalam surat Roma, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya" (Roma 5:10). Ayat-ayat ini memberitahukan kepada kita dua hal sekaligus: kita adalah seteru Allah dan Kristus menyelesaikannya bagi kita. Karena itu, pendamaian berarti penghapusan perseteruan antara dua pihak yang berselisih, dan itu dilakukan dengan kematian Kristus. Karenanya, Kristus adalah "damai sejahtera kita" (Efesus 2:14).
2. Peredam Murka Allah/Jalan Pendamaian (Propitiation)
Sarana pendamaian ini dijelaskan dengan lebih terang lagi dalam istilah lain yang erat hubungannya dengan pendamaian (reconciliation), yaitu propitiation.
Kata "pendamaian" atau "jalan pendamaian" muncul tiga kali: Roma 3:25; 1Yohanes 2:2, 4:10. Pendamaian berarti "appeasing an offended person by meeting his demands for the removal of the offence, and as a result enabling the offender to win back his favour." Walvoord mendefinisikannya "kepuasan dari seluruh tuntutan Allah yang adil mengenai hukuman atas orang berdosa melalui tindakan penebusan oleh kematian Kristus. Jadi, di sini dimaksudkan terhadap Allah". Memahami Allah hanya dari segi kebaikan, kasih, dan penyayang akan membawa kita kepada pengenalan yang keliru tentang Dia. Alkitab menekankan juga akan "murka dan kepanasan amarah-Nya" (Ulangan 29:23) dan "Allah yang murka setiap saat" (Mazmur 7:12). Dan, kemarahan itu disebabkan karena dosa dan ketidaktaatan (Roma 1:18; Efesus 5:6). A.W. Pink menuliskan bahwa, There are more references to the anger, fury and wrath of God than there are to his love and tenderness.
Walaupun begitu, murka dan amarah Allah bukanlah kemarahan sembrono, melainkan kemarahan dan murka yang adil, pantas, benar, dan kudus sebagai reaksi-Nya terhadap dosa. Esensi tindakan Allah dalam murka-Nya adalah memberikan kepada manusia apa yang mereka pilih sendiri, dalam segala implikasinya: tidak lebih dan tidak kurang. Apa yang Kristus lakukan dengan kematian-Nya tidak lain adalah menjadi jalan pendamaian, yaitu dengan memberi diri-Nya menerima murka Allah terhadap dosa-dosa manusia sehingga Allah dipuaskan, dan dapat kembali berkenan kepada manusia.
3. Tebusan (Ransom) dan Penebusan (Redemption)
Dosa tidak hanya membawa manusia terbuang dari hadapan Allah dan ada di bawah murka-Nya, tetapi juga membawa manusia masuk ke dalam perbudakan dosa (Yohanes 8:34; Roma 6:16, 7:23), bahkan ada di bawah perbudakan Iblis sendiri (Efesus 2:1-3; 2Timotius 2:26). Hal ini tidak memberi manusia kelonggaran untuk berdosa, sebagaimana yang diungkapkan oleh John Calvin bahwa, They do nothing by constraint but are inclined with their whole heart to that to which Satan drives them. The result is that their captivity is voluntary.
Hanya dengan menyadari posisi sedemikian, orang berdosa dapat memahami dan menghargai kata "tebusan" dan "penebusan" yang dikaryakan Kristus melalui kematian-Nya. Tebusan adalah harga yang dibayar untuk melepaskan tawanan, sedangkan penebusan adalah membebaskan tawanan dengan membayar tebusan. Inilah yang Yesus maksudkan ketika Ia katakan bahwa maksud kedatangan-Nya adalah memberikan nyawa-Nya bagi tebusan banyak orang (Markus 10:45). Ia membayar harga tebusan kepada keadilan Allah dengan kehidupan-Nya supaya kita dapat dibebaskan.
Walvoord mendefinisikan tebusan sebagai "harga yang dibayar oleh Kristus kepada Allah dalam memberikan penyelesaian perkara sehingga Allah merasa puas. Sementara penebusan berarti pembayaran harga yang dituntut oleh Allah yang suci bagi kelepasan orang percaya dari penindasan dan beban dosa. Pembayaran ini menyebabkan orang berdosa dibebaskan dari hukuman dan perbudakan dosa". Dengan demikian, baik tebusan maupun penebusan dicapai melalui pembayaran nyawa Kristus sendiri.
Rasul Petrus menuliskan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat" (1Petrus 1:18-19). Dalam benak Petrus, Ia sedang mengingat perayaan Paskah tahunan, di mana seekor domba dibunuh dan dimakan untuk mengingat cara Allah melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir selama 400 tahun. Gambaran yang sama akan muncul dalam benak para pembaca Yahudi. Yesus yang tanpa cacat mencurahkan darah-Nya untuk melepaskan orang lain dari penawanan dan perbudakan dosa. Dalam konsep inilah, Yohanes Pembaptis berkata, "Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia" (Yohanes 1:29). Lebih dari itu, penebusan melalui kematian Yesus juga mendatangkan kebaikan lainnya, yaitu pengampunan dosa. Manusia sebagai orang berdosa menerima pengampunan Allah sehingga ia dilepaskan dari bebannya untuk memulai suatu hidup baru.
4. Pembenaran (Justification)
Hukum Allah mempunyai tuntutan ganda terhadap manusia: pertama, sebagai ciptaan manusia harus taat sepenuhnya. Untuk itu, kita harus mengerti terlebih dahulu bahwa pembenaran merupakan istilah forensik. Istilah ini digunakan dalam pengadilan sebagai hasil akhir suatu pengadilan. Istilah tersebut merupakan suatu deklarasi hakim tentang terdakwa sebagai "tidak bersalah". Dengan demikian, dinyatakan benar oleh Allah berarti seakan-akan dalam pengadilan Allah menyatakan terdakwa tidak berbuat pelanggaran apa pun terhadap hukum-Nya yang kudus, sempurna, benar, dan baik. Dari pemahaman demikian, tidak satu manusia pun akan kedapatan benar di hadapan Allah karena setiap manusia adalah pelanggar hukum Allah, dan karenanya ada di bawah kutuk dan penghukuman Allah (Mazmur 1:5). Apa yang manusia dapat lakukan untuk melepaskan diri dari hukum dan murka Allah tersebut? Dengan memelihara hukum Allah? Paulus menjawab, "tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat" (Galatia 2:16). Menghadapi pelanggaran kita terhadap hukum-Nya, kita tidak mempunyai jalan apa pun, selain menunggu hukuman yang akan Allah timpakan kepada kita. Dalam kondisi seperti ini, Allah menganugerahkan Kristus kepada kita. Sebagai manusia, Ia dilahirkan "takluk di bawah hukum Taurat" dan dengan sempurna Ia menaati perintah Allah (Yohanes 4:34, 8:29), bahkan sampai mati-Nya (Filipi 2:8). Dalam kematian-Nya, Ia "menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita" (Galatia 3:13). Dengan demikian, dalam kematian-Nya dosa umat-Nya telah dihakimi (Roma 3:23-26) dan hukuman serta kutuk karena ketidaktaatan kita telah ditanggung-Nya di kayu salib bagi kita. Ia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2Korintus 5:21).
Kedua, karena pembenaran kita oleh Allah bukanlah sekadar Allah mengabaikan kesalahan kita, maka kebutuhan kita akan pembenaran hanya mungkin diberikan kepada kita jika kita memiliki kebenaran (righteousness) dan kekudusan karakter yang sempurna. Dalam hal inilah, anugerah yang besar telah kita terima. Ketaatan penuh, kesempurnaan dalam memelihara Taurat, dan kebenaran Kristus di mata hukum Allah dijadikan milik kita melalui iman kita kepada-Nya (1Korintus 1:30; Filipi 3:9).
Dalam membenarkan orang berdosa dalam Kristus, Allah bertindak dengan adil karena Ia tidak mengabaikan sama sekali dosa yang ada (Roma 3:25). Ia menghakimi dosa tersebut dan menghukumnya, dan itulah yang Kristus pikul dalam kematian-Nya di atas kayu salib. Allah hanya menerima orang berdosa atas dasar kebenaran sempurna yang ada pada Kristus, yang diberikan kepada orang berdosa dalam kesatuannya dengan Kristus karena imannya kepada Kristus.
Download Audio
Sumber asli: |
Nama buku |
: |
Jurnal Pelita Zaman Volume 7 No. 1 Tahun 1992 |
Judul artikel |
: |
Kematian yang Berkarya |
Penulis artikel |
: |
Yohan Candawasa |
|