Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/6

Doa 40 Hari 2004 edisi 6 (10-10-2004)

Rancangan Undang-Undang kerukunan umat beragama

                 Minggu, 10 Oktober 2004

RANCANGAN UNDANG-UNDANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA 
===============================================

Sejak meletusnya konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, 
ras dan antargolongan) di berbagai daerah seperti di Maluku, Poso 
Sulawesi Tengah dan berbagai daerah lain, muncul gagasan membuat 
undang-undang yang mengatur hubungan antar umat beragama. Tidak 
hanya sekadar gagasan, namun nampaknya sudah berubah menjadi 
Rancangan Undang-Undang (RUU KUB) yang pembahasannya masih terhenti 
di tingkat DPR pusat menanti momentum politik selanjutnya pasca 
pemilu 2004. 

Para politisi Islam di tingkat legislatif masih mengkaji kemungkinan 
penerapan Rancangan Undang-Undang ini, dan belum ada kesepakatan 
final mengenai aplikasi RUU ini karena menelurkan sikap pro-kontra 
di kalangan Islam dan Kristen. Kalangan Islam setuju, sedangkan 
kalangan Kristen jelas menolak mentah-mentah gagasan tersebut. 
Golongan Islam berpendapat bahwa undang-undang itu diperlukan, 
terutama dalam hal penyiaran dan penyebaran agama. Hal-hal yang di 
luar penyiaran agama, seperti ekonomi, politik dan hubungan social 
umat beragama tidak diatur di dalam undang-undang tersebut. 

Sedang golongan Kristen tidak setuju gagasan tersebut karena 
mengandung anggapan bahwa undang-undang tersebut hanya mengkotak-
kotakkan umat beragama. Undang-undang itu juga mengandung intervensi 
pemerintah dalam kehidupan umat beragama. Padahal seharusnya 
diciptakan kebebasan beragama, termasuk kebebasan untuk berpindah 
agama dan kebebasan untuk tidak beragama. 

Isi Rancangan Undang-Undang ini mencakup hal-hal internal yang 
sangat merugikan umat Kristen di Indonesia seperti larangan 
menginjili orang yang sudah bergama, terutama agama Islam, izin 
pendirian rumah ibadah yang semakin dipersulit bahkan hingga dana 
bantuan luar negeri ke gereja-gereja atau yayasan-yayasan Kristen 
harus diketahui pemerintah Indonesia. Implikasinya memang tidak 
sesederhana yang dikemukakan umat Islam, karena akan merembet kepada 
hubungan sosial antar umat bergama terutama di daerah yang 
menjalankan syariat Islam. Ketakutan warga minoritas bahwa mereka 
akan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua di daerah yang 
menerapkan Syariat Islam menjadi alasan utama kenapa golongan 
Kristen menolak gagasan tersebut. 

Di dalam keyakinan/ajaran agama Islam, tidak ada pemisahan hubungan 
antara agama dengan negara. Negara termasuk urusan muamalat yang 
mencakup seluruh segi kehidupan baik vertikal (ibadah) maupun 
horisontal (muamalat). Dalam pandangan Islam, negara harus tunduk 
pada aturan agama atau setidaknya negara tidak mengeluarkan 
peraturan yang merugikan kehidupan agama dan membantu 
terselenggaranya ajaran agama bagi pemeluknya. Karenanya, kalangan 
Islam politik menuntut peran lebih besar bagi umat Islam dalam 
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Mereka mencurigai bahwa umat Kristen melakukan kristenisasi melalui 
bantuan kemanusiaan seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, usaha 
dan bantuan sosial yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang 
berkekurangan, yang umumnya beragama Isalam. Mereka memprotes umat 
Kristen yang terpaksa menggunakan bangunan umum untuk ibadah. 
Kesemuanya hanyalah menambah tekanan (pressure) yang semakin besar 
bagi kalangan non- muslim, khususnya umat Kristen di Indonesia. 

TOPIK DOA

* Doakan para pemimpin dan Kristen di Indonesia supaya makin 
terlatih dalam menggunakan perlengkapan senjata rohani (Efesus 6:12-
18) untuk menghadapi berbagai strategi yang membelenggu hak-hak umat 
minoritas. 

* Berdoa agar kasih dan ketulusan umat Kristen makin nyata dalam 
menolong semua orang muslim dengan berbagai cara dan bentuk. 

* Berdoa agar Tuhan mengubah semua rencana jahat terhadap orang 
Kristen menjadi kebaikan untuk kemuliaan nama-Nya (Kejadian 50:20). 
Berdoalah agar Tuhan menjamah semua tokoh Islam yang menggagas semua 
undang-undang tersebut.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org