Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/40

Doa 40 Hari 2003 edisi 40 (24-11-2003)

Sulha

                       Senin, 24 November 2003

SULHA
=====

Dunia Barat menyadari kenyataan pahit bahwa bangsa-bangsa Muslim pada
umumnya bermasalah dengan dunia secara keseluruhan. Yang paling
menonjol adalah konflik antara kelompok-kelompok etnik Muslim dengan
negara-negara tetangga Kristen. Delapan belas tahun konflik etnik dan
agama di Sudan telah mengakibatkan 2 juta jiwa meninggal. Pertentangan
juga sangat tajam terjadi di negara-negara lain seperti Nigeria dan
Indonesia, dan semakin banyak menggunakan kekerasan.

Bila kita melihat lebih dari hanya konflik antara Muslim dan Kristen,
tersibak suatu tingkat yang lain: konflik di antara bangsa-bangsa dan
suku-suku Muslim sendiri. Suku Kurdi melawan Suku Turki, Arab dan
Iran; Berber melawan Arab Maroko, Aljazair dan Tunisia.

Di Timur Tengah, masyarakat Islam pun terpecah belah. Terdapat
perbedaan yang sangat luas dan tidak seimbang antara penduduk kota,
penduduk desa dan suku-suku nomaden. Dari luar, masyarakat Timur
Tengah tampaknya seperti memiliki kekompakan dalam hal ideologi, gaya
hidup, agama dan sikap, tetapi sesungguhnya hal itu jauh dari
kenyataan yang sebenarnya. Konflik sering sekali terjadi di masyarakat
Arab dan karena itu membutuhkan jalan keluar.

Sebuah sistem penyelesaian konflik sudah terdapat di dalam kebudayaan
Arab selama berabad-abad. Di lingkungan gurun pasir yang terkenal
ganas ini, ternyata telah terbentuk sebuah mutiara pemulihan yang
indah sekali. Di dalam hati masyarakat Arab, solusi terhadap sebuah
konflik telah dijalankan selama berabad-abad dalam bentuk sulha
(pelunasan). Bahkan sebelum adanya agama Islam, sulha telah hadir
sebagai solusi terhadap konflik ketika sistim hukum belum dikenal.
Musalaha (pemulihan) dicapai dengan proses sulha secara setahap demi
setahap, dan dilakukan oleh orang-orang Arab Muslim dan Kristen.
Menurut hukum Islam (sharia), "Tujuan sulha adalah untuk mengakhiri
konflik dan permusuhan di antara kaum Muslim sehingga mereka dapat
meneruskan hubungan mereka secara damai dan harmonis." Di Yordania,
sulha dimasukkan dalam sistim yudikatif mereka, sedangkan di Libanon
dan Palestina tidak demikian, meskipun seringkali dipergunakan juga.

Melihat kondisi kehidupan yang kejam di gurun pasir, suku-suku yang
saling bermusuhan di jaman dulu menyadari bahwa sulha adalah
alternatif yang lebih baik untuk mengakhiri pola balas dendam yang
tiada habis-habisnya. Setiap suku mencatat kerugian mereka dalam
bentuk jiwa manusia dan secara material. Menurut tradisi, untuk benar-
benar menyelesaikan konflik antar suku perlu untuk menjatuhkan hukuman
yang keras. Proses ini dibangun atas dasar jalinan hubungan, dan
memerlukan adanya kerelaan untuk mengampuni kesalahan, namun hukuman
yang dijatuhkan sering keras juga. Satu syarat yang ditentukan adalah
bahwa pihak-pihak yang bermasalah berjanji untuk melupakan semua yang
telah terjadi dan akan memulai hubungan persahabatan yang baru. Proses
ritual sulha biasanya diakhiri dalam pesta massal musalaha di alun-
alun.

Ada kemungkinan bahwa Musalaha adalah kunci yang telah lama dicari-
cari, yang dapat membukakan pikiran kaum Muslim terhadap Injil.
Pengertian Muslim tentang rekonsiliasi atau perujukan kembali
merupakan suatu ilustrasi yang hebat tentang apa yang telah dilakukan
Kristus bagi umat manusia pada kayu salib. Seperti halnya dosa
memisahkan antara manusia dari Allah, bisa saja Dia menuntut keadilan
dari kita: upah dosa adalah maut sedangkan kematian kita merupakan
sulha (pelunasan) yang pas. Sebaliknya, Yesus adalah sulha yang
disediakan oleh Tuhan dan manusia kini dapat hidup karena Yesus telah
melunasi kesalahan-kesalahan manusia, dan memulihkan hubungan kita
dengan Allah.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org