Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/16 |
|
![]() |
|
Doa 40 Hari 2008 edisi 16 (8-9-2008)
|
|
Senin, 8 September 2008 ISLAM TRADISIONAL Islam tradisional merupakan salah satu corak paham keislaman yang paling populer dan banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Paham keislaman ini sering dikonfrontir dengan Islam modernis yang menuduh Islam tradisional sebagai penghambat kemajuan dan membawa kemunduran umat Islam. Berbagai pemikiran yang dilakukan kaum modernis untuk membawa umat Islam kepada kemajuan adalah dengan terlebih dahulu meninggalkan sikap tradisionalnya. Pengertian Islam Tradisional Berasal dari bahasa Inggris, "tradition" artinya tradisi. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata tradisi diartikan segala sesuatu, seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang. Dalam perkembangan selanjutnya, Islam tradisional tidak hanya ditujukan kepada mereka yang berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan Al-sunnah, melainkan juga hasil pemikiran (ijtihad) para ulama yang dianggap unggul dan kokoh dalam berbagai bidang keilmuan, seperti "fiqih" (hukum Islam), tafsir, teologi, "Tasawuf", dan sebagainya. Ciri-ciri Islam Tradisional 1. Eksklusif (tertutup) tidak mau menerima pemikiran, pendapat, dan saran yang berasal dari luar, terutama dalam bidang keagamaan karena memandang bahwa hanya kelompoknya saja yang benar, sedangkan kelompok yang lainnya tidak benar. 2. Tidak membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan non ajaran. 3. Berorientasi ke belakang. Menilai berbagai keputusan hukum para ulama di masa lampau lebih agung dan menjadi contoh ideal, yang tidak mungkin dikalahkan oleh para ulama atau sarjana yang muncul kemudian. 4. Cenderung tekstualitas-literalis tanpa melihat latar belakang dan situasi sosial yang menyebabkan ayat Al-Qur`an itu diturunkan, serta pesan yang terkandung di balik satu ayat. Maka mereka meniru segala macam yang dicontohkan Nabi dan ulama masa lampau seperti pola busana nabi yang mengenakan jubah, berjanggut, memakai sorban, makan dengan tangan, tidak menggunakan produk-produk teknologi modern, cenderung kembali ke alam. 5. Tidak membatasi waktu, misalnya belajar di pesantren tanpa batas waktu tertentu. 6. Cenderung tidak mempermasalahkan tradisi masyarakat lokal setempat sebelum agama Islam diterima, yang penting menentramkan hati dan perasaan umat. 7. Cenderung lebih mengutamakan perasaan dari pikiran. Kegiatan ritual keagamaan lebih diperbanyak seperti Zikir, berdoa, mengadakan selamatan bersama, istighosyah bersama, pergi ziarah dan sebagainya. 8. Cenderung bersifat jabariah dan teosentris. Tunduk dan patuh pada Tuhan, pasrah pada takdir. 9. Kurang tertarik pada ilmu pengetahuan dan teknologi modern. 10. Cenderung puas dengan apa yang sudah ada, tidak tertarik pada persaingan global. POKOK DOA: Lihat pokok doa yang kami kirim pada hari Minggu, 31 Agustus 2008.
|
|
![]() |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |