You are hereCatatan Sejarah Gereja Mula-Mula

Catatan Sejarah Gereja Mula-Mula


By novi - Posted on 05 October 2009

A.D.30-50 Gereja dilahirkan di Yerusalem pada hari Pentakosta dan jumlahnya bertumbuh sangat cepat. Petrus, Yakobus, dan Yohanes muncul dari antara para rasul. Surat pertama Petrus menyebutkan kejamakan penatua (1 Petrus 5:1-3), petrus sendiri adalah salah satu dari antara penatua. Sebuah penekanan yang kuat dan legalistik oleh Yakobus terbukti sebagai kendala bagi gereja-gereja di Yerusalem. John W. Kennedy di dalam bukunya,The Torch of The Testimony, menulis sebagai berikut mengenai gereja Yerusalem, "Gereja Yerusalem menemukan bahwa lebih sulit bagi mereka untuk terpisah sama sekali dari upacara-upacara tradisi Yahudi, dan obsesi ini disertai dengan bentuk luar ... adalah permulaan dari proses pembusukan yang akhirnya mengotori dan merusak kehidupan gereja".

A.D.43-67 Paulus dibawa oleh Barnabas ke Antiokhia, di mana mereka bekerja bersama-sama dan dari sana mereka diutus keluar untuk membangun jemaat-jemaat baru. Kennedy memberi komentar atas periode waktu ini, "Fokus dari pekerjaan Roh Kudus tak dapat dipungkiri beralih dari Yerusalem ke Antiokhia". Jemaat-jemaat yang dibangun oleh Paulus terbukti sebagai ekspresi lokal tubuh Kristus. Pekerjaan dan surat-surat Paulus menunjukkan pola kepemimpinan (pemerintahan) teokrasi Allah -- atas perhimpunan lokal.

Berikut ini adalah karakteristik dari jemaat tersebut yang tampak dalam surat Paulus.

  1. Pelayanan mereka bersifat spontan, profetik (kenabian) dan kharismatik (disertai karunia-karunia Roh Kudus).

  2. Tidak ada pembedaan antara pendeta/imam dan kaum awam.

  3. Hubungan kekeluargaan dan kehidupan secara tubuh (body life) atau karporat adalah penekanan utama jemaat lokal, bukan struktur keorganisasian.

  4. Tidak ada format pertemuan yang telah diprogramkan terlebih dahulu; kontrol/pimpinan Roh Kudus yang diutamakan.

  5. Para pemimpin terutama adalah hamba-hamba yang melayani dengan anugerah dan urapan yang mereka terima, bukan dengan otoritas karena suatu jabatan.

  6. Masing-masing himpunan jemaat adalah otonom di bawah pengawasan sejawatan panatua yang bertanggung jawab untuk mengembalakan dan melengkapi orang-orang kudus.

Berikut ini adalah beberapa catatan dokumentasi kepemimpinan gereja lokal, kira-kira seratus tahun pertama.

  1. The Didache (ditulis oleh para Rasul yang mula-mula). Dokumen ini, yang disirkulasikan di antara gereja-gereja pertama, tidak membedakan antara penatua, bishop, atau presbyter. (J.B.Lightfoot, THE APOSTOLIC FATHERS, hal 121)

  2. DR. Bill Hamondi dalam bukunya, THE Eternal Churck menyatakan, "Pada akhir zaman kerasulan, masing-masing gereja berdiri sendiri dan di gembalakan oleh sejawatan gembala (Hal 94).

  3. Kennedy memberi komentar atas kepemimpinan (gereja mula-mula) "Dua kata Yunani yang diterjemahkan sebagai "Bishop" (uskup) atau "Penilik" (Pengawas) (Episkopos) dan "Penatua" (presbuteros) menunjukkan jawatan yang sama dan dipakai dalam arti yang sama". (Hal 22) "Gereja mula-mula tidak terikat dalam suatu organisasi perserikatan apapun meski mereka secara erat disatukan oleh persekutuan/hubungan baik". (Hal 32)

  4. E.H. Broadbent di dalam bukunya, "The Pilgrim Church" nyatakan, "kata 'penatua' adalah sama dengan 'presbyter' dan kata 'penilik' adalah sama dengan 'bishop', dan Kisah Para Rasul 20:17-35 menunjukkan bahwa ada beberapa jabatan seperti itu di dalam satu gereja. (Hal 8)

  5. Philip Schaff di dalam bukunya "History of The Christian Church" menulis sebagai berikut, "istilah 'presbyter' (penatua) dan 'bishop' (penilik, pengawas) menunjukkan jawatan yang identik dan sama dalam Perjanjian Baru ... mereka ada sebagai suatu kejamakan atau suatu jawatan di dalam jemaat yang satu dan sama ... kepenatua selalu terbentuk sejawatan penatua... tidak disangkal lagi mereka memelihat hubugan kesamaan secara persaudaraan". (Hal 491-497)

  6. Karya-karya tulis Clement dari Romawi (A.D 96) menggunakan kata 'bishop' dan 'penatua' dalam arti yang sama. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus dia menulis, "mari kita menghormati para penatua kita", "tundukkan diri kepada presbyter. (J.S. Lightfoot, THE Apostolic Father, hal 1-41)

  7. Surat Polycarp (A.D 110) kepada jemaat di Filipi menyebutkan tuntutan-tuntutan karakter bagi para presbyter sama yang dituliskan Paulus dalam surat-suratnya. Dia membuka suratnya dengan kata-kata, "Polycarp dan para presbytery yang menyertainya (J.S. Lightfoot, THE Apostolic Father, hal 91-99)

Pada zaman Clement dan Polycarp, mulailah para presbyter disebut sebagai "imam-imam". Inilah langkah halus pertama yang mengakibatkan lahirnya dua kelompak orang percaya, pendeta/imam dan kaum awam. Polycarp dan Clement mengenal hanya ada dua kelompok pelayanan di dalam jemaat-jemaat yang mereka pimpin, para penatua dan para diaken. Sejak saat itu karunia-karunia rohani kurang sering beroperasi di dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Penekanan pada pewahyuan dan karunia-karunia Roh secara perlahan-lahan digantikan oleh pengajaran dan pendefinisian. Ignatius, Bishop Antiokhia yang seangkatan dengan Polycarp, menyusun suatu haluan yang akhirnya dipegang oleh gereja-gereja abad ke-2. Dia memperkuat pembedaan antara pendeta (imam) dan kaum awam. Setiap kepemimpinan memunyai suatu anggota yang diangkat Bishop (Uskup) dan para penatua yang lainnya serta jemaat harus tunduk. Jadi ada tiga kelompok peran pemimpin yang mulai menggantikan para penatua dan para diaken dari gereja mula-mula. Karena manifestasi karunia-karunia Roh dan pelbagai pelayanan rohani berkurang, khususnya rasul-rasul dan nabi-nabi, kepemimpinan atas kehidupan gereja beralih dari Roh Kudus kepada jawatan kepemimpinan yang birokratis.

Karakter kehambaan dan kerendahan hati yang sangat penting di dalam jawatan kepenatuaan menjadi kurang penting dibandingkan dengan seorang pemimpin yang berkharisma kuat karena orang-orang pada waktu itu lebih mengingini struktur organisasi dan ketetapan yang terdefinisikan dengan baku untuk menghadapi "kekacauan" ajaran yang muncul saat itu. Akibat yang tidak dapat dihindarkan jawatan bishop (uskup) ini adalah jawatan ini mulai menggantikan peranan penting pelayanan kerasulan abad pertama (red-membangun hubungan pelayanan persekutuan antar jemaat-terdekat-diberbagai lokal dan menilik perkembangannya). Ketika para bishop mulai memegang kekuasaan atas jemaat-jemaat di kawasan yang berdekatan, ada satu tingkat kekuasaan lagi yang ditetapkan untuk mewakili masing-masing jemaat baru kepada bishop mereka. Jawatan pelayanan lokal ini dikenal kemudian sebagai "gembala" (pastor). Saat itu, para penatua bukan lagi lima jawatan (Efesus 4:11), para diaken sangat dibatasi di dalam pelayanan rohani mereka, tubuh Kristus dibagi menjadi para pendeta (imam) dan kaum awam dan jemaat-jemaat tidak lagi otonom (berdiri sendiri).

Berikut ini adalah acuan-acuan tentang gereja pada abad kedua dan ketiga.

  1. Di dalam surat-suratnya, Ignatius menekankan perlunya penatua yang kuat untuk memimpin presbytery dan Dia menyebut ini sebagai jawatan "bishop" dan "episkopat". Dia menulis kepada gereja Efesus, saya telah menerima kalian seluruh jemaat di dalam pribadi/diri Onesimus ... yaitu bishop kalian. Sebab itu kita harus mengindahkan bishop sebagaimana Tuhan sendiri. Kepada gereja Smyrna, Ignatius menulis, "jangan seorang pun mengerjakan apa saja berkenaan hukum (tidak sah) untuk membaptis atau mengadakan pertemuan kasih tanpa seizin bishop, (J.C. Lightfoot, THE APOSTOLIC IULIC FATHER, Hal 63-68).

  2. Kennedy menulis tentang gereja pada masa itu sebagai berikut, "dari masa sejarah yang tercatat di buku Kisah Para Rasul sampai dengan akhir abad, kentara sekali kurangnya informasi tentang sejarah perkembangan jemaat-jemaat. Bila kita keluar dari masa yang tidak menentu ini, kita menemukan gereja yang dalam banyak hal berbeda dari gereja-gereja perjanjian baru. Perubahan-perubahan besar telah terjadi dan tidak salah lagi telah terjadi perubahan haluan kelembagaan pada tahun-tahun berikutnya". (John W. Kennedy, THE TORCH OF THE TESTIMONY, Hal 37). Di dalam bagian yang sama dari bukunya ini, Kennedy membuat suatu pengamatan yang tajam, yang harus diperhatikan oleh setiap pemimpin: "apapun yang Tuhan sudah buat, manusia akhirnya ingin mengubah dan membentuk menurut kesukaanya".

  3. L.P. Qualben, di dalam bukunya A History Of the Christian Church menulis "selama abad kedua dan ketiga terjadi perubahan-perubahan penting. Gereja-gereja lokal tidak lagi dipimpin oleh sejawatan penatua, melainkan oleh jawatan tunggal yang disebut "bishop" (uskup). Kehadiran bishop menjadi penting bagi setiap tindakan sah dari jemaat. Pada kenyataannya, tanpa seorang bishop tidak ada gereja". (Hal 96)

  4. Hatton menulis, "secara berangsur-angsur wilayah kekuasaan para bishop meliputi kota-kota yang berdekatan. Bishop Calixtus adalah yang pertama mengklaim dirinya sebagai bishop berdasarkan matius 16:18. Tertullian menyebut Calixtus sebagai perampas kekuasaan karena mengklaim dirinya sebagai bishop. (Dr. Bill Hamon, THE ETERNAL CHURCH, Hal 94).

Berikut ini adalah pemimpin-pemimpin gereja yang paling terkemuka yang menjembatani abad kedua dan akhir era Ante-Nicene (A.D 175-325): irenaeus; Clement of Alexandria; Origen dan Cyprian. Selama periode ini, pemerintahan oleh kerajaan bishop sungguh-sungguh tidak dapat dipungkiri/disangkali lagi. Jadi pemerintahan secara hirarki di dalam gereja menjadi berurat-akar di dalam kekristenan yang mana sebagian besar masih tetap ada hingga hari ini meskipun banyak terjadi restorasi. Di hari kemudian ketika bishop romawi mengungguli bishop-bishop yang lain, dia disebut "yang utama di antara yang sederajat (The First Among Equals)".

Satu dari antara pakar-pakar yang paling diakui dalam hal sejarah gereja adalah seorang teolog dan ahli Alkitab yang terkenal, J.B. Lightfoot. Essaynya berjudul THE CHRISTIAN MINISTRY, ditulis tahun 1868 mengandung eksposisi yang luar biasa tentang evolusi dari dua jawatan (penatua-penatua dan diaken-diaken gereja) dalam pelayanan gereja mula-mula menjadi tiga jawatan pelayanan (bishop, penatua-penatua, dan diaken-diaken) pada abad kedua dan ketiga. Tentu saja perbedaan yang paling jelas antara gereja-gereja pada masa Paulus dan gereja-gereja dua ratus tahun kemudian adalah makin berkurangnya peranan Roh Kudus. Namun hal ini hanya mungkin terjadi karena semakin kuatnya kontrol kepemimpinan. Oleh sebab itu, supaya restorasi terjadi dengan sempurna, yang pertama haruslah muncul suatu pelayanan kerasulan dan kenabian yang kuat oleh orang-orang yang memiliki hati dan visi seperti murid-murid pertama (Para Rasul). Mereka adalah orang-orang yang menyadari bahwa Tuhan akan kembali untuk gereja yang dikuduskan/dipisahkan sepenuhnya untuk Dia, yang dapat Ia tempatkan dihadapan-Nya "dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa dengan itu" (Efesus 5:26-27); mempelai perempuan yang mempersiapkan dirinya! oleh sebab itu, mereka akan memberi diri untuk segala sesuatu sehubungan dengan rencana kekal dan kepenuhan Ilahi atas gereja. (Crucible of the Future A,prophetic Look Into the Nineties by Dale Rumble).

Diambil dari:

Judul buku : Bangkit, Edisi 1992 -- 1993
Judul artikel : Catatan Sejarah Gereja Mula-Mula
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia, Jakarta
Halaman : 59 -- 62