Pertolongan Tuhan

Pada bulan September 1996, adik saya yang sedang bertugas di Surabaya tiba-tiba jatuh sakit. Waktu itu, ia sedang dalam perjalanan pulang setelah berkunjung ke rumah tantenya. Rasa sakit itu tak tertahankan lagi sehingga ia mengatakan kepada istrinya untuk membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa dokter, ia ternyata menderita penyakit batu empedu yang harus segera dioperasi.

Adik ipar saya (istri adik saya) menelepon saya dan meminta agar kami berdoa. Ia bahkan mengatakan kalau Tuhan Yesus benar-benar hidup, jamahlah suaminya. Mulai saat itu, saya berdoa dan bahkan sering menangis di hadapan Tuhan. Saya memohon kepada Bapa di surga agar adik saya diberi waktu untuk hidup lebih lama.

Meskipun orang tua dan adik-adik saya melakukan doa dan puasa, penyakitnya tidak kunjung sembuh, malah cenderung bertambah. Mukanya semakin kuning dan perutnya membesar. Setiap kali ke dokter, keputusannya tetap sama.

Setelah tugas di Surabaya selesai, adik saya sekeluarga kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1996, untuk menjalani operasi. Saya sendiri berangkat ke Jakarta ditemani salah seorang karyawan Yayasan Kalam Hidup. Waktu itu, kami juga bermaksud menjemput suami yang baru datang dari luar negeri. Dari satu sisi, saya senang karena dapat bertemu suami lagi, tetapi di sisi lain, perasaan saya sedih mengingat adik saya akan dioperasi. Apalagi, saat tiba di rumah sakit, istri adik saya menyatakan bahwa adik saya sudah masuk di ruang operasi. Rupanya, dia menunggu saya sejak tadi untuk berdoa. Kesedihan saya semakin bertambah karena saya berpikir kalau Tuhan mengambilnya, saya tidak dapat bercakap-cakap lagi dengannya walaupun saya tahu bahwa orang yang mati di dalam Tuhan, pasti masuk surga.

Setelah operasi selesai dan ia mulai sadar, saya merasa senang sekali. Ia melihat saya dan menangis, lalu kami berdoa bersama. Pada saat yang sama, orang tua saya datang dari Manado. Sekarang, semua keluarga telah berkumpul dan hamba-hamba Tuhan ikut datang mendoakan.

Seminggu setelah dioperasi, tiba-tiba darah keluar dari luka bekas operasi. Namun, setelah selesai operasi, luka pada operasi tak kunjung sembuh. Luka itu terus saja basah. Semakin lama, dagingnya terlihat semakin membiru dan membusuk. Berat badannya semakin merosot sehingga mukanya seperti mayat hidup. Ibu saya menangis setiap melihat muka adik saya.

Akhirnya, keluarga memutuskan untuk membawa adik saya berobat ke Manado. Semua hamba Tuhan di Manado mengadakan doa dan puasa, termasuk dokter-dokter yang akan melakukan operasi. Meskipun batu dan empedu sudah dikeluarkan, dokter mengatakan masih ada yang kurang beres.

Saat masih di Jakarta, saya memang menanyakan kepada istri adik saya apakah adik saya punya jimat atau semacamnya. Sebab, waktu saya berdoa, ada sesuatu yang menghalangi doa kami. Dia menjawab, "Dia punya banyak." Menurut pengakuannya, ia akan membuang semua itu. Allah yang kita sembah adalah Allah yang cemburu. Ia tidak mau kita mendua hati.

Operasi kemudian dilakukan oleh seorang dokter bedah bersama adik saya yang lain, yang juga dokter. Sebelum melakukan operasi, dokter bedah itu berkata, "Kami tidak punya apa-apa, tetapi kalau Saudara percaya kepada Yesus, Dialah yang akan menyembuhkan." Sementara operasi berjalan, tim doa terus-menerus mendukung dalam doa. Para hamba Tuhan menyediakan diri mereka sebagai pendonor darah. Saya merasa kasihan kepada adik saya karena ini adalah operasi yang ketiga kalinya.

Bersama dengan selesainya operasi, tim doa juga mengakhiri doa mereka. Dokter menyatakan bahwa kalau adik saya sembuh, ini suatu mukjizat karena saat operasi berjalan, ususnya sudah lengket dengan nanah. Setelah satu minggu, adik saya berangsur-angsur sembuh. Ternyata, Tuhan punya rencana untuk adik saya. Inilah pengakuan adik saya, "Melalui penyakit ini, saya semakin dibentuk untuk menjadi pribadi yang tidak menyombongkan diri. Selama ini, saya merasa hanya sayalah yang paling pintar cari uang, dan merasa bahwa pendapat saya selalu benar. Istri saya juga menjadi semakin beriman kepada Tuhan. Semua jimat telah saya buang. Sekarang, saya sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan Yesus yang saya sembah adalah Allah yang berkuasa dan telah menyelamatkan jiwa saya."

Diambil dan disunting dari:

Judul Renungan : Sahabat Gembala - April 1997
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman : 43 -- 44

Tinggalkan Komentar