Mihai, Percayalah kepada Yesus

Pada usia 11 tahun, Mihai mulai memperoleh penghasilan hidupnya dengan bekerja sebagai buruh kasar. Penderitaan yang berat membuat imannya goyah. Ibunya berada di penjara dan setelah dua tahun, Mihai diperbolehkan menemui ibunya di penjara. Ia pergi ke penjara Komunis tersebut dan menjumpai ibunya di belakang terali besi. Ibunya sangat kotor, kurus, tangannya tebal serta keras, dan memakai seragam penjara yang kumal. Mihai hampir tak dapat mengenalinya. Kata-kata pertamanya ialah, "Mihai, percayalah kepada Yesus!" Dengan amarah yang meluap-luap, penjaga penjara menyeretnya dari hadapan Mihai. Mihai menangis melihat ibunya diseret.

Menit itu merupakan menit pertobatannya. Ia sadar, jika dalam keadaan demikian Kristus dapat dicintai, Kristus pasti adalah Juru Selamat yang sebenarnya. Kelak, ia berkata, "Jika kekristenan tak punya argumen lain yang dapat membuktikan kebenarannya, fakta bahwa ibuku percaya, sudah merupakan bukti yang cukup bagiku." Itulah saat ia menerima Kristus sepenuhnya.

Di sekolah, ia selalu berjuang mempertahankan diri. Ia murid yang baik dan sebagai hadiah, ia diberi dasi merah -- tanda keanggotaan Perintis Komunis Muda (Young Communist Pioneers). Anakku berkata, "Aku tak mau memakai dasi dari orang yang memenjarakan orang tuaku." Akibatnya, ia diusir dari sekolah. Setelah tertinggal setahun, ia masuk sekolah lagi. Akan tetapi, ia menyembunyikan fakta bahwa ia adalah anak tahanan Kristen.

Kemudian, ia disuruh membuat skripsi menentang Kitab Suci. Dalam skripsinya, ia menulis, "Bantahan-bantahan melawan Kitab Suci lemah dan kutipan-kutipan yang melawan Kitab Suci sama sekali tidak benar. Profesornya pasti belum pernah membaca Kitab Suci. Kitab Suci sesuai dengan ilmu pengetahuan." Sekali lagi, ia diusir. Kali ini, ia ketinggalan sekolah selama dua tahun.

Akhirnya, ia diterima masuk seminari. Di sini, ia diajar tentang "teologi Marxist". Segala sesuatu diterangkan searah dengan prinsip Karl Marx. Mihai dengan terang-terangan mengemukakan bantahannya dan beberapa mahasiswa memihak dia. Hasilnya, ia diusir lagi dan tak dapat menyelesaikan pelajaran teologianya.

Suatu ketika di sekolah, saat profesor menyampaikan sebuah ceramah yang bersifat atheis, anakku berdiri dan menentangnya, ia mengatakan tanggung jawab yang harus profesor itu tanggung karena menyesatkan begitu banyak kaum muda. Seluruh kelas berpihak kepadanya. Memang, perlu adanya keberanian seseorang untuk berbicara lantang terlebih dulu, barulah yang lain akan mengikutinya.

Untuk mendapatkan pendidikan, ia terus berusaha menyembunyikan fakta bahwa ia anak Wurmbrand, seorang tahanan Kristen. Namun, sering kali, hal tersebut diketahui dan pemandangan yang sudah biasa terjadi, saat kepala sekolah melakukan pemanggilan dan pengusiran, terjadi lagi.

Mihai juga menderita kelaparan. Semua keluarga umat Kristen yang dipenjara di negara-negara Komunis hampir mati kelaparan. Membantu mereka dianggap sebagai kejahatan berat.

Aku akan menceritakan satu kasus saja tentang sebuah keluarga menderita yang aku kenal secara pribadi. Ia dipenjara karena kegiatannya membantu Gereja Bawah Tanah. Ia meninggalkan seorang istri dan enam orang anak. Anak perempuan tertuanya yang berusia 17 tahun dan 19 tahun tidak dapat memperoleh pekerjaan. Satu-satunya pihak yang dapat memberi pekerjaan dalam negara Komunis adalah negara, tetapi pemerintah tidak mau memberi pekerjaan kepada anak-anak "penjahat" Kristen.

Kuharapkan Anda tidak menilai kisah ini berdasarkan standar moral, tetapi pandang saja faktanya. Kedua anak perempuan martir Kristen itu -- menjadi Kristen dengan sendirinya, menjadi wanita tunasusila untuk menopang kehidupan adik-adik dan ibunya yang sedang sakit. Adik laki-lakinya yang berusia 14 tahun menjadi gila menyaksikan fakta itu sehingga ia dibawa ke rumah sakit jiwa.

Bertahun-tahun kemudian, ayahnya yang dipenjara, pulang. Ia hanya berdoa, "Tuhan, bawalah aku kembali ke dalam penjara. Aku tak sanggup melihat hal ini." Doanya terkabul dan ia dipenjarakan lagi karena "kejahatannya" bersaksi tentang Kristus kepada anak-anak.

Anak-anak perempuannya tidak lagi menjadi wanita tunasusila, saat mereka memperoleh pekerjaan karena menuruti permintaan polisi rahasia, mereka menjadi informan. Sebagai anak-anak martir Kristen, mereka diterima dengan hormat di setiap rumah. Mereka semua mendengarkan, lalu melaporkan segala yang didengarnya kepada polisi rahasia.

Disunting dari:

Judul buku : Berkorban demi Kristen
Penulis : Richard Wurmbrand
Penerbit : Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2002
Halaman : 49 -- 51

"Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29)

<http://alkitab.sabda.org/?Flp+1:29 >

Tinggalkan Komentar