Kisah dari Papua

Gambar: KISAH_injil

"Good morning, Miss," begitulah kalimat yang biasa di katakan anak-anak TK A bila bertemu dengan gurunya, baik di jalan, di gereja, maupun di pasar. Bahkan, kalimat itu sudah menjadi kalimat baku setiap kali masuk kelas. Uniknya, salam "good morning" diucapkan bukan saja saat pagi dan siang, tetapi juga sore dan malam hari.

Tentu saja, kami yang mengajar jadi agak malu juga. Namun, anak-anak itu patut diacungi jempol karena mereka berani mencoba berbicara menggunakan bahasa yang bukan bahasa ibu mereka. Saya kagum dan bangga kepada mereka.

Padahal, ketika pertama saya datang ke Papua dan melihat anak-anak yang akan saya ajar, saya butuh pengendalian diri yang luar biasa. Anak-anak "liar" itu hampir semuanya memproduksi "cairan hidung" nonstop yang warnanya hampir membuat saya muntah. Belum lagi "harum" badan mereka serta kondisi tubuh yang penuh "cascade" (semacam penyakit kulit).

Jangan mengira kita tidak bisa belajar dari anak-anak Papua yang sederhana itu.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Saya yakin, Tuhanlah yang telah menolong saya sehingga akhirnya bisa dan biasa menghadapi hal-hal seperti itu, secara perlahan-lahan. Saya belajar banyak melalui pelayanan saya di Papua. Saya bukan cuma mengajar, melainkan juga diajar dan dibentuk oleh Tuhan lewat pelayanan ini. Jangan mengira kita tidak bisa belajar dari anak-anak Papua yang sederhana itu.

Salah satunya adalah Arjun. Pada awal masuk sekolah, Arjun amat sangat nakal. Benar-benar liar! Padahal, ia anak seorang aparat berwajib. Namun, sekarang Arjun termasuk salah satu anak yang menunjukkan kemajuan yang amat besar. Memang, ia masih belum mampu membaca, tetapi daya ingatnya sangat kuat apalagi bila mendengarkan cerita firman Tuhan. Karakternya juga semakin positif. Saya yakin, semua bukan karena kami yang menjadi guru-gurunya, tetapi semata-mata karena Tuhan mengasihinya dan Dialah yang mengubah hati Arjun.

Ketika Ibu AR datang ke Papua, beliau membawakan cerita firman Tuhan di kapel gabungan. Anak-anak sangat tertarik mendengar cerita Ibu AR tentang "Buku Tanpa Kata". Pada akhir cerita, beliau membagikan gelang tanpa kata kepada anak-anak. Ternyata, sampai sekarang mereka masih ingat setiap warna dan arti warna tersebut! Arjun adalah salah satu anak yang paling sering mengulang cerita arti warna-warna itu kepada teman-temannya.

Kedatangan pengurus bersama dengan Pdt. Al memang sudah kami tunggu-tunggu. Kami, para guru (tim pendidikan) dan para mentor (tim ekonomi), sangat membutuhkan pembinaan, khususnya dalam hal kerohanian. Pdt. Al memang tidak terlalu banyak berkecimpung di sekolah, tetapi saya mendapatkan berkat serta kekuatan melalui firman Tuhan yang disampaikannya. Saya bersyukur untuk kedatangan Pdt. Al serta pengurus yayasannya. Saya rindu secara rutin ada hamba Tuhan yang datang ke Papua dan memberikan kami pembinaan berkala.

Saya juga berterima kasih kepada yayasan yang senantiasa mendukung saya lewat dana dan berdoa. Saya yakin setiap kita memiliki panggilan yang berbeda, tetapi Tuhan yang sama tidak pernah meninggalkan kita. Ia mau kita menjadi rekan sekerja-Nya untuk kemuliaan nama-Nya, di mana pun dan kapan pun kita berada.

Saya juga memohon dukungan doa untuk anak-anak di sekolah Kristen tempat saya mengajar agar mereka secara pribadi mau menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka. Secara khusus, doakan Iv, Iy, dan Haf agar mereka menjadi berkat bagi orang tua mereka dan dapat membawa orang tua mereka masing-masing untuk percaya kepada Tuhan.

"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13)

Download Audio

Tinggalkan Komentar