Mencari Perdamaian

Oleh : Yon Maryono

Cara hidup yang teratur dalam sekelompok masyarakat beradab kuncinya adalah damai. Damai dalam konteks ini dimaknai sebagai keutuhan dan keselarasan dalam hubungan antar manusia maupun dengan lingkungan. Perdamaian yang tercipta antara lain ditandai dengan kesepakatan akan berlakunya aturan perundangan atau aturan hukum yang harus ditaati bersama. Pengabaian terhadap aturan yang disepakati akan menggeser nilai, perilaku atau tata krama kearah hidup masyarakat yang tidak teratur. Banyak kita lihat konflik antar kelompok, suku, ras dan agama di belahan dunia mengarah kekerasan, keganasan bahkan dikuatirkan menuju kehidupan masyarakat yang biadab. Aturan ditafsirkan menurut keinginan kelompok sehingga kebenaran dan keadilan tidak ada tempat bagi kelompok kecil yang dianggap lemah. Pemerintah yang seharusnya menjalankan peraturan perundangan untuk mengatur, menjaga dan melindungi rakyatnya dari pelanggaran hak azazi manusia terkesan membiarkan atau belum mampu mengendalikan. Hal ini bermakna Pemerintah berperan aktif terhadap suburnya intoleransi



Sebagai umat percaya, yang mewarisi nilai damai sejahtera dalam Kristus, Pencarian suasana damai dalam menghadapi konflik, teraniaya bahkan sampai menyerahkan nyawa oleh karena kesaksian iman dalam Kristus adalah perintah Allah, Bapa di Sorga. Para martir Kristen mula-mula, seperti Stefanus, Yakobus, Philipus, Matius, Paulus, Petrus dsb. kematian mereka telah menjadi symbol ketabahan, kesucian, kesederhanaan, kesetiaan dan kasih abadi untuk wujudkan suasana damai dengan Allah dan sesama. Tidak berarti suasana penganiayaan itu tidak terjadi zaman sekarang. Menurut Open Doors, negara dengan tingkat penganiayaan terhadap orang Kristen tertinggi adalah Korea Utara. Semua kegiatan keagamaan dilihat sebagai pemberontakan terhadap prinsip-prinsip sosialis Korea Utara (Wikipedia)

Satu contoh, keteladanan dalam mencari perdamaian ketika menghadapi penganiayaan telah ditunjukan oleh para rasul seperti Rasul Petrus. Ia disalibkan saat Kekaisaran Roma diperintah Kaisar Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus (54-68M) yang kekuasaannya sering berhubungan dengan tirani dan kekejaman terhadap orang Kristen. Justru, pada suasana tertekan dan dianiaya itu, Rasul Petrus menunjukan sikap kasih untuk mencari damai. Ia menulis suratnya kepada jemaat pengikut Yesus: hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat ... mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. ( 1 Pet 3: 8-9, 11). Inilah ajaran kasih yang sejati, kasih yang lemah lembut yang mengajarkan bagaimana umat percaya bersikap mencegah dan menghadapi konflik untuk mendapatkan kedamaian. Kedamaian harus dicari dan diusahakan. Maknanya, Suasana damai tidak harus menunggu konflik datang baru berusaha mencari perdamaian, tetapi pengikut Kristus harus mencegah supaya tidak terjadi konflik melalui tindakan kasih dan damai.

Tetapi orang sering mengidentikkan sikap lembut dianggap sebagai sikap lemah dalam mencari perdamaian karena gampang diinjak-injak. Ajaran Yesus menegaskan untuk bersikap lemah lembut, karena pembalasan atau penghakiman adalah hak Tuhan. Orang yang lemah lembut adalah tegas tetapi bijaksana. Ia sanggup untuk berurusan dengan sesama, lingkungan masyarakat tanpa perlu menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. Orang bijaksana adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya.

Semoga, kita sebagai pengikut Kristus dimampukan untuk melaksanakan amanat mencari perdamaian yang bersumber dari Kristus sehingga mampu menjadi anggota masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia, atau alam lainnya di tengah bangsa Indonesia yang multi dimensi. Tuhan memberkati.