Kepemimpinan Rohani dan Kepemimpinan Sekuler

Penulis : Irnawan Silitonga

I. Pendahuluan
Hitler, Karl Marx, Paulus dan Watchman Nee adalah pemimpin-pemimpin. Mereka semua mempunyai pengikut. Perbedaan diantara mereka adalah sebagian disebut pemimpin rohani, sebagian lagi pemimpin sekuler. Apa sebenarnya perbedaan pemimpin rohani dan pemimpin sekuler. Prinsip-prinsip apa yang membedakan keduanya. Banyak buku-buku mengenai kepemimpinan nampaknya tidak membedakan prinsip-prinsip rohani dan sekuler. Dalam tulisan yang singkat ini akan diuraikan prinsip-prinsip yang menjadikan seseorang disebut pemimpin rohani atau pemimpin sekuler.

[block:views=similarterms-block_1]

Secara khusus tulisan ini juga akan menyoroti sebuah buku sekuler dimana prinsip-prinsipnya sering ditulis oleh penulis-penulis kristen dalam menguraikan kepemimpinan rohani. Sebenarnya buku ini tidak secara khusus berbicara soal kepemimpinan, te8tapi soal pembaharuan pribadi. Buku ini ditulis oleh Stephen R. Covey dengan judul Tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif (The Seven Habits of Highly Effective People).

Dalam membuat tulisan ini, penulis tidak bermaksud mengkritik hasil pekerjaan orang lain. Tetapi sekedar memberikan pandangan mengenai perbedaan pemimpin rohani dan pemimpin sekuler. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mencoba menguraikan hal-hal dasar yang menjadikan seseorang pemimpin rohani atau sekuler.

II.Pembaharuan Pribadi (Self Development) Dan Penyangkalan Diri (Self Denial).
Prinsip pertama 8yang membedakan apakah seseorang itu pemimpin rohani atau pemimpin sekuler adalah yang satu menyangkal dirinya dan membiarkan Kristus memanifestasikan diriNya sedang yang lainnya mengembangkan dirinya dengan berbagai metode kejiwaan. Sebelum kita menguraikan hal ini lebih jauh, mari kita melihat kisah mengenai kejatuhan manusia kedalam Kitab Kejadian.

Kitab kejadian menguraikan permulaan dari segala sesuatu, termasuk manusia. Dua pasal pertama Kitab Kejadian menguraikan permulaan dari segala sesuatu dan tentu saja makna segala sesuatu didalam rancangan Tuhan. Pada pasal ini diceritakan mengenai sebuah Taman dengan dua pohon ditengah-tengahnya yaitu pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Berbicara mengenai apakah atau siapakah Taman ini. Secara pikiran jasmani mungkin kita menganggap Taman ini hanya merupakan suatu tempat disekitar timur tengah dimana ada empat sungai mengalir melaluinya. Tetapi kita ingin memahami makna rohani tentang Taman ini. Menggambarkan apakah Taman ini sebenarnya.

Kita percaya ada hubungan antara Taman di Kitab Kejadian dan Kota (Yerusalem Baru) di kitab Wahyu, karena Alkitab bersifat progressive dalam pewahyuannya. Itu sebabnya ada perbedaan antara Taman dan Kota. Didalam Kota hanya ada pohon kehidupan saja (wahyu 22:2), dan juga tidak ada dusta (ular) didalamnya (wahyu 21 : 27) Didalam Taman Tuhan hadir sesekali saja, sedangkan dalam kota Tuhan hadir senantiasa. Sekarang, melambangkan apakah Kota di Kitab Wahyu ini. Kalau kita dapat menemukan realita yang dilambangkan oleh kota ini, maka kita juga dapat memahami realita yang dilambangkan oleh Taman. Didalam Wahyu 21 : 9-10 jelas terlihat bahwa Kota Yerusalem Baru adalah mempelai Anak Domba. Kitalah sebagai realita yang dilambangkan oleh Kota Yerusalem Baru. Kalau demikian Taman di Kitab Kejadian adalah juga kita. Tidaklah mengherankan kalau Alkitab berkata “jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, demikian juga Tuhan berfirman kepada Adam untuk “mengusahakan dan memelihara taman itu. Karena Taman itu adalah hati kita, dari kita sendiri. Taman adalah kondisi kita sebelum pengujian, sedangkan kota adalah kondisi kita setelah melalui ujian dan pembentukan Tuhan.

Ditengah-tengah Taman ini, kita tahu, ada dua pohon yaitu pohon kehidupan dan pohon pengetahun yang baik dan yang jahat. Kedua pohon dalam taman ini juga menggambarkan suatu realita. Pohon kehidupan melambangkan Kristus yang adalah hidup kita. Kristus berkata Akulah Hidup itu, barang siapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup dalam dirinya. Sementara itu, melambangkan apakah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Mari kita lihat Kejadian 2 : 17, “Tetapi Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati. Jadi pohon pengetahuan yang baik dan jahat melambangkan kematian atau maut, sebab dalam Roma 6 : 23 juga tertulis, “Upah dosa adalah maut.

Banyak orang menyangka maut adalah kematian fisik. Kalau demikian seharusnya ketika Adam memakan buah pohon pengetahuan, ia langsung mati secara fisik atau rohnya pergi meninggalkan tubuhnya, sesuai dengan definisi mati jasmani menurut Yakobus 2:26. Kalau demikian apa makna mati/maut dalam kejadian2;17. Kata “mati dalam kejadian 2:17 adalah suatu kata Ibrani yang diterjemahkan “dying thou dost die menurut Youngs Literal Translation of the Bible. Artinya suatu kondisi mati yang berproses kepada kematian fisik. Jadi ketika Adam memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, saat itu juga ia mengalami suatu kondisi mati (maut) yang pada gilirannya menghasilkan kematian fisik. Maut adalah suatu kondisi atau suatu keberadaan. Adam tetap “hidup setelah ia berbuat dosa; ia tetap dapat berpikir, berperasaan, berkemauan menurut dirinya sendiri. Adam tetap dapat mengembangkan dirinya sendiri, tetapi terlepas dari hidup Allah yang dilambangkan pohon kehidupan.

Jadi kejatuhan berarti manusia hidup dan mengembangkan dirinya sendiri diluar Tuhan. Dapat juga kita katakan bahwa akibat kejatuhan, muncullah keakuan (the Self) manusia yang terpisah dari hidup Tuhan. Keakuan manusia (the Self) bervariasi mulai dari yang baik sampai yang jahat, karena manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Tetapi kebaikan diri manusia maupun kejahatan diri manusia, tetap tidak berkenan dihadapan Tuhan. Menurut kitab Yesaya, kesalehan kita seperti kain kotor dihadapan Tuhan. Mengapa ? Karena baik kesalehan maupun kejahatan diri manusia berasal dari satu pohon yaitu pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Tuhan hanya berkenan kalau manusia makan buah pohon kehidupan. Hanya kebaikan-kebaikan manusia yang lahir akibat makan buah pohon kehidupan yang berkenan kepadaNya. Kalau manusia mengembangkan dirinya dengan memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, maka Tuhan tidak berkenan. Sebaliknya Tuhan berkenan apabila manusia mengembangkan dirinya dengan memakan buah pohon kehidupan, bahkan yang sangat menyenangkan hatiNya adalah kalau manusia dengan memakan buah pohon kehidupan mengembangkan dirinya sampai menjadi serupa dengan Kristus.

Kita kembali kepada prinsip pertama yang membedakan apakah seseorang itu Pemimpin Rohani atau Pemimpin Sekuler. Pemimpin rohani adalah seorang yang menyangkal pengembangan diri dengan metode kejiwaan apapun juga, sedangkan pemimpin sekuler adalah seorang yang mengembangkan diri oleh kemampuan dirinya sendiri. Pemimpin rohani menyangkal diri dalam arti menolak usaha-usaha manusia dalam mengembangkan kepemimpinannya, sedangkan pemimpin sekuler mengandalkan kekuatan diri sendiri. Pemimpin rohani mengizinkan Kristus bermanifestasi melalui dan didalam dirinya, sedangkan pemimpin sekuler mengizinkan aku (Self) berkembang didalam dirinya. Perbedaan ini sangat menyolok. Yang satu meninggikan Kristus, yang lain meninggikan aku (Self). Yang satu membiarkan Kristus yang memimpin, yang lain membiarkan si aku memimpin. Karena perbedaan yang sangat menyolok ini, maka hasil kepemimpinan keduanya juga sangat berbeda. Hasil kepemimpinan rohani membuat orang lain semakin dekat dengan Tuhan, hasil kepemimpinan sekuler membuat orang lain semakin dengan egonya. Kepemimpinan yang tidak membuat orang lain semakin cinta Tuhan, mengandalkan Tuhan, merindukan Tuhan saja adalah kepemimpinan sekuler. Hasil kepemimpinan sekuler tidak harus selalu jahat, kadangkala juga baik. Tetapi tetap hasil dari satu pohon yaitu pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat.

Sekarang kita akan mempertimbangkan prinsip/kebiasaan kedua untuk memperoleh kemenangan pribadi dalam buku Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Kita memilih kebiasaan kedua ini karena prinsip ini sering dikutip dalam buku-buku kepemimpinan atau buku-buku rohani. Prinsip ini disebut Mulai dengan Akhir dalam Pikiran.

Mulai dengan Akhir dalam Pikiran
Mulai dengan Akhir dalam Pikiran didasarkan pada prinsip bahwa segalanya diciptakan dua kali. Pertama, ciptaan mental dan kedua, ciptaan fisik sebagai realisasi ciptaan pertama. Ciptaan mental yang dimaksud adalah suatu usaha untuk menggambarkan dalam imajinasi (visualisasi) hal-hal atau perkara-perkara yang kita inginkan terjadi di alam nyata. Ciptaan mental adalah suatu tujuan yang kita tetapkan berdasarkan nilai-nilai yang kita anut. Ciptaan mental ini juga dapat kita sebut visi pribadi dalam arti suatu gambaran masa depan yang kita harap dan percaya akan terjadi pada diri kita.

Menurut Stephen R. Covey, membuat ciptaan pertama didalam diri kita sama dengan menulis ulang naskah yang dulu pernah ditulis melalui pengalaman-pengalaman kita, lingkungan kita, nilai-nilai kita yang lama dimana seringkali naskah lama ini tidak efektif. Apabila seseorang bersikap reaktif, maka responnya terhadap suatu stimulus akan dipengaruhi oleh naskah-naskah yang lama tersebut. Karena naskah-naskah yang lama sering tidak efektif, maka perilaku kita juga sering negatif. Perilaku kita menjadi fungsi dari naskah kita yang lama. Sementara melalui suatu kebiasaan membuat ciptaan pertama, kita melatih diri menjadi seorang yang proaktif, yaitu seorang yang mengambil inisiatif dan secara sadar memilih respon kita berdasarkan nilai-nilai yang kita tetapkan sendiri.

Cara yang paling baik untuk membuat ciptaan pertama atau Mulai dengan Akhir dalam Pikiran, menurut Covey adalah mengembangkan pernyataan misi pribadi. Karena setiap pribadi itu unik, maka alasan ia ada didunia ini juga unik maka pernyataan misi pribadinyapun juga unik. Ada baiknya kita mengutip suatu pernyataan misi pribadi dari sahabat Stephen Covey sebagai berikut :

  • Berhasillah di rumah lebih dahulu.
  • Carilah dan layakkan diri untuk mendapatkan pertolongan ilahi
  • Jangan pernah berkompromi dalam hal kejujuran
  • Ingatlah orang-orang yang terlibat
  • Dengarlah kedua belah pihak sebelum memutuskan
  • Dapatkan nasihat dari orang lain
  • Belalah mereka yang tidak hadir
  • Tuluslah, tetapi sekaligus tegas.
  • Kembangkan satu kecakapan baru setiap tahun
  • Rencanakan kerja untuk esok pada hari ini.
  • Desaklah sewaktu menunggu
  • Pertahankan sikap yang positif
  • Pertahankan rasa humor
  • Jadilah pribadi dan pekerja yang teratur.
  • Jangan takur berbuat kesalahan-takuti hanya ketiadaan respon yang kreatif.
  • Konstruktif dan korektif terhadap kesalahan itu
  • Bantulah bawahan untuk berhasil
  • Dengarkanlah dua kali lebih banyak dari pada berbicara
  • Berkonsentrasilah pada semua kemampuan dan usaha pada tugas yang sedang dihadapi, jangan khawatir tentang pekerjaan atau promosi berikutnya.
  • Dalam menciptakan pernyataan misi pribadi, kita perlu menggunakan seluruh kemampuan otak kita. Menurut teori dominasi otak, ada spesialisasi dan fungsi-fungsi yang berbeda antara otak kiri dan otak kanan. Otak kiri adalah bagian yang lebih logis/verbal, analisis dan sistematis, sedangkan otak kanan adalah bagian yang lebih intuitif, kreatif dan berimajinasi. Kemampuan menciptakan pernyataan misi atau mulai dengan Akhir dalam Pikiran lebih tergantung pada otak kanan.
  • Setelah kita melakukan ciptaan mental atau ciptaan pertama ini, maka kita membuat langkah-langkah untuk merealisasikannya kedalam ciptaan kedua yaitu ciptaan fisik. Dengan kebiasaan melakukan visualisasi, kita memperoleh kekuatan dan dorongan untuk merealisasikan kedalam ciptaan fisik.

Berdasarkan uraian diatas mengenai kebiasaan Mulai dengan Akhir dalam Pikiran dalam buku Stephen Covey, kita dapat menarik beberapa kesimpulan. Pertama, inisiatif untuk melakukan visualisasi berasal dari diri sendiri. Kitalah yang menentukan dan membayangkan akan menjadi apa kita nantinya. Kedua, energi yang diperoleh untuk merealisasikan apa yang kita bayangkan (visualisasikan) juga berasal dari diri sendiri. Inilah yang disebut pengembangan diri (Self development) diluar Tuhan.

Walaupun demikian, menurut penelitian DR. Charles Garfield, hampir semua atlet kelas dunia dan orang berprestasi puncak dibidang lainnya adalah orang yang suka melakukan visualisasi. Jadi ada suatu energi atau kuasa diluar Tuhan yang dihasilkan akibat melakukan visualisasi. Apakah pemimpin rohani boleh menggunakan taktik visualisasi seperti ini untuk mengembangkan kepemimpinannya ? Apakah seseorang masih dapat disebut pemimpin rohani kalau ia mengembangkan dirinya dengan teknik visualisasi seperti diuraikan oleh Stephen Covey ?

Berdasarkan uraian kita sebelumnya mengenai makna Kejatuhan, jelas bahwa mengembangkan diri dengan bersandarkan kekuatan diri sendiri sama sekali tidak berkenan dihadapan Tuhan. Pengembangan diri harus dilakukan dengan cara penyangkalan diri (kekuatan dan inisiatif diri sendiri) dan membiarkan Kristus bermanifestasi melalui jiwa kita. Jadi prinsip Mulai dengan Akhir dalam Pikiran dan teknik visualisasi yang diusulkan Covey, tidak dapat diterapkan pada pemimpin rohani. Hal ini bukan berarti pemimpin rohani tidak mempunyai visi atau gambaran masa depan yang dipercayainya akan Tuhan realisasikan bagi dirinya dan umatNya. Melainkan segala sesuatu harus dimulai oleh Tuhan dan direalisasikan oleh kekuatan Tuhan, sesuai dengan yang ada tertulis “sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.

III.Otoritas Rohani dan Otoritas Sekuler
Prinsip kedua yang membedakan apakah seseorang itu pemimpin rohani atau pemimpin sekuler adalah jenis otoritas yang dimiliki pemimpin. Tidak dapat disangkal bahwa seorang pemimpin dipercayakan otoritas rohani atas para pengikutnya. Tetapi mengatakan seseorang itu pemimpin rohani karena ia memiliki otoritas atas sekelompok umat Tuhan, tanpa mempertanyakan jenis otoritas yang dimilikinya, adalah kesimpulan yang terlalu cepat. Kalau demikian bagaimana menentukan jenis otoritas yang dimiliki seorang pemimpin ? Apa artinya otoritas rohani yang menjadikan seseorang pemimpin rohani dan apa itu otoritas sekuler yang membuat seseorang menjadi pemimpin sekuler ?

Sebelum kita menjelaskan otoritas rohani, mari kita melihat Kejadian 10 : 9 untuk menjelaskan otoritas sekuler. Didalam ayat ini tertulis. “Seperti Nimrod, seorang pemburu yang gagah perkasa dihadapan Tuhan. Nimrod adalah orang yang mula-mula sekali berkuasa (memiliki otoritas) di bumi. Otoritas Nimrod cukup besar karena kerajaannya cukup luas. Kerajaannya dimulai dari Babel, Erekh, Akad di tanah Sinear dan selanjutnya ditambah dengan kota-kota besar di negeri Asyur.

Tetapi kita perlu melihat jenis otoritas yang dimiliki Nimrod. Perkataan “dihadapan Tuhan dalam ayat diatas seperti mengungkapkan bahwa Nimrod seorang hamba Tuhan yang hidup dihadapanNya, namun Ray Prinzing dalam buku Whispers of the Mysteries, hal 14, menemukan bahwa Strongs Concordance mengungkapkan fakta mengenai kata Ibrani untuk “dihadapan mempunyai arti yang sangat bervariasi. Dalam Kejadian 10 : 9, seperti juga misalnya dalam Bilangan 16 : 2, kata Ibrani untuk “dihadapan secara literal berarti memberontak. Dan didalam Jewish Encyclopedia, nama Nimrod berarti “ia yang membuat semua orang memberontak melawan Tuhan. Jadi otoritas yang dimiliki Nimrod bukan berasal dari Tuhan karena ia sendiri adalah seorang yang memberontak dan melawan Tuhan. Dengan penjelasan ini kita dapat simpulkan bahwa jenis otoritas yang dimiliki Nimrod adalah otoritas sekuler, yaitu otoritas yang ia peroleh semata-mata karena ia seorang pemburu yang gagah perkasa. Otoritasnya diperoleh dari kemampuan dirinya sendiri.

Sebaliknya apakah maksudnya otoritas rohani ? Contoh Musa sangat baik untuk menjelaskan ini. Musa adalah pemimpin Israel yang memiliki otoritas rohani atas umatNya. Sebelum pengalamannya di Padang Gurun, Musa mencoba menjadi pemimpin atas Israel dengan membunuh seorang Mesir yang pada waktu itu bertengkar dengan seorang Israel. Tetapi ketika otoritasnya ditantang, Musa melarikan diri ke Padang Gurun (Kej 2: 14-15). Musa mencoba memperoleh otoritas oleh usaha tangannya sendiri dengan membunuh seorang Mesir. Otoritas yang diperoleh dengan cara ini bukanlah otoritas rohani. Tetapi setelah Musa melewati pengalaman padang gurun dan mendapatkan pewahyuan Tuhan melalui nyala api yang keluar dari semak duri, maka ia kembali dari Mesir dengan tongkat Allah (melambangkan otoritas rohani) ditangannya. Jadi otoritas rohani didapatkan oleh seorang pemimpin melalui pengalaman disiplin Tuhan (padang gurun) dan juga pewahyuan Tuhan (pengalaman semak duri).

Melalui uraian diatas, kita dapat membedakan apakah seseorang itu pemimpin rohani atau pemimpin sekuler. Pemimpin rohani adalah ia yang memiliki “otoritas Musa, sedangkan pemimpin sekuler adalah dia yang memiliki “otoritas Nimrod. Namun ada hal yang menarik diungkapkan Firman Tuhan dalam Wahyu 17 : 3-5, dimana perempuan (melambangkan gereja) disebut Babel besar (kota dimana “otoritas Nimrod berlaku). Yohanes melihat bahwa ada saat dimana didalam gereja terdapat “otoritas nimrod. Itu sebabnya, walaupun didalam gereja, kadang-kadang kita sulit membedakan apakah seseorang itu pemimpin rohani atau pemimpin sekuler. Semoga Tuhan membersihkan gereja dari “otoritas Nimrod dan menegakkan “otoritas Musa demi kemuliaanNya.

IV.Kesimpulan
Banyak orang percaya bahwa jatuh bangunnya suatu usaha atau gerakan dalam bidang apapun juga, tergantung dari pemimpinnya. Hanya saja untuk bidang rohani, kita perlu berhati-hati dalam menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan. Untuk bidang rohani dibutuhkan kepemimpinan rohani dan kepemimpinan rohani hanya dapat terjadi kalau diberlakukan prinsip-prinsip rohani. Jangan sampai kita terjebak dan mencampur-adukkan prinsip-prinsip rohani dan prinsip-prinsip sekuler.

Didalam tulisan ini telah diuraikan dua prinsip yang menjadikan seseorang disebut pemimpin rohani yaitu prinsip penyangkalan diri (Self Denial) dan prinsip “otoritas Musa. Kedua prinsip inilah yang akan membedakan pemimpin rohani dari pemimpin sekuler.

Sumber: Gema Sion Ministry