Bangga Beragama?

Penulis : Andar Ismail

"BERBANGGAKAH kita bahwa kita beragama? Memang mulia bila kita menganut sebuah agama. Namun, bagaimanakah cara keberagamaan itu kita ungkap dan wujudkan? Ada banyak cara mengekspresikan keberagamaan. "Pertama, agama diwujudkan secara verbal. Dalam percakapan sehari- hari sebentar-sebentar kita menyebut nama Allah atau Tuhan. Entah berapa puluh kali nama Allah disebut dalam satu hari sekadar sebagai pemanis percakapan.

[block:views=similarterms-block_1]

"Kedua, agama diwujudkan secara ornamental. Kemana-mana kita memakai ornamen religius seperti topi agama, baju agama, kalung agama atau lainnya. Di mobil kita pasang stiker agama. Pokoknya, dari jauh langsung sudah kelihatan bahwa kita ini beragama.

"Ketiga, agama diwujudkan secara seremonial. Berbagai kegiatan kita awali dengan sebuah seremoni atau upacara agama, baik yang singkat terdiri dari satu dua kalimat atau lebih panjang dari itu.

"Keempat, agama diwujudkan secara ritual. Hidup dijadwal dengan ritus- ritus agama. Ada ritus harian, ada ritus mingguan dan ada ritus tahunan.

"Kelirukah cara mewujudkan agama secara itu? Tidak! Samasekali tidak keliru. Namun, cobalah kita rendah itukah agama hadir dalam hidup manusia?

"Yesus adalah pemeluk sebuah agama. Lalu Ia melihat kenyataan bahwa banyak teman-teman seagama mewujudkan keberagamaan hanya sebatas cara- cara verbal, ornamental, seremonial dan ritual tadi. Kemudian Ia mengecam cara keberagaman itu.

Misalnya, terhadap orang yang sebentar-sebentar menyebut nama Tuhan, Ia mengecam, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku..." (Matius 7:21). Tentang orang yang suka memakai ornamen religius, Yesus berkata, "...supaya dilihat orang, mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang" (Matius 23:5)

"Kecaman Yesus itu sejajar dengan apa yang dibaca oleh Dia dalam buku- buku para nabi yang juga mengecam keberagamaan yang cuma verbal, ornamental, seremonial dan ritual. Dalam salah satu buku itu tertulis, "Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi ... itukah yang kausebut berpuasa ...? Bukan!

Berpuasa yang kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu- belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya ... supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar ... (Yesaya 58:4-7).

"Kalau begitu halnya, keberagamaan macam apakah yang dijalani oleh Yesus? Perhatikan kata melakukan dalam ucapan Yesus tadi, "... melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku". Jadi, menurut Yesus keberagamaan terungkap dalam wujud melakukan kehendak Allah.

Apakah kehendak Allah itu? Yesus berucap, "... supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yohanes 15:12).

"Jadi, Yesus mewujudkan keberagamaan-Nya bukan dengan cara pertama sampai dengan keempat tadi. Ia mempunyai cara kelima, yaitu mewujudkan agama secara operasional universal. Artinya, mengasihi dengan melampaui segala batas ras, etnik, agama, ideologi atau lainnya.

Patutkah kita bangga jadi orang beragama? Silakan! Namun, sungguh sayang jika keberagamaan kita cuma terungkap dangkal sebatas verbal, ornamental, seremonial dan ritual.

Seyogyanya keberagamaan terwujud secara operasional universal dalam bentuk perilaku yang luhur yang mendatangkan faedah untuk kepentingan semua orang.

"Filsuf Francois Duc de Levis (1764-1830) menulis, "Noblesse oblige". Artinya, sebutan yang luhur mengandung tanggung jawab yang luhur pula. Beragama mewujud dalam perilaku yang mulia. Sungguh bagus jika kita mengaku sebagai bangsa yang beragama, tetapi apakah kita juga berperilaku mulia?

Sumber: Suara Pembaruan Daily